Sabtu, 16 Agustus 2025

Sidang Tahunan MPR

Todung Mulya Lubis: Pidato Prabowo Tak Sentuh HAM, Abuse of Power, dan Krisis Governance

Todung kritik pidato Prabowo: tak bahas HAM, abuse of power, korupsi, dan lemahnya governance di tengah capaian ekonomi.

|
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Glery Lazuardi
Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha
TODUNG MULYA LUBIS - Todung Mulya Lubis, menilai pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto pada sidang tahunan MPR/DPR, Jumat (15/8/2025), belum menyentuh sejumlah persoalan mendasar, seperti penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat dan situasi hak asasi manusia (HAM). (Tribunnews/Rahmat Nugraha). 

Todung Mulya Lubis

Todung Mulya Lubis adalah seorang pengacara senior, diplomat, penulis, dan tokoh gerakan hak asasi manusia (HAM) asal Indonesia.

TRIBUNNEWS.COM - Aktivis HAM dan Anti Korupsi, Todung Mulya Lubis, menilai pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto pada sidang tahunan MPR/DPR, Jumat (15/8/2025), belum menyentuh sejumlah persoalan mendasar, seperti penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat dan situasi hak asasi manusia (HAM).

Todung mengaku menyimak pidato Presiden yang memaparkan capaian di bidang ekonomi, politik, hukum, dan pertahanan menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan. 

Dalam pidato tersebut, Prabowo menyebut target pertumbuhan ekonomi 2026 sebesar 5,4 persen, penurunan angka pengangguran, dan program makan bergizi gratis untuk 20 juta orang.

Prabowo juga menegaskan akan menggunakan hak konstitusional berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 untuk menindak perusahaan besar yang merugikan rakyat.

"Saya tak tahu persis maksudnya apa, tetapi ada contoh di mana ada 3,1 juta hektar tanah perkebunan yang sudah dirampas kembali," kata Todung dalam siaran persnya, Jumat.

Todung menyebut, Prabowo menggambarkan penderitaan rakyat di tengah kekayaan sumber daya alam Indonesia. Misalnya, Indonesia memiliki perkebunan sawit yang luas, tetapi harga minyak goreng tetap tinggi.

Meski begitu, pengacara senior ini menilai pidato Prabowo tersebut memiliki kekurangan.

"Apa yang kurang disampaikan adalah adanya ‘abuse of power’ di banyak tempat oleh aparat negara sipil maupun militer, korupsi yang masih meraja-lela, perusakan lingkungan, naiknya harga-harga, dan lemahnya ‘governance’," ujarnya.

Selain itu, dia juga menyinggung mengenai absennya Prabowo berbicara mengenai hak asasi manusia (HAM) dan civil society.

"Saya tak mendengar Presiden bicara mengenai hak asasi manusia dan civil society. Seharusnya Presiden bicara juga tentang kemerosotan hak asasi manusia dan lemahnya ‘check and balance’," ucap Todung.

Todung menyayangkan fokus pidato yang lebih banyak menonjolkan keberhasilan, ketimbang kekurangan.

"Setelah mendengarkan pidato ini media dan masyarakat harus melakukan ‘fact check’. Ini penting agar kitab isa memahami pidato kenegaraan secara lebih utuh," tegasnya.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan