Pengumuman UN
Wah, Peraih Unas Tertinggi Tak Bisa Kuliah
Dina Bakti Pertiwi, 18, tak pernah menyangka akan menyab
Editor:
Anton
Dina memang mempunyai rekam jejak sebagai sang juara di kelas dan sekolahnya. Menjadi juara sekolah sudah biasa disandang remaja kelahiran 22 Desember 1991 itu sejak duduk di bangku SD dan SMP.
“Tetapi kali ini benar-benar tidak menyangka. Kaget waktu diberitahu teman-teman yang melihat pengumuman di internet. Katanya saya juara satu se-Jatim. Saya malah tidak tahu,” kata Dina saat ditemui Surya di rumahnya, Jl Letjen Suprapto IX/22 Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sumbersari, Jember, Minggu (25/4/2010).
Dina meraih nilai tertinggi Unas untuk program IPS yakni 54,75, atau rata-rata nilai 9 untuk masing-masing mata ujian. Dia baru secara resmi menerima pengumuman hasil Unas tersebut dari sekolah pada Senin (26/4/2010) hari ini.
Mengobrol dengan remaja satu ini amat menyenangkan. Teman bicaranya akan tertulari nada optimistis dan semangat saat ia berbicara. Dia juga tetap semangat ketika disinggung perekonomian keluarganya yang cupet setelah meninggalnya sang ayah, M Syafi’ hampir dua tahun silam. “Wah harus tetap optimistis meski ekonomi keluarga pas-pasan. Sekarang juga lagi nyari cara agar saya nanti bisa kuliah,” tegas anak ketiga dari lima bersaudara itu.
Cewek hitam manis ini kemudian menceritakan keinginannya setelah lulus SMA. Dia punya dua pilihan untuk kuliah nanti, yakni memilih Fakultas Ekonomi Universitas Jember melalui jalur PMDK, atau Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Jakarta. Namun untuk masuk melalui jalur PMDK, keluarga Dina harus menyediakan uang Rp 6.750.000. Angka yang terbilang besar bagi keluarga itu. “Angka segitu, besar sekali. Kami jelas tidak akan mampu,” ujarnya.
Dia sebenarnya ditawari pihak sekolah untuk mengikuti progam Bidik Misi Departemen Pendidikan Nasional yang menyediakan beasiswa penuh bagi mahasiswa berprestasi dan berasal dari keluarga kurang mampu. Namun Dina dengan terpaksa tidak memilih program itu karena sebenarnya dia ingin kuliah di STAN.
“Kalau saya ikut Bidik Misi, sampai lulus saya harus kuliah di tempat kuliah awal saya. Tetapi dengan ikut PMDK, saya masih bisa ikut tes lain, seperti ikut STAN,” ujar Dina.
Dina memang berharap bisa masuk STAN, selain karena kecintaannya pada akuntansi dan manajemen keuangan, dia juga melihat masa depan lulusan STAN lebih pasti. Apalagi Dina sangat menyadari kondisi keuangan keluarganya.
Andaikata diterima di STAN saja, Dina juga masih coba berpikir keras bagaimana caranya bisa survive. Sebab, meskipun biaya kuliah di sekolah tinggi berikatan dinas itu gratis, namun biaya buku dan kos tetap ditanggung mahasiswa. Padahal, biaya kos di Jakarta ditambah anggaran beli buku, tentu tidak murah.
Dari dua kakak Dina, yang pertama, Doni, kemampuan ekonominya juga terbatas karena sehari-hari hanya bekerja di usaha mebel. Sedangkan kakaknya yang kedua menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Singapura, dan bersuamikan warga negara Malaysia.
Ibunya, Tri Hartini, kini menjadi orangtua tunggal yang harus menghidupi tiga anaknya yang masih sekolah. Dua kakak Dina sudah menikah.
Meski ekonomi pas-pasan, Hartini sangat menekankan pentingnya pendidikan bagi tiga anaknya yang masih sekolah. “Saya ingin tiga anak saya ini bisa sekolah tinggi. Ya saya harap ada donatur yang bisa membantu biaya sekolah anak saya,” ujar Hartini, yang sehari-hari berjualan nasi pecel dan juga menjadi pembantu di rumah tetangganya.
Saat SMA lalu, Dina mempunyai donatur yang membiayai sekolahnya sejak kelas dua. Yayasan Ad-dhuha Jember yang mencarikan donatur untuknya. Sementara dua adiknya mendapat keringanan biaya pendidikan dari sekolah masing-masing.
Meski telah mendapat keringanan biaya sekolah, Hartini tetap harus pontang-panting mencari uang untuk menafkahi tiga anak dan ibu kandung Hartini yang tinggal bersamanya. Dulu, sebelum Dina mendapatkan donatur, Hartini harus menggadaikan barang-barang di rumahnya untuk melunasi SPP Dina agar bisa ikut ujian.
“Ya sekarang juga mau nyari donatur dan semoga ada yang membantu biaya awal kuliah saya. Kalau sudah kuliah, saya akan mencari beasiswa, dan siap kerja sampingan untuk nambah biaya kuliah agar tidak memberatkan ibu,” kata Dina.