Jumat, 7 November 2025

Dugaan Korupsi Kuota Haji

Usut Korupsi Kuota Haji, KPK Panggil Travel Umrah dan Haji di Bawah Naungan Himpuh

KPK memanggil sejumlah pihak travel haji dan umrah dalam rangka mengusut dugaan tindak pidana korupsi terkait pemanfaatan kuota haji

|
Editor: Adi Suhendi
Kompas.com/Bayu Pratama S
JUBIR KPK - Potret Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat menyampaikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (26/6/2025). Ia mengatakan penyidik KPK memanggil sejumlah pihak travel haji dan umrah dalam rangka mengusut dugaan tindak pidana korupsi terkait pemanfaatan kuota haji. 
Ringkasan Berita:
  • 4 saksi dari pihak PIHK diperiksa KPK
  • Dalami dugaan praktik jual beli kuota haji oleh para PIHK
  • KPK terima pengembalian uang dari para biro travel ataupun PIHK


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil sejumlah pihak travel haji dan umrah dalam rangka mengusut dugaan tindak pidana korupsi terkait pemanfaatan kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) RI tahun 2023–2024. 

Ada empat saksi dari pihak biro perjalanan umrah dan haji yang bernaung di bawah Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) yang dipanggil KPK hari ini.

"Pemeriksaan akan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Kamis (30/10/2025).

Keempat saksi yang dipanggil hari di antaranya Ninik dari PT Safina Dania Wisata, Yusuf Dedi Fachroni dari PT Alwan Zahira, Ening Widiarti dari PT Tri Mitra Rezeki Wisata), dan Abid Rauf dari PT Batemuri Tours.

Pemanggilan ini merupakan bagian dari pendalaman maraton KPK terhadap ratusan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) atau biro travel, termasuk yang bernaung di bawah Himpuh.

Baca juga: Setelah di Jawa Timur, KPK Kini Fokus Periksa Saksi Kasus Korupsi Kuota Haji di DIY

Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH) adalah organisasi berbadan hukum yang menghimpun sejumlah Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang telah memiliki izin resmi dari Kementerian Agama Republik Indonesia.

Fokus penyidikan KPK saat ini memang mengarah pada dugaan praktik jual beli kuota haji oleh para PIHK, yang dimungkinkan terjadi setelah adanya perubahan alokasi kuota tambahan haji.

Asosiasi Himpuh menjadi salah satu sorotan dalam penyidikan ini.

Baca juga: KPK Beri Bocoran Tersangka Korupsi Kuota Haji: Pihak yang Berperan Dalam Proses Diskresi

Budi sebelumnya telah mengonfirmasi bahwa KPK menerima pengembalian sejumlah uang dari biro-biro travel yang berada di bawah asosiasi Himpuh.

"Dalam beberapa pemeriksaan terakhir, KPK juga menerima pengembalian dari para biro travel ataupun PIHK secara khusus atau di antaranya dari biro-biro travel di bawah asosiasi Himpuh," kata Budi pada Selasa (30/9/2025).

Keterlibatan asosiasi didalami lebih lanjut ketika penyidik memeriksa Ketua Umum Himpuh, Muhammad Firman Taufik, sebagai saksi pada Rabu, 1 Oktober 2025. 

Saat itu, Firman didalami keterangannya terkait mekanisme pembayaran dalam penyelenggaraan haji khusus oleh PIHK melalui user yang dipegang asosiasi.

KPK juga sempat meluruskan narasi yang diusung Himpuh

Budi pada Kamis (9/10/2025) menepis artikel dari Himpuh yang menyebut uang yang dikembalikan ke KPK adalah uang jemaah. 

KPK menegaskan bahwa perkara ini berpangkal dari penyalahgunaan wewenang penyelenggara negara yang mengakibatkan kerugian negara.

"Artinya, kuota-kuota haji khusus yang diperjualbelikan oleh PIHK itu bermula dari adanya diskresi pembagian kuota tersebut," ujar Budi.

Secara keseluruhan, KPK telah memeriksa lebih dari 300 biro travel atau PIHK bersama auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memfinalisasi penghitungan kerugian negara. 

Dari pemeriksaan di berbagai wilayah, termasuk Yogyakarta, KPK telah menyita sejumlah mata uang asing dari biro travel.

Total uang yang telah dikembalikan berbagai asosiasi dan PIHK dalam kasus ini nilainya disebut telah mendekati Rp 100 miliar.

Modus Jual Beli Kuota

Kasus ini bermula dari dugaan penyelewengan alokasi 20.000 kuota haji tambahan dari Arab Saudi. 

KPK menduga ada kebijakan diskresi yang mengubah alokasi dari seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus, menjadi 50:50. 

Kuota tambahan haji khusus sebanyak 10.000 kursi diduga menjadi objek jual beli oleh oknum pejabat Kemenag melalui asosiasi travel.

Praktik ini semakin subur karena adanya biro perjalanan yang belum berizin sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) namun tetap bisa memberangkatkan jemaah dengan membeli kuota dari biro lain. 

Kuota tersebut menjadi sangat menarik karena diiming-imingi dapat berangkat pada tahun yang sama (T0) tanpa antre.

Pembagian kuota 50:50 ini sendiri diduga kuat melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 yang mengamanatkan komposisi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. 

Akibatnya, sekitar 8.400 jemaah haji reguler yang telah mengantre bertahun-tahun harus tertunda keberangkatannya.

Dalam praktiknya, perusahaan travel diduga menyetor antara 2.600 hingga 7.000 dolar AS (sekitar Rp41,9 juta–Rp113 juta) per kuota kepada oknum pejabat Kemenag melalui asosiasi.

Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan dengan taksiran kerugian negara mencapai lebih dari Rp 1 triliun. 

Untuk mengusut tuntas kasus ini, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, yaitu mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas, staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik Maktour Travel, Fuad Hasan Masyhur. 

Sejumlah penggeledahan, termasuk di kediaman Yaqut, juga telah dilakukan untuk mengumpulkan barang bukti.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved