Selasa, 2 September 2025

Pendidikan Profesi Guru

Contoh Tugas Mandiri Profesional PPG Kemenag 2025 Modul Guru Kelas MI Topik 1-8

Simak contoh Tugas Mandiri Profesional dalam PPG Kemenag 2025 untuk modul Guru Kelas MI topik 1-8 yang dikerjakan di lms.ppgkemenag.id.

Penulis: Sri Juliati
Editor: Suci BangunDS
Kolase Tribunnews.com/Canva
TUGAS MANDIRI PROFESIONAL - Grafis contoh Tugas Mandiri Profesional dalam PPG Kemenag 2025 untuk modul Guru Kelas MI topik 1-8 yang dikerjakan di lms.ppgkemenag.id sebagai referensi yang dibuat di aplikasi Canva Premium, Rabu (12/3/2025). 

TRIBUNNEWS.COM - Inilah contoh Tugas Mandiri Profesional dalam PPG Kemenag 2025 untuk modul Guru Kelas MI topik 18.

Contoh Tugas Mandiri Profesional ditujukan untuk bapak/ibu guru kelas MI yang mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan (Daljab) di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2025.

Bapak/ibu guru dapat menuliskan jawaban Tugas Mandiri Profesional di LMS PPG Kemenag, lms.ppgkemenag.id setelah mempelajari modul Guru Kelas MI yang terdiri dari topik 1-8, mulai dari Bahasa Indonesia hingga Moderasi Beragama.

Contoh Tugas Mandiri Profesional modul Guru Kelas MI topik 1-8 di bawah ini, hanya sebagai referensi untuk bapak/ibu yang kesulitan mengerjakan tugas.

Simak contoh Tugas Mandiri Profesional dalam PPG Kemenag 2025 untuk modul Guru Kelas MI topik 1-8 yang dikerjakan di lms.ppgkemenag.id, dikutip dari channel YouTube Senyum Pendidikan.

Tugas Mandiri Profesional

Setelah membaca dan mempelajari topik secara mandiri, mahasiswa diminta membuat tugas mandiri dalam bentuk dokumen word, kemudian copy paste di LMS. Adapun tugas yang diminta adalah:

1. Peta Konsep atau Gagasan apa saja yang Anda temukan dari Topik 1 sd. Topik 8. Sebutkan kurang lebih 5 minimal gagasan dan mohon dijelaskan dalam satu dua alinea.

2. Materi/konsep apa saja dalam topik tersebut yang menurut Anda dapat menimbulkan miskonsepsi/salah mengerti dari topik 1 sd. topik 8.

Jawaban:

1. Peta Konsep atau Gagasan Utama PPG Modul Guru Kelas MI Topik 1-8 

Bahasa Indonesia

  • Alat komunikasi dan identitas nasional
  • Meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan literasi

PPKn

  • Fondasi karakter kebangsaan
  • Mengajarkan nilai-nilai kebangsaan dalam kehidupan nyata

IPA

  • Melatih berpikir kritis dan inovatif
  • Pembelajaran berbasis eksperimen dan investigasi

IPS

  • Memahami kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi 
  • Pembelajaran berbasis proyek dan isu sosial

Moderasi Beragama

  • Menanamkan sikap toleransi dan keseimbangan
  • Pendidikan berbasis refleksi dan dialog

(Ringkasan materi di atas dapat dibuat menjadi bagan atau peta konsep)

Baca juga: Contoh Tugas Mandiri Profesional Topik 1-8 Modul Fikih, PPG Daljab Kemenag 2025

Alinea penjelas

1) Bahasa Indonesia sebagai Alat Komunikasi dan Identitas Nasional 

Bahasa Indonesia bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga menjadi identitas nasional yang mempererat persatuan bangsa. Kemampuan berbahasa yang baik tidak hanya mencakup tata bahasa yang benar, tetapi juga bagaimana menggunakannya secara efektif untuk berpikir kritis dan mengekspresikan gagasan.

Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia harus diarahkan pada penguatan keterampilan literasi, seperti membaca kritis dan menulis reflektif, agar siswa mampu berpartisipasi aktif dalam berbagai wacana akademik dan sosial.

2) PPKn sebagai Fondasi Karakter Kebangsaan

PPKn memiliki peran strategis dalam membentuk kesadaran bernegara dan sikap kebangsaan. Sayangnya, masih banyak yang menganggapnya sekadar hafalan materi. Padahal, esensinya adalah membentuk pola pikir yang demokratis, berkeadilan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila. 

Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran berbasis studi kasus dan problem-based learning menjadi kunci agar siswa dapat memahami serta menerapkan nilai-nilai kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Mendorong Berpikir Kritis dan Inovatif

IPA tidak sekadar mengajarkan teori, tetapi juga melatih cara berpikir ilmiah. Banyak siswa merasa kesulitan memahami IPA karena sering kali diajarkan dengan pendekatan hafalan. Padahal, IPA seharusnya dipelajari melalui eksperimen dan investigasi. 

Dengan pendekatan inkuiri, siswa akan lebih memahami bagaimana konsep-konsep sains diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka lebih tertarik dan termotivasi untuk belajar.

4) IPS sebagai Sarana Memahami Kehidupan Sosial

IPS tidak hanya membahas sejarah dan geografi, tetapi juga aspek ekonomi, politik, dan budaya yang membentuk masyarakat. Sering kali, siswa menganggap IPS sebagai mata pelajaran hafalan yang kurang relevan dengan kehidupan mereka. Padahal, IPS berperan penting dalam membangun kesadaran sosial. 

Oleh karena itu, pembelajaran berbasis proyek dan eksplorasi lingkungan sekitar dapat membantu siswa memahami peran mereka dalam masyarakat.

5) Moderasi Beragama untuk Membangun Harmoni Sosial

Moderasi beragama bukan berarti melemahkan keyakinan, melainkan menyeimbangkan cara beragama dengan menghargai keberagaman. Pemahaman yang keliru sering kali membuat individu menjadi eksklusif dalam beragama. 

Oleh karena itu, pembelajaran moderasi harus mengedepankan dialog antaragama dan studi kasus tentang kehidupan sosial di lingkungan yang plural.

2. Materi/Konsep yang Menimbulkan Miskonsepsi dan Cara Meluruskannya

1) Bahasa Indonesia - Sekadar Tata Bahasa dan Ejaan

Miskonsepsi: Banyak yang menganggap pembelajaran Bahasa Indonesia hanya berfokus pada tata bahasa dan ejaan, tanpa memperhatikan aspek berpikir kritis dan komunikasi efektif.

Klarifikasi: Bahasa Indonesia adalah alat berpikir, berekspresi, dan memahami teks secara mendalam. Selain aspek kebahasaan, keterampilan literasi seperti membaca kritis, menulis reflektif, dan komunikasi verbal sangat penting dalam penguasaan bahasa. 

Cara Meluruskan: Pembelajaran harus berbasis proyek seperti debat, analisis teks, dan menulis kreatif agar siswa menyadari peran bahasa dalam kehidupan akademik dan sosial.

2) PPKn - Sekadar Hafalan Peraturan dan Sejarah

Miskonsepsi: PPKn sering dipahami sebagai mata pelajaran hafalan yang hanya mengajarkan aturan hukum dan sejarah politik tanpa keterkaitan dengan kehidupan nyata.

Klarifikasi: PPKn bertujuan membentuk karakter kebangsaan, kesadaran demokrasi, dan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Kewarganegaraan harus mendorong siswa berpikir kritis tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara. 

Cara Meluruskan: Menggunakan metode studi kasus dan simulasi debat kebijakan untuk memperjelas penerapan nilai-nilai kebangsaan dalam kehidupan nyata.

3) IPA - Ilmu Hafalan, Bukan Eksperimen

Miskonsepsi: Banyak yang mengira IPA hanya berisi teori dan fakta yang harus dihafalkan tanpa praktik nyata.

Klarifikasi: IPA adalah ilmu berbasis eksperimen yang melatih keterampilan berpikir ilmiah, problem-solving, dan analisis data. Pemahaman konsep lebih kuat jika siswa melakukan investigasi sendiri.

Cara Meluruskan: Menggunakan metode pembelajaran berbasis eksperimen, observasi lapangan, atau simulasi untuk membangun pemahaman berbasis pengalaman langsung.

4) IPS - Hanya Sejarah dan Geografi

Miskonsepsi: IPS sering disalahpahami sebagai mata pelajaran yang hanya membahas sejarah dan geografi tanpa relevansi dengan kehidupan sosial dan ekonomi. 

Klarifikasi: IPS mencakup berbagai aspek sosial, ekonomi, dan budaya yang membentuk masyarakat. Pemahaman tentang kebijakan publik, kesenjangan sosial, dan dinamika ekonomi sangat penting bagi siswa.

Cara Meluruskan: Guru harus mengaitkan pembelajaran dengan isu-isu sosial yang aktual serta menggunakan model pembelajaran berbasis proyek dan analisis berita.

5) Moderasi Beragama - Sikap Netral terhadap Agama

Miskonsepsi: Moderasi beragama sering dianggap sebagai sikap netral atau kompromi dalam ajaran agama.

Klarifikasi: Moderasi beragama bukan berarti mengurangi keyakinan, tetapi menyeimbangkan pemahaman keagamaan dengan menghormati keberagaman. Konsep ini bertujuan menciptakan harmoni sosial tanpa menghilangkan identitas agama seseorang.

Cara Meluruskan: Menggunakan pendekatan dialog dan refleksi kritis terhadap kasus- kasus keberagaman, serta menekankan nilai toleransi dan sikap saling menghormati dalam kehidupan beragama.

Kesimpulan: Banyak miskonsepsi dalam berbagai mata pelajaran yang dapat menyebabkan pemahaman yang kurang tepat di kalangan siswa. Pembelajaran yang hanya berfokus pada hafalan dan aturan teknis dapat menghambat pengembangan keterampilan berpikir kritis, analitis, dan reflektif. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih berbasis pengalaman dan keterlibatan aktif sangat diperlukan.

Melalui metode seperti pembelajaran berbasis proyek, debat, simulasi, eksperimen, serta analisis kasus, siswa dapat memahami bahwa setiap mata pelajaran memiliki relevansi dalam kehidupan nyata. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan pemahaman konsep secara mendalam, tetapi juga membekali siswa dengan keterampilan esensial untuk berpikir kritis, berkomunikasi efektif, dan berpartisipasi aktif dalam masyarakat. Dengan demikian, pendidikan dapat menjadi sarana yang lebih bermakna dalam membentuk individu yang kompeten dan berdaya saing di era modern.

*) Disclaimer: 

(Tribunnews.com/Sri Juliati)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan