Pilpres 2019
Saksi-saksinya Tak Bisa Buktikan Pemilu Curang, Yusril Bisa Saja Pidanakan Bambang Widjojanto
soal kemungkinan mempidanakan BW, Yusril menyerahkan ke Jokowi dan Ma'ruf selaku pihak yang dituduh.
Penulis:
Danang Triatmojo
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim hukum paslon 01 Jokowi-Ma'ruf menjelaskan dari beberapa kesaksian saksi yang dipaparkan di muka sidang Mahkamah Konstitusi (MK), tidak ada satupun yang dengan jelas menyebut bahwa pelaksanaan Pemilu 2019 curang.
Selain tidak jelas menyebut dimana kecurangan itu, keterangan para saksi juga tak bisa menunjukkan apa dampak dari kecurangan tersebut berkaitan dengan kemenangan paslon 01 dan kekalahan paslon 02.
Melihat hal ini terjadi dalam sidang MK, Ketua tim hukum paslon 01 Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra menantang Ketua tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto soal dalil permohonan Pemilu curang.
"Pak Bambang Widjojanto sebagai ketua tim lawyernya Pak Prabowo-Sandi ini bisa nggak membuktikan tuduhan selama ini, bahwa Pemilu curang?" tanya Yusril, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (20/6/2019).
Katanya, bisa saja ia mempidanakan BW lantaran menuduh seorang Presiden dan Wakil Presiden terpilih melakukan kecurangan dalam Pemilu 2019.
Namun soal kemungkinan mempidanakan BW, Yusril menyerahkan ke Jokowi dan Ma'ruf selaku pihak yang dituduh.

Yusril mengatakan, Jokowi kecil kemungkinan untuk mempidanakan BW. Apalagi sosoknya yang dikenal pemaaf.
"Jauh lebih penting mempidanakan dia dari pada mempidanakan saksi-saksi yang kecil itu. Ini kan tuduhan terhadap seorang presiden dan wakil presiden. Ini penting, jangan sembarangan menuduh kalau tidak bisa membuktikan," jelas Yusril.
Kubu paslon 02 hanya bisa menggembar-gemborkan soal tuduhan kecurangan, namun ketika diminta membuktikan dalam forum resmi, mereka melempem dan tak sanggup buktikan apapun di persidangan.
"Gembar-gembor bisa membuktikan, diberikan kesempatan untuk membuktikan, ternyata tidak sanggup buktikan apa-apa di persidangan," ujar dia.
Baca: Keponakan Mahfud MD Hairul Anas Dukung Prabowo, Beberkan Materi Pelatihan TKN di Sidang MK
Serba-serbi Saksi
Selain mengungkap fakta persidangan berupa keterangan saksi, sidang sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, Rabu (19/6/2019) juga diwarnai beragam hal mulai hal menggelitik, teguran dari hakim MK hingga debat panas.
Berikut rangkuman hal menggelitik, teguran hakim MK hingga debat panas di sidang MK Rabu ini:
1. Hakim MK Tegur Anggota Tim Kuasa Hukum 01
Hakim MK menegur anggota tim kuasa hukum paslon 01, Sirra Prayuna dalam lanjutan sidang sengketa Pilpres 2019.
Hakim MK menilai pertanyaan yang diajukan Sirra menjebak saksi dari tim Prabowo-Sandiaga, Agus Maksum.
Awalnya, Sirra menanyakan apakah Agus memahami instrumen apa yang digunakan untuk memvalidasi Daftar Pemilih Sementara (DPS) ke Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Sebelum Agus sempat menjawab, Hakim MK I Dewa Gede Palguna menginterupsi.
Palguna menanyakan, apa yang ingin dikejar oleh kuasa hukum pihak terkait melalui pertanyaan tersebut.
"Saya Majelis dari tadi berpikir apa yang mau Saudara kejar dengan pertanyaan Saudara ini?" tanya Palguna.
Sirra menjelaskan dirinya ingin menguji validitas dari data yang dipaparkan oleh Agus, misalnya soal data DPT bermasalah sebanyak 17,5 juta.
"Tapi apa perlu melingkar sejauh itu coba bisa enggak, lebih to the point supaya lebih efektif?" tambah Palguna.
Kemudian, Hakim MK Aswanto meminta Sirra mengajukan pertanyaan yang sesuai dengan posisi Agus sebagai saksi.
Ia juga meminta kuasa hukum tidak menggunakan pertanyaan yang menjebak saksi untuk berpendapat.
"Saya ingin ingatkan juga ini adalah saksi fakta. Dia bukan ahli. Pertanyaan kita jangan untuk ahli."
"Kalau saudara menanyakan titik mana itu untuk ahli itu. Dia gak ngerti. Supaya imbang, pertanyaan kita juga jangan menjebak untuk dia berpendapat," kata Aswanto.
2. Hakim MK Ungkap Dua Saksi 'Ilegal'
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengungkap adanya dua saksi 'ilegal' dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi yang sempat masuk arena sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2019).
Hakim MK Suhartoyo mengungkap sebelum sidang, majelis hakim hanya menerima daftar saksi berupa tulisan tangan dalam secarik kertas dari BPN.
Saksi tersebut adalah Agus Maksum, Idham Amiruddin, Hermansyah, Listiani, Nur Latifah, Rahmadsyah, Fakhrida, Tri Susanti, Dimas Yemahura, Beti Kristiana, Tri Hartanto, Risda Mardiana, Haris Azhar, Said Didu, dan Hairul Anas, serta dua saksi ahli bernama Jaswar Koto, dan Soegianto Soelistiono.
Sementara itu, sebelumnya anggota tim hukum BPN, Teuku Nasrullah mengatakan bahwa pihaknya mencoret dua nama saksi yaitu Beti Kristiana dan Risda Mardiana sehingga saksi yang dihadirkan tinggal berjumlah 15.

Berdasarkan catatan itu Hakim Ketua MK Anwar Usman kemudian memanggil semua saksi untuk diambil sumpahnya.
“Karena Pak Haris Azhar dan Said Didu belum hadir maka tadi pagi harusnya 13 saksi saja yang dimintai sumpah, tapi secara fisik ada 15 yang maju, karena pencoretan itu belum disampaikan maka hakim ketua tidak tahu. Ternyata ada dua saksi yang tidak dicatat tapi maju ikut disumpah bernama Suwarno dan Mulyono,” ungkap Suhartoyo.
Hakim MK lainnya, Saldi Isra kemudian menegaskan bahwa dua saksi “ilegal” itu tetap dilarang untuk masuk ruang sidang meskipun sudah diambil sumpahnya.
“Dua saksi yang dalam tanda petik ilegal tidak boleh hadir lagi di ruangan ini meskipun sudah diambil sumpahnya,” tegas Saldi Isra.
Namun pada akhirnya Beti Kristiana dan Risda Mardiana tetap hadir sebagai saksi dari BPN, sementara Haris Azhar menolak untuk menjadi saksi bagi BPN.
Sehingga secara total ada 14 saksi fisik dan 2 saksi ahli yang dihadirkan BPN Prabowo-Sandi.
3. Saksi Izin ke Toilet
Ada kejadian menggelitik di sidang ketiga sengketa hasil suara Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), pada Rabu (19/6/2019).
Kejadian tersebut membuat Hakim MK, Saldi Isra terpingkal.
Tak cuma itu sidang yang sedang serius berlangsung bahkan sampai diskor lima menit lamanya.
Saksi fakta kedua kubu calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga, Idham Amiruddin rupanya yang menjadi sumber peristiwa mengocok perut itu.

Mulanya Idham mendapatkan beberapa pertanyaan dari kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ali Nurdin terkait data kependudukan dalam daftar pemilih tetap (DPT) yang digunakan dalam pemilihan umum 2019.
Selesai tanya jawab, Ali Nurdin mengatakan pihak KPU ingin menyampaikan sesuatu.
"Ada satu lagi tambahan," ucap Ali Nurdin dikutip TribunJakarta.com dari Kompas TV.
"Maaf majelis kalau yang begini diperbolehkan kita juga boleh dong," celetuk kuasa hukum Prabowo-Sandiaga.
"Nanti dulu kita dengar dulu apa yang mau disampaikan, bukan nanya," kata Hakim MK Arief Hidayat.
"Silahkan Pak Hasyim," tambahnya.
Hasyim kemudian menyampaikan pendapatnya terkait data yang dipaparkan oleh Idham Amiruddin.
"Yang disampaikan Pak Nurdin tadi untuk mempertegas data yang dianalis..." kata Hasyim.
"Itu kesimpulan majelis," potong kuasa hukum Prabowo-Sandiaga.
"Iya,iya sebentar," terang Arief Hidayat.
Hasyim lantas melajutkan ucapannya.
"Supaya ada kejelasan, karena kan beberapa kali dicocokan tidak cocok," jelas Hasyim.
"Nanti kita menilai," tegas Arief Hidayat.
Baca: Nur Latifah Beberkan Bentuk Intimidasi yang Diterimanya Saat Bersaksi di MK
Saldi Isra kemudian mengajukan pertanyaan terkait data yang disampaikan Idam Amiruddin.
"Pak Idham di data tadi di halaman 111 yang ada rekayasa ada populasi itu," kata Saldi Isra sambil menunjukan setumpuk kertas.
Idham Amiruddin namun hanya menunduk sambil memejamkan mata.
"Pak Idahm, Pak Idham," panggil Saldi Isra.
Ia meminta saksi kubu Prabowo-Sandiaga itu untuk memandang ke arahnya.
"Bisa lihat saya ya?" tergus Saldi Isra.
Sambil meringis, Idam Amiruddin meminta izin kepada Saldi Isra untuk buang air kecil.
"Yang mulia saya minta maaf, saya mau buang air kecil," celetuk Idham Amiruddin.
Saldi Isra sontak terpingkal, ia lantas meminta petugas keamanan untuk mendampingi Idham Amiruddin ke toilet.
4. Hakim MK Ancam Usir BW
Hakim MK, Arief Hidayat sempat mengancam Bambang Widjojanto untuk keluar dari persidangan jika tidak menghentikan ucapannya yang membela saksi.
Saat itu, Arief Hidayat bertanya pada saksi pemohon mengenai keberadaannya saat Pilpres 2019.
Saksi yang dihadirkan tim hukum Prabowo-Sandiaga Uno menyatakan ia berada di kampung saat itu.
Baca: Hakim MK Ungkap Dua Saksi Ilegal Masuk Arena Sidang Sengketa Pilpres 2019
Hakim Arief pun bertanya apakah saksi akan menjelaskan berhubungan DPT di kampung saksi bukan berhubungan DPT nasional.
Sampai pada akhirnya, Ketua Tim Hukum Prabowo-Subianto, Bambang Widjojanto kemudian bersuara untuk membela saksi.
Arief kemudian meminta BW tak melanjutkan ucapannya atau bakal dikeluarkan dari sidang.
Simak videonya di bawah ini:
(Tribunnews.com/Daryono/Rizal Bomantama) (Kompas.com)