Pesawat Jatuh di Bintan
Hotel Nagoya Plaza Kehilangan Tamu Istimewa
Tewasnya teknisi senior pesawat PT SMAC, Hendro Sutanto menyisakan duka mendalam bagi keluarga besar manajemen hotel Nagoya Plaza Batam.
Tidak hanya Hendro yang tewas dalam kecelakaan naas itu, melainkan beberapa rekan-rekan lainnya, Resad Bukalo (copilot), Fadlul Karim (teknisi), Ramli (teknisi), dan Sahrul (teknisi) juga tewas dalam kecelakaan pesawat Cassa di Bintan Sabtu (12/2).
Dalam tragedi yang mengerikan itu, pihak manajemen hotel merasa kehilangan tamu hotel yang dikenal rajin solat subuh berjamaah dan ramah, yakni Hendro Sutanto.
Seperti yang dituturkan oleh Manager of Duty Nagoya Plaza, Mulyadi Hasan, Sabtu (12/2) pukul 22.15 WIB, ia mengatakan bahwa para korban dikenal berperangai bagus. Khusus bagi Hendro, ia paling akrab dengan staf dan karyawan hotel.
"Terus terang kami merasa sangat kehilangan. Saya kaget juga mendengar kabar kecelakaan pesawat. Padahal sebelum kecelakaan merenggut nyawa mereka, kami sempat ngobrol dan diajak untuk solat subuh berjamaah. Bahkan saya sendiri merasa beliau memiliki sosok jiwa kebapakan. Kalau pagi hari mereka berangkat pukul 7.00 WIB dan saying hello kepada kami semua," ujar Mulyadi Hasan saat dijumpai.
Hal senada juga diceritakan oleh salah satu staf front office hotel lainnya, ia menuturkan bahwa para korban tersebut memang tinggal lama (long stay) di Hotel Nagoya Plaza.
Hendro Sutanto sudah hampir tiga bulan menetap di hotel ini. Sedangkan Resad Bukalo, warga Australia ini baru tiga hari. Sementara untuk Fadlul Karim, Ramli, dan Sahrul baru beberapa hari saja menginap di tempat itu.
"Kalau Pak Hendro sudah cukup lama, minimal 25 hari itu sudah kami anggap long stay. Tetapi kalau Pak Resad baru tiga hari, dia baru saja diganti sama rekannya dari Jakarta. Begitu juga dengan pak Fadlul, Ramli, dan Sahrul juga baru beberapa hari saja tinggal di hotel kami. Terus terang kami kaget sekali mendengar kabar jika tamu kita ada yang menjadi korban kecelakaan pesawat," jelasnya.
Dari penuturan Mulyadi Hasan kepada Tribun semalam, sebelum para korban meninggal, mereka tidak memiliki firasat apapun. Yang menjadi nilai plus bagi almarhum, khususnya Hendro selalu rajin bangun pagi hari dan solat subuh berjamaah di masjid Arafah yang lokasinya berada di kawasan hotel. Berbeda dengan keempat rekannya, mereka hanya keluar pagi untuk berangkat kerja dan pulang kerja langsung istirahat di kamar.
Selain solat subuh jamaah, kebiasaan Hendro lebih suka makan di luar hotel sepulang kerja. Kecuali pada saat sarapan pagi (breakfast), kelimanya selalu sarapan bersama-sama di restoran hotel. Kemudian setiap pagi pukul 07.00 WIB mereka sudah dijemput oleh sopir untuk berangkat kerja. Malam harinya pukul 19.00 WIB mereka kembali lagi ke hotel. Rutinitas itu dilakukan sesuai dengan pekerjaan mereka masing-masing.
Saat ditanya apakah para almarhum sering mengobrol di lobi hotel, para karyawan hampir tidak pernah meilhat mereka duduk-duduk di lobi hotel. Menurut Mulyadi, mereka termasuk orang yang sibuk dengan rutinitasnya. Sehingga untuk hal-hal yang bersifat tidak serius hampir tidak pernah dilakukannya. Hal ini menunjukkan bahwa para korban memang memanfaatkan waktu selama di hotel dengan sebaik-baiknya.
"Jarang kami mengobrol lama dengan Pak Hendro, saya yakin beliau cukup sibuk. Paling- paling kalau bertemu hanya saling sapa. Kalau pas waktu subuh beliau selalu mengajak kami untuk solat subuh di masjid," ujar Mulyadi mengakhiri. (tia)