Alvaro Bocah Hilang Ditemukan Meninggal
Tragedi Alvaro Kiano Mengulang Nestapa Arie Hanggara: Ketika Anak Tak Lagi Aman di Rumahnya
Kedua peristiwa memilukan ini menyoroti kekerasan terhadap anak yang masih terus terjadi di Indonesia, bahkan setelah 40 tahun berlalu hingga saat ini
Ringkasan Berita:
- Alex panik dan membawa jasad anak tirinya itu ke rumah adiknya di Bogor, Jawa Barat.
- Tragedi ini memicu kembali pertanyaan besar: Sudahkah Indonesia benar-benar melindungi anak-anak dari kekerasan dalam keluarga?
- Meski regulasi perlindungan anak sudah jauh lebih kuat, nyatanya kasus tragis masih terus terjadi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Tragedi kematian Alvaro Kiano Nugroho kembali mengingatkan Indonesia pada kasus legendaris yang pernah mengguncang negeri ini yakni tewasnya bocah Arie Hanggara pada tahun 1984. Kedua peristiwa memilukan ini menyoroti kekerasan terhadap anak yang masih terus terjadi di Indonesia, bahkan setelah 40 tahun berlalu.
Baca juga: Hubungan Alvaro dan Ayah Tiri Terjalin Baik, Kakek Tak Sangka: Belum Punya Dosa Kok Dijadikan Korban
Pada 1984 lalu, publik digemparkan oleh tindakan keji Machtino terhadap putranya, Arie Hanggara, yang tewas setelah dipukuli bersama Santi, ibu tirinya. Peristiwa tersebut tercatat pada 8 November 1984 dan kemudian menjadi perhatian nasional, hingga difilmkan pada 1985 dengan judul “Arie Hanggara”. Kasus ini juga menjadi salah satu pemicu lahirnya kebijakan perlindungan anak di Indonesia.
Pada masa itu belum terdapat Undang-Undang Perlindungan Anak. Aturan terkait kekerasan pada anak hanya mengacu pada pasal 290–297 KUHP. Bertahun-tahun kemudian, setelah Indonesia meratifikasi Konvensi Hak Anak pada 5 September 1990, lahirlah UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang kemudian diperkuat melalui UU Nomor 35 Tahun 2014.
Arie Hanggara bersekolah di Perguruan Cikini, Jakarta Pusat, dan dikenal sebagai siswa yang periang serta pandai bergaul dengan teman-temannya oleh guru-gurunya. Namun, ibu tirinya, Santi, memiliki pandangan yang berbeda, menganggap Arie sebagai anak yang nakal dan sulit diatur.
Dalam kasus kematian Arie Hanggara majelis hakim yang diketuai Reni Reynowati menjatuhkan hukuman kepada Machtino Eddiwan selama 5 tahun penjara dan Santi selama 2 tahun penjara.
Kini, sejarah seolah berulang. Alvaro Kiano, bocah 6 tahun, hilang sejak 6 Maret 2025 dan baru ditemukan meninggal dunia delapan bulan kemudian.
Ia terakhir terlihat saat dijemput oleh ayah tirinya, Alex dari Masjid Jami Al-Muflihun, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, dengan iming-iming akan dibelikan mainan.
Namun keesokan harinya, Alvaro menangis mencari kakeknya yang biasa ia panggil “bapak”. Berdasarkan keterangan keluarga, tangisan tersebut membuat Alex marah hingga menutup mulut Alvaro dengan handuk—tindakan fatal yang mengakhiri hidup sang bocah.
Baca juga: Kronologi Penangkapan Ayah Tiri Alvaro, 8 Bulan Tutupi Pembunuhan, Pelaku Akhiri Hidup di Tahanan
Setelah mengetahui Alvaro telah tak bernyawa, Alex panik dan membawa jasad anak tirinya itu ke rumah adiknya di Bogor. Jenazah kemudian dibungkus plastik dan diikat pada sebuah pohon dekat aliran kali di wilayah Jembatan Cilalay, Desa Singabraja, Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Tragedi ini memicu kembali pertanyaan besar: Sudahkah Indonesia benar-benar melindungi anak-anak dari kekerasan dalam keluarga?
Meski regulasi perlindungan anak sudah jauh lebih kuat, nyatanya kasus tragis masih terus terjadi.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/Alvaro-bocah-hilang-2323.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.