Jumat, 22 Agustus 2025

Ekspedisi Sabuk Merapi

Merapi Kini Tak Sama Lagi

Ekstrim, istilah tepat untuk menggambarkan betapa berubahnya morfologi puncak gunung Merapi seusai erupsi dahsyat Oktober-November 2010.

zoom-inlihat foto Merapi Kini Tak Sama Lagi
Tribun Jogja
Asap Solfatara keluar dari puncak Gunung Merapi

Laporan Wartawan Tribun Jogja, Krisna Sumargo

TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Ekstrim.  Inilah kata paling tepat untuk menggambarkan betapa berubahnya morfologi puncak gunung Merapi seusai erupsi dahsyat Oktober-November 2010.  Letusan eksplosif sepanjang 26 Oktober hingga 5 November 2010 telah menghancurkan hampir semua struktur kubah di puncak.

Kini, terbentang kawah raksasa, jika belum bisa disebut kaldera, berdiameter antara 400-500 meter dengan kedalaman antara 100-150 meter. Sungguh dahsyat menyaksikan dengan mata kepala sendiri akibat letusan eksplosif gunung paling aktif dan berbahaya di Indonesia ini.

Tak kurang 140 juta meter kubik material vulkanik disemburkan dari perut gunung, yang riwayatnya tak pernah bisa dipisahkan dengan sejarah dan kebudayaan Jawa. Letusan Merapi 2010 masuk skala 4 dari 8 Volcano Eruption Index (VEI).

Letusan 2010 juga mengakhiri pola tradisional letusan efusif Merapi, sesuatu yang kerap dihubungkan dengan ilmu titen masyarakat di lereng gunung ini. Ilmu titen yang bertahun-tahun jadi ukuran, bakal mengamuk tidaknya Merapi.

Selama hampir satu abad, pola erupsi Merapi memang selalu ditandai fluktuasi kegempaan, pembentukan kubah lava, munculnya titik api diam, luncuran lava pijar, aliran piroklastik (awan panas) yang warga lereng Merapi menyebutnya "wedhus gembel".

Kali ini, Merapi tak sama lagi. Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Drs Subandriyo MSi, menyebut alam bekerja dengan caranya sendiri. Begitu pula gunung Merapi.

Gelegar letusan yang membuat daratan di Yogyakarta dan Jawa Tengah bergemeletar pada tengah malam 29-30 Oktober 2010 melemparkan gunungan kubah lava 2006 ke udara. Tri Mujiyanto dan Purwono, dua petugas Pos Pengamat Gunung Merapi di Jrakah menjadi saksi hidup kejadian hebat itu.

"Dummmm..semburan di puncak persis nyala kembang api. Pijar api dari lava yang tersembur berjatuhan menyelimuti puncak hingga lereng. Dari Pos Jrakah jelas sekali, tapi kita semua down, gak bisa apa-apa," kenang Tri Mujiyanto alias Pak Kabul, pengamat di Pos Jrakah.

Selain dampak primer luncuran awan panas, hujan pasir/abu, hingga bom lava di kawasan puncak, produk letusan Merapi 2010 menurut Ir Dewi Sri Sayuti dari BPPTK Yogyakarta, telah mengubah secara dramatis morfologi semua sungai yang berhulu di gunung ini.

Perubahan itu terjadi akibat terjangan lahar dingin dalam jumlah yang luar biasa yang terangkut aliran air sepanjang musim hujan 2010/2011. Di sektor barat, hulu Kali Putih menyimpan tak kurang 8,2 juta meter kubik material.

Di hulu Kali Krasak ada sekitar 10,8 juta meter kubik, hulu Kali Gendol tertimbun 24 juta meter kubik, hulu Kali Pabelan tak kurang 20,8 juta meter kubik, dan hulu Kali Woro yang membelah Sleman-Klaten menyimpan potensi 7 juta meter kubik material lahar.

Dari sisi flora fauna, produk letusan Merapi 2010 juga telah menghancurkan kawasan sangat luas di sektor selatan dan tenggara. Gunung Merapi benar-benar telah berubah, tidak sesederhana seperti tahun-tahun dulu lagi.

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan