Selasa, 12 Agustus 2025

Nyadran di Makam Sewu Bantul, Tradisi Budaya yang Didasari Tuntunan Agama

Terlihat hadir di Pendopo Makam Sewu, Wakil Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih. Ia mengenakan kopiah hitam dan pakaian hijau linmas

Editor: Sugiyarto
Tribun Jogja/ Ahmad Syarifudin
Warga berebut gunungan hasil bumi dari tradisi nyadran makam sewu di Desa Wijirejo, Pandak, Bantul, Senin(7/5/2018). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ahmad Syarifudin

TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Selain masyarakat yang tumpah memadati area sekitar Makam Sewu, Wijirejo, Pandak, pada Senin (7/5/2018) sore, turut hadir pula dalam tradisi nyadran ini sejumlah pejabat dari Pemerintah Kabupaten Bantul.

Terlihat hadir di Pendopo Makam Sewu, Wakil Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih. Ia mengenakan kopiah hitam dan pakaian hijau linmas,  Kepala Dinas Kebudayaan, Sunarto dan Camat Pandak, Sri Kayatun.

Dalam sambutan atas nama pemerintah Kabupaten Bantul, Abdul Halim mengutarakan rasa bangga terhadap masyarakat Wijirejo dan sekitarnya yang telah melestarikan kebudayaan yang baik.

Menurutnya, tradisi Nyadran Makam Sewu merupakan kebudayaan yang mengajarkan nilai-nilai agama untuk berbakti kepada orang tua dan para leluhur.

"Para leluhur dan orang tua itu telah banyak memberi kebaikan dan kemanfaatan kepada kita semua dan para anak cucunya. Oleh sebab itu, kebudayaan nyadran Makam Sewu ini baik dan harus tetap dilestarikan," tuturnya dalam bahasa Jawa.

Ia mengungkapkan, Pemerintah Kabupaten Bantul memiliki cita-cita dan arah tujuan yang mulia membawa masyarakat Bantul menjadi masyarakat yang harmonis.

Guyup rukun dan memiliki kebudayaan adiluhung yang istimewa.

Satu di antara kebudayaan adiluhung, adalah tradisi Nyadran Makam Sewu yang dinilainya merupakan tradisi yang mulia.

Tradisi yang berpegang pada tuntutan agama.

"Pemerintah Kabupaten Bantul syukur dan bangga masyarakat Wijirejo dan sekitarnya terus melestarikan budaya religius nyadran Makam Sewu. Kebudayaan yang didasari oleh tuntutan agama itu tradisi yang baik," ungkapnya.

Diceritakan sebelumnya, Tradisi nyadran makam sewu ini diawali dengan membaca ayat-ayat suci Alquran dan tahlil di Makam Sewu.

Puncak acara tradisi nyadran ini dengan kirab jodhang (berisi uborampe kenduri) yang diarak dari Balai Desa Wijirejo menuju Pendopo Makam Sewu yang dilakukan oleh bregada berpakaian prajurit.

Dalam kirab ini diarak pula enam gunungan yang berisi hasil bumi. Di belakang kirab gunungan, aneka kesenian ditampilkan.

Setiap jalan yang dilalui kirab tampak penuh sesak dipadati oleh masyarakat.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan