Kamis, 11 September 2025

Hari Pers Nasional

Profil Tirto Adhi Soerjo, Bapak Pers Nasional dan Jurnalis Kritis Medan Prijaji

Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo adalah Bapak Pers Nasional dan jurnalis kritis dari surat kabar Medan Prijaji. HPN diperingati 9 Februari.

pahlawancenter.com
Tirto Adhi Soerjo adalah Bapak Pers Nasional dan jurnalis kritis dari surat kabar Medan Prijaji. 

Moto yang disampaikan oleh Tirto Adhi Soerjo pada masa itu sudah dianggap radikal oleh pemerintah Belanda.

Jika dibandingkan dengan moto dari surat kabar lain sangat berlainan, misal Sinar Sumatra, "Kekallah keradjaan Wolanda, sampai mati setia kepada keradjaan Wolanda."

Sebagai seorang penulis, R.M. Tirto Adhi Soerjo dikenal dengan tulisannya yang sering disebut sebagai bacaan politik dan diklaim dalam dunia sastra sebagai "bacaan liar".

Dia adalah orang yang pertama kali merintis perlunya bacaan bagi rakyat Hindia yang tidak terdidik.

Dia memulainya dengan menerbitkan artikel "Boycott" di surat kabar Medan Prijaji.

Artikel "Boycott" dijadikannya senjata bagi orang-orang lemah untuk melawan para pemilik perusahaan gula.

Penulisan artikel itu berdasarkan peristiwa pemboikotan pertama kali yang dilakukan oleh orang-orang Tionghoa terhadap perusahaan-perusahaan Eropa.

Hal tersebut dipicu oleh perusahaan-perusahaan Eropa yang menolak permintaan orang-orang Tionghoa untuk memperoleh barang.

Orang-orang Tionghoa lalu membalas tindakan mereka dengan memboikot produk perusahaan-perusahaan Eropa.

Pemboikotan itu menyebabkan hampir sekitar 24 perusahaan Eropa di Surabaya gulung tikar.

Baca juga: Di Peringatan Hari Pers Nasional 2022, Wapres: Indonesia Harus Berdikari Secara Digital

Pengasingan dan Kematian Tirto Adhi Soerjo

Makna dan nilai artikel "Boycott" ini sangat penting bagi produk penulisan bacaan yang menentang kediktatoran kolonial di masa selanjutnya.

Artikel ini merupakan pendorong bagi orang bumiputra lainnya karena Tirto Adhi Soerjo menyadarkan mereka melalui bacaan-bacaan politik yang sangat diperlukan untuk membuka mata dan daya kritis orang bumiputra yang selama itu dikungkung oleh cerita-cerita kolonial.

Dia berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial Belanda pada masa itu.

Tirto mengalami beberapa kali pengasingan oleh Pemerintah Belanda karena pemberitaan di surat kabar Medan Prijaji sering dianggap menyinggung pemerintah.

Ia dibawa keluar dari Pulau Jawa dan dibuang ke Pulau Bacan, dekat Halmahera (Provinsi Maluku Utara).

Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo meninggal pada tanggal 7 Desember 1918.

Ironisnya, tak satu pun surat kabar yang memuat berita kematiannya.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Artikel lain terkait Hari Pers Nasional

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan