Minggu, 17 Agustus 2025

Mengintip Komunitas Sufi di Yogyakarta

Fenomena menarik yang berkembang di masyarakat kontemporer, khususnya di kota-kota besar, termasuk Yogyakarta adalah maraknya bentuk wacana spiritual.

Editor: Anwar Sadat Guna
zoom-inlihat foto Mengintip Komunitas Sufi di Yogyakarta
dok pri
Salah satu tarian yang dibawakan anggota Komunitas Sufi

Fenomena menarik yang berkembang di masyarakat kontemporer, khususnya di kota-kota besar, termasuk Yogyakarta adalah maraknya bentuk wacana spiritual. Saat ini masyarakat perkotaan semakin haus dengan spiritualitas.

Banyak dari mereka yang mengikuti tarekat di komunitas sufi. Sufisme memang dapat dijadikan satu cara menjaga kesucian jiwa di tengah masyarakat yang kian diserang oleh gejolak pelepasan hasrat tanpa batas.

TAREKAT sendiri artinya adalah jalan, upaya untuk bersungguh dalam mengamalkan Islam, dan menjadi muslim yang baik. Menurut terminologinya, tarekat berasal dari kata ‘thoriqoh’, bentuk jamak dari ‘thoroiq’ yang berarti ‘jalan’, ‘cara’ atau ‘metode’. Jika dipilah dari sudut keilmuan, Islam memiliki beberapa unsur di antaranya, hukum, astronomi, geologi, kelautan, hati, dan lain sebagainya.

Ilmu mengenai hati disebut tasawuf, ilmu ini bertujuan untuk melatih hati (qalb) agar dapat menjadi manusia yang mulia.

Ada 40 tarekat yang disepakati oleh ulama sebagai tarekat yang ‘mu’tabar’ memiliki jalur keilmuan yang bersambung ke Nabi Muhammad SAW. Tarekat Naqshbandi adalah satu di antara tarekat yang mu'tabar. Nama Naqshbandi diambil dari nama pendiri tarekat ini yaitu Syaikh Bahauddin an Naqsbandi Bukhori, seorang alim yang terlahir di desa Qasrel Arifan, sebuah desa di kawasan Bukhara, Asia Tengah.

Jalur keilmuan tarekat ini bersambung kepada Rasulullah melalui sahabat beliau Sayyidina Abu Bakr as Shiddiq RA.

Tarekat Naqshbandi Haqqani (selanjutnya disebut Haqqani) adalah cabang dari jalur keilmuan Naqsbandi. Setiap tarekat dipimpin oleh Mursyid, yaitu seorang alim yang memegang otoritas untuk membimbing murid.

Mursyid Naqshbandi Haqqani adalah Syaikh Muhammad Nadzim al Qubrusi Haqqani QS. Tokoh sufi ini dilahirkan tahun 1922 di Larnaca, Cyprus dan saat ini menetap di Cyprus.

Murid Syaikh Nadzim tersebar di banyak belahan dunia seperti Inggris, Amerika, Australia, Timur Tengah, Amerika Latin, Asia dan lainnya. Haqqani masuk ke Indonesia pada tahun 1997 melalui kunjungan khalifah (wakil) Syaikh Nadzim yang bernama Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani.
Semenjak itu, tarekat ini berkembang hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Saat ini tercatat 89 zawiyah (pusat kegiatan tarekat) di Indonesia. Satu di antara tokoh yang menyebarkan tarekat ini adalah Syaikh Mustafa Mas'ud Haqqani, ulama yang lahir dan dibesarkan di lingkungan pondok pesantren di Jombang.

Zawiyah Haqqani Yogyakarta berdiri sejak 2006 lalu atas prakarsa seorang bernama Satrio Nugroho, dan diresmikan oleh Syaikh Mustafa Mas'ud Haqqani. Sebelumnya zawiyah bertempat di kawasan Sardonoharjo, Sleman, dan kemudian pindah ke daerah Maguwoharjo, Sleman di kediaman Muhammad Darul Trimadyanto.

Menurut Joko Sulistio, pegiat tarekat ini, Zawiyah merupakan tempat yang digunakan oleh murid-murid untuk berkumpul. Mereka berkumpul dalam sebuah kebersamaan dalam rangka bersungguh menjalani Islam melalui tarekat.

“Jadi keberadaan zawiyah menjadi hal yang penting, ini juga yang menggerakan hati Pak Satrio untuk menyediakan rumah tinggalnya sebagai zawiyah,” ucap Joko kepada Tribun Jogja beberapa waktu lalu.

Joko berujar bahwa tidak ada informasi yang valid tentang jumlah persis dari jamaah Haqqani di Yogyakarta. Menurutnya, jamaah tarekat ini berasal dari latar belakang yang sangat beragam, mulai dari ekonomi lemah, kuat, pendidikan formal, tinggi, rendah, yang masih lajang, sudah menikah, orang tua, anak muda, dan sebagainya.

“Tapi memang yang terbanyak dari kalangan akademisi, mahasiswa, dan dosen, sebagaimana terciri dari gelar Yogyakarta kota pendidikan,” tambah pria yang juga aktif sebagai dosen di UII ini.

Karena latar belakangnya yang beragam, maka tujuan para jamaah pun awalnya beragam. “Allah dan Rasul-Nya memanggil kita dengan banyak cara dan sebab, namun setelah berjalan beberapa saat, jamaah memiliki tujuan yang lebih kurang sama, yaitu bersungguh dalam Islam,” jelas Joko.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan