Kamis, 7 Agustus 2025

Bahasa Daerah Minahasa Terancam Punah

Hasil penelitian menunjukan Minahasa Raya masuk wilayah danger linguistik (bahasa daerahnya terancam punah).

Editor: Dewi Agustina

TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Hasil penelitian menunjukan Minahasa Raya masuk wilayah danger linguistik (bahasa daerahnya terancam punah).

Tengok saja Desa Woloan, Kota Tomohon. Desa ini dulunya dikenal sebagai "kampung bahasa Tombulu", kini mulai pudar. Para remaja di sana mengaku hanya mengerti jika mendengar saja, tapi untuk berucap sangatlah sulit.

"Karena sudah kurang diajarkan dan ditularkan oleh orangtua juga di sekolah maka saya hanya mengerti jika mendengar ada orang lain berbahasa Tombulu, tapi untuk bertutur dan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa ini sangatlah sulit. Artinya, hanya pasif saja," ujar Levis Motulo warga Lingkungan III, warga Woloan I, Kecamatan Tomohon Utara, Selasa (4/11/2014).

Saat dijumpai Tribun Manado (Tribunnews.com Network), remaja 14 tahun yang kini duduk di kelas III SMP Kristen Woloan sedang asyik duduk di atas sebuah rumah panggung. Ia tak sendirian, tapi ditemani oleh Brain Kambey, rekan sejawatnya yang tinggal di Woloan I, Lingkungan VIII. Keduanya saat berbincang, tak menggunakan bahasa Tombulu, tapi bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia, berdialeg Manado.

Karena tak fasih berbahasa Tombulu, keduanya mengaku hanya menghafal sejumlah kata saja, misalnya mengajak seseorang untuk makan atau minum karena sering diperdengarkan oleh orangtua ketika berada di rumah, atau memanggil mereka makan.

"Kalau untuk memanggil orang makan dalam bahasa Tombulu saya bisa, yakni dengan bertutur maimo kuman, dan untuk minum yakni maimo melep. Kata-kata seperti itu saja yang saya hafal, karena lebih gampang diucapkan, yang lainnya sulit," kata Levis.

James Kojongian (44), warga Woloan lainnya mengakui penggunaan bahasa Tombulu di daerahnya kini mulai berkurang. Tak seperti di zamannya, yang begitu kental terdengar di mana-mana.

"Saya dulu masih remaja (sekitar 1985), sudah sangat aktif berbahasa Tombulu dengan teman-teman lainnya. Tapi, kini sudah jarang terdengar lagi," sesalnya.

Di Kakaskasen, Kecamatan Tomohon Utara tambah Piet Pungus (62), penggunaan bahasa Tombulu sebagai bahasa asli daerah juga sudah sangat berkurang. Yang menguasai dan bisa bercakap secara aktif, bisa dihitung dengan jari.

"Saya khawatir, jika tak dilestarikan dari sekarang, bahasa Tombulu nantinya tinggal menjadi kenangan. Makanya diperlukan peran serta semua elemen, baik masyarakat, gereja, dan pemerintah untuk bergerak mengajar anak cucu kita untuk berbahasa Tombulu," tegasnya.

Untuk melestarikan bahasa Tombulu, di Jemaat Pniel Kakaskasen kata dia juga dibiasakan untuk ibadah menggunakan bahasa Tombulu, sehingga anak-anak yang belum paham, bisa mengerti.

Sonny Saruan, Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Tomohon menegaskan di 64 sekolah dasar di daerah ini, kini diajarkan bahasa daerah dalam pelajaran muatan lokal.

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan