Liputan Khusus Aceh
Pemerintah Pernah Membuat Peraturan yang Mematikan Ekonomi Aceh
Ketua Apindo HM Dahlan Sulaiman SE (70) mengatakan, dirinya meyakini lebih dari 80 persen uang Aceh dibelanjakan ke luar Aceh,
TRIBUNNEWS.COM - KETUA DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) HM Dahlan Sulaiman SE (70) mengatakan, dirinya meyakini lebih dari 80 persen uang Aceh dibelanjakan ke luar Aceh, khususnya ke Sumatera Utara. Dahlan juga sependapat bahwa ini adalah persoalan klasik.
Dalam diskusi panjang dengan Serambi di kantornya, kawasan Simpang Lima, Banda Aceh, pekan lalu, Dahlan menjelaskan sejarah pembangunan ekonomi Aceh sejak zaman Presiden Soekarno, Soeharto, dan masa reformasi.
Dahlan juga menguraikan sejumlah penyebab mengapa uang di Aceh hanya sekadar transit.
Pertama, puluhan tahun silam atau pada akhir masa orde lama, kata dia, pemerintah pusat pernah membuat kebijakan yang mematikan ekonomi Aceh. Pusat menetapkan Medan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi.
Beberapa pelabuhan di Aceh pun ditutup kala itu. Aceh dilarang mengekspor sejumlah komoditi dan produk, mulai dari ternak hidup, karet mentah, bahkan kedelai.
“Sebelumnya sudah ada tujuh pelabuhan yang bisa ekspor langsung ke Pulau Pinang dan Singapura, seperti Kuala Langsa, Malahayati, dan Sabang, tapi ditutup dengan kebijakan itu,” kata Dahlan.
Untuk minyak atsiri pun, yang kala itu Aceh punya kualitas terbaik dunia, harus melalui Belawan, baru dibolehkan diekspor.
Sejalan dengan kebijakan itu, selama puluhan tahun Belawan tumbuh dengan pesatnya, sementara Aceh terus tenggelam. Beberapa eksportir Aceh pindah ke Medan.
Di sanalah dibuka kantor pusat. Kebijakan ini kemudian dicabut dengan sendirinya belasan tahun kemudian setelah keluar kebijakan baru.
“Memang peraturan ini dicabut kemudian, tetapi untuk mengembalikan Aceh ke kondisi semula bukanlah hal yang mudah,” kata Dahlan.
Kedua, lanjut Dahlan, jumlah penduduk Aceh hanya sedikit, sekira 5 juta jiwa. Di mana-mana, perusahaan cenderung membuat pabrik di kawasan yang dekat dengan pasar yang besar.
Itu sebab pengusaha cenderung membuat pabrik di Pulau Jawa atau Sumatera Utara.
Letak Aceh dari segi pembangunan ekonomi diakuinya memang tidak menguntungkan. Dahlan mengaku dirinya kurang setuju kalau Aceh disebut sebagai kawasan yang sangat strategis untuk pembangunan ekonomi.
“Kalau ada yang menyebut demikian, istilah kita itu peuleumak gulee keudroe,” kata Ketua Kadin Aceh periode 1996-2003 ini.
Meskipun sudah berlangsung dalam jangka waktu lama, Dahlan mengaku belum terlambat jika Pemerintah Aceh berniat memperkuat ekonomi masyarakat Aceh, tentu harus dengan kebijakan pula.