Kamis, 14 Agustus 2025

Kisah Seorang Guru Mengajar TK 52 Tahun, Berawal dari Rasa Prihatin Dengar Anak Desa Berkata Kasar

Ida Rukmiyati, seorang guru TK yang mengabdi selama 52 tahun mendirikan sekolah karena prihatin dengan tingkah laku anak-anak di desanya.

Penulis: Febia Rosada Fitrianum
Tangkap layar kanal YouTube Tribun Solo Official
Ida Rukmiyati, seorang guru TK yang mengabdi selama 52 tahun mendirikan sekolah karena prihatin dengan tingkah laku anak-anak di desanya. 

TRIBUNNEWS.COM - Seorang Guru TK dari Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Ngawi, Ida Rukmiyati mengungkapkan awal mula ia terjun di bidang pendidikan.

Hal tersebut disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Tribun Solo Official, Selasa (28/7/2020).

Akrab disapa Bu Min, diketahui tidak memiliki latar belakang di bidang pendidikan.

Baca: Kisah Inspiratif: Bocah 9 Tahun Bongkar Celengan untuk Beli Kambing Kurban, Sehari Sisihkan Rp 2.000

Namun sang suami, Supono merupakan seorang guru yang menempuh pendidikan di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP).

Mulai terjun ke dunia pendidikan setelah Ida menikah dua tahun dengan Supono.

Keduanya memutuskan untuk menikah di tahun 1966 silam.

 

Kemudian pada tahun 1968 Ida mulai mengajar anak-anak yang berada di lingkungan sekitar rumahnya.

Ida menjelaskan, alasannya terjun ke bidang pendidikan karena merasa bosan berada di rumah.

Berbekal sarana dan prasarana yang dipunya, Ida memutuskan untuk mengajar anak-anak di desa.

Tak hanya itu, faktor lingkungan juga mempengaruhi keputusan Ida tersebut.

"Kami mulai memegang anak-anak untuk mengajar dari menikah dua tahun, jadi nikah 1966, 1968 sudah mulai."

"Karena jenuh di rumah, terus manfaatkan apa yang kami punya karena situasi lingkungan rumah kami," terang Ida.

Baca: Penghina Guru Kena Bogem Dari Para Pengajar

Baca: Pria Ini Sebut Guru Makan Gaji Buta, Kesal Sekolah Tak Kunjung Buka, Kini Dilaporkan ke Polisi

Ida menerangkan anak-anak di desanya banyak yang sering berbicara kotor.

Hal tersebut dikarenakan kurangnya pendidikan dari orangtua mereka.

Di mana sejak pagi, mereka akan ditinggal oleh ayah dan ibu untuk bekerja di sawah maupun tempat lainnya.

Selain itu, para orangtua tidak memiliki pendidikan yang baik juga menjadi keprihatinan Ida.

Temuan-temuan itu menggerakkan hati Ida untuk mengumpulkan anak-anak.

"Dulunya itu banyak perkataan yang kotor, terjaring dari itu kami punya semangat anak-anak kecil itu saya kumpulkan," jelas Ida.

Seorang Guru TK dari Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Ngawi, Ida Rukmiyati mengungkapkan awal mula ia terjun di bidang pendidikan.
Seorang Guru TK dari Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Ngawi, Ida Rukmiyati mengungkapkan awal mula ia terjun di bidang pendidikan. (Tangkap layar kanal YouTube Tribun Solo Official)

"Kan anak-anak kecil tahun itu di rumah itu sendirian, bapak ibunya pergi ke sawah atau bekerja," tambahnya.

Mulanya, hanya anak-anak yang berada di tiga atau empat rumah terdekat.

Saat dikumpulkan, mereka diajarkan hal baik mengenai kehidupan sehari-hari.

Satu di antaranya adalah bagaimana menghormati orangtuanya ketika berada di rumah.

Ida memberikan contoh untuk bersikap sopan dan santun kepada orangtua mereka.

Baca: Pasutri Tulis Guru Makan Gaji Buta di Facebook, Ternyata Iri dengan Penghasilan Guru

Baca: Guru BK Jadi Mudah Tahu Bakat dan Minat Siswanya Lewat Aplikasi di Ponsel Androdi Ini

"Empat sampai tiga rumah saya kumpulkan saya mengajar, yang paling baik kami ajak kepada menghormati bapak ibunya," ungkap Ida.

Meski demikian, Ida juga sempat mengalami kendala dalam mengajar anak-anak di desanya.

Tak memiliki latar belakang pendidikan, Ida menjadi bingung pelajaran apa yang bisa diberikan untuk mereka.

Ida pun memutuskan untuk mencari referensi dengan membaca buku tentang mengajar anak.

Di mana kala itu, di desa tempat ia tinggal belum ada pendidikan tingkat dini yakni taman kanak-kanak (TK).

Meski tak miliki latar belakang pendidikan, Ida Rukmiyati bersemangat untuk mengajar anak-anak di lingkungan rumahnya.
Meski tak miliki latar belakang pendidikan, Ida Rukmiyati bersemangat untuk mengajar anak-anak di lingkungan rumahnya. (Tangkap layar kanal YouTube Tribun Solo Official)

Dengan bantuan kepala desa setempat, anak-anak TK yang diajar oleh Ida mendapatkan bangku untuk sekolah.

"Sehingga saya mencari buku-buku tentang mengajar anak, tahun itu belum ada TK di kecamatan saya," tutur Ida.

"Setelah Kepala Desa tanggap membuatkan bangku dan itu belum diberi nama tidak ada pelaporan TK," lanjutnya.

Selain membaca buku soal mengajar anak, Ida juga memperoleh informasi dari sumber lain.

Ketika sang suami masih kuliah, Ida sering memperbaiki catatatan Supono.

 

Saat itu dengan keterbatasan, kuliah IKIP masih harus menumpang di ruang kelas sekolah dasar.

Atau terkadang mereka harus pergi ke alun-alun untuk berkuliah.

Baca: Peran Guru dan Sekolah Tetap Penting Saat Pembelajaran Model Hybrid

Baca: Banyak Siswa Tak Bisa Belajar Online, Guru SD di Pekalongan Mengajar Lewat Radio

Karena belum ada fasilitas fokotopi, Supono mencatat seadanya materi yang diberikan oleh dosennya.

Sehingga ketika di rumah, Ida menulis kembali materi kuliah Supono.

Sementara itu Supono memilih untuk pergi ke sawah.

"Kalau kuliah itu dulu jaman IKIP nggak ada kelas, nunut-nunut di SD kadang kalau gelap di alun-alun gitu," ucap Ida.

"Kan nggak ada fotokopi, kalau dosen memberikan pelajaran tulis menulis gitu, langsung saya disuruh memperbaiki di rumah dia bekerja ke sawah."

"Pinternya dari situ, menyalin tulisan dari perkuliahan itu tadi di bidang pendidikan," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Febia Rosada)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan