Sumarni Kaget Terapisnya Beri Layanan 'Begituan' Bertarif Rp 250 Ribu
Sumarni, pengelola pijat tradisonal hanya mematok tarif Rp 90 ribu, ia hanya mengutip Rp 15 ribu sisanya untuk terapis
Editor:
Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Sudah menjadi rahasia umum panti pijat tradisional (pitrad), apalagi spa digunakan sebagai lokasi bisnis prostitusi.
Para terapis memang tidak langsung memberi layanan plus kepada pelanggan yang datang ke pitrad.
Seperti, yang dilakukan terapis di kawasan Gubeng.
Pelanggan pitrad, sebut saja Priyo mengaku, awalnya tidak tahu bila pitrad yang dikunjungi melayani esek-esek. Ia baru mengetahui setelah datang kedua kalinya.
"Pelayanan datang pertama memang tidak berbeda dengan saat datang kedua kalinya," kata Priyo, Kamis (15/9/2016).
Pelanggan langsung diminta buka baju dan celana setelah masuk bilik pelayanan.
Pelanggan yang baru pertama datang hanya mendapat pelayanan pijat, dan tidak ditawari layanan plus.
Namun, yang sudah datang dua kali, baru ditawari layanan plus.
Biasanya terapis menawari layanan plus setelah memijat sekitar 30 menit.
Pelanggan hanya bayar Rp 175.000 untuk jasa pijat.
"Pelanggan harus bayar Rp 350.000 bila setuju mendapat layanan plus. Pembayaran tidak langsung ke kasir, tetapi melalui terapis," katanya.
Pola pembayaran seperti itu tidak berlaku di spa. Pelanggan langsung bayar ke kasir.
Priyo mencontohkan, layanan spa di Genteng. Spa ini tidak memberi layanan sampai persetubuhan.
Pelanggan hanya diberi layanan yang biasa disebut HJ (hand job).
Layanan ini hanya sebagai bonus.