Kamis, 2 Oktober 2025

Sembilan Alasan Kebijakan Sekolah Lima Hari Harus Ditolak

Sembilan alasan kebijakan belajar mengajar lima hari dan akan diberlakukan pada tahun ajaran 2017/2018 harus dicabut.

Editor: Y Gustaman
youtube
Belajar di kolong rumah panggung. 

Semisal, anak yang memiliki keunggulan bidang seni, budaya, olahraga, tentu harus ikut kegiatan les sore hari. Saat ini tentu tidak mungkin bisa mengikutinya.

"Termasuk dunia sosial anak dengan sesame umurnya juga hilang. Maka, negara telah melanggar hak asasi anak untuk mengembangkan psikomotorik dan afektif calon generasi bangsa," tandas dia.

Ketujuh, aspek geografis. Untuk sekolah di daerah pegunungan masih sulit terakses angkutan umum, hal ini banyak yang dikeluhkan masyarakat, terlebih untuk anak perempuan di malam hari.

Kedelapan, aspek mental spiritual. Di Jateng terdapat 10.127 madrasah diniyah (madin) dan TPQ, padahal 90 persen siswanya adalah anak usia SD dan SMP. Madin dan TPQ biasanya masuk pukul 14.00, jika sekolah diberlakukan sampai sore maka praktis mereka tak bisa mengikutinya.

"Ini secara tak langsung negara telah melakukan upaya penghilangan cita-cita nawacita revolusi mental itu sendiri," ungkapnya.

Kesembilan, aspek ketahanan keluarga. Siswa yang berasal dari keluarga tak mampu, biasanya usai pulang sekolah selalu membantu orangtua, ada yang menjadi buruh tani, berdagang, nelayan, dan sebagainya. Komisi E juga sering mendapat masukan dari para kepala desa di Jateng.

"Kan, anak Indonesia tidak semua orangtuanya PNS. Banyak sekeluarga harus berjuang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, apa negara tega dengan kondisi ini? Prinsipnya, madlorotnya lebih banyak dari manfaatnya," sambung dia.

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved