Merujuk Pada Survei, Pemkot Bogor Pilih Opsi PSBMK Ketimbang PSBB
Wabah Covid-19 makin berkembang Pemerintah Kota Bogor memutuskan, memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Mikro dan Komunitas (PSBMK)
Editor:
Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Wabah Covid-19 berkembang sangat dinamis. Kondisinya berubah cepat dari waktu ke waktu. Jumlah warga tertular terus bertambah. Itu pun terjadi di Kota Bogor.
Awal September lalu, Kota Bogor sempat dinyatakan sebagai zona oranye, setelah sebelumnya dinyatakan zona merah. Tetapi memasuki minggu ketiga September, kembali dinyatakan sebagai zona merah.
Menyikapi kondisi tersebut, Pemerintah Kota Bogor memutuskan, memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Mikro dan Komunitas (PSBMK), mulai 14 September 2020.
Wali Kota Bogor, Bima Arya mengumumkanya usai memimpin rapat bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah dan stakeholder lain.
“Melihat perkembangan yang ada, baik di dalam Kota Bogor maupun kebijakan Pemerintah DKI Jakarta, kami memutuskan untuk melanjutkan PSBMK hingga 29 September 2020,” katanya.
"Kami akan maksimalkan penguatan protokol kesehatan secara kolaboratif dengan berbagai pihak serta penguatan di wilayah. Sepertinya pertarungan ini akan panjang, karenanya kita harus berkolaborasi agar memiliki strategi yang baik, itu kuncinya," ujar Bima Arya usai rapat Evaluasi PSBMK di Taman Ekspresi Sempur.
Pemilihan model PSBMK juga merujuk pada hasil survei Persepsi Risiko Covid-19. Survei yang diselenggarakan pertengahan Agustus sampai awal September lalu, merupakan kerjasama Pemerintah Kota Bogor dengan Nanyang Technological University (NTU), Singapura.
“Hasil survei menguatkan landasan Pemerintah Kota Bogor untuk menerapkan secara maksimal PSBMK dan tidak memilih PSBB,” ungkap Bima.
Salah satu hasil survei mengungkapkan, sebanyak 64 persen responden menyatakan sangat kecil dan kecil kemungkinan mereka bisa terkena covid-19.
Ini bisa diartikan, banyak warga merasa aman dan juga menganggap enteng. Mereka yang menyatakan itu sebagian besar berusia antara 36 – 45 tahun.
"Bisa jadi mereka yang merasa aman karena persepsinya yang bergantung pada pengalaman, mereka belum pernah melihat teman, keluarga atau orang di lingkungannya terpapar Covid-19. Ini yang menjadi masalah," ujar Prof. Sulfikar Amir yang memaparkan hasil riset.
Apalagi ada juga sikap yang terungkap dari 13 persen total responden yang menyatakan rela tertular Covid-19 asal penghasilan mereka tidak terganggu.
Hasil riset yang melibatkan 21.544 responden itu menyadarkan jajaran Pemerintah Kota Bogor tentang kelemahan selama ini. Terutama dalam memberikan sosialisasi dan pengawasan.
Itu sebabnya di dalam penerapan PSBMK kali ini ada dua satuan tugas yang dibentuk untuk melakukan edukasi dan pengawasan.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di bawah pimpinan Wakil Wali Kota Bogor, Dedie Rachim akan membangun kolaborasi dengan membentuk unit edukasi dan unit pengawasan.