Senin, 18 Agustus 2025

Erupsi Gunung Merapi

UPDATE Gunung Merapi: Pemekaran Puncak 4 Meter, Migrasi Magma Semakin Dekat Menuju Permukaan

Sudah terjadi pemekaran puncak sebesar sekitar 4 meter. Data pemantauan menunjukkan migrasi magma dari dalam sudah semakin dekat menuju permukaan.

Editor: Dewi Agustina
Tribun Jogja/Setya Krisna Sumargo
Penampakan Gunung Merapi Desa Candibinangun, Pakem dan Desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Sabtu (28/11/2020). 

"Pemantauan dengan menggunakan drone telah dilakukan secara intensif sejak menjelang erupsi tahun 2018 hingga saat ini dengan periode setiap 1 minggu," terang Agus.

Gunung Merapi dari giat pemantauan Merapi melalui udara menggunakan Helikopter @BNPB_Indonesia. Berangkat dari Base Ops @_TNIAU Adisutjipto, Jumat (27/11/2020) pukul 07.32 WIB dan mendarat pukul 09.26 WIB
Gunung Merapi dari giat pemantauan Merapi melalui udara menggunakan Helikopter @BNPB_Indonesia. Berangkat dari Base Ops @_TNIAU Adisutjipto, Jumat (27/11/2020) pukul 07.32 WIB dan mendarat pukul 09.26 WIB (Twitter @TRCBPBDDIY)

Metode pemantauan visual lain yang telah diterapkan adalah melalui satelit. Prinsipnya sama dengan metode drone di mana kita mendapatkan data foto objek dari atas.

Data dapat diperoleh tergantung jadwal pengambilan data oleh satelit, sehingga bisa lebih rutin. Seperti pada metode drone, dengan menggunakan satelit, pengamat tidak perlu mengakses daerah-daerah yang berbahaya.

Resolusi foto satelit saat ini dapat mencapai orde centimeter, sehingga sangat cukup untuk keperluan analisis morfologi.

Terlihat Rekahan di Kawah

"Pada akhir-akhir ini terjadi pembentukan crack atau rekahan di kawah atau kubah lava paska 2010 dan 2018. Kemudian juga menunjukkan aktivitas guguran yang intensif," tutur Agus saat menerangkan hasil analisis foto satelit terbaru.

Agus menambahkan, perkembangan rekahan dan aktivitas guguran menunjukkan bahwa magma sudah sangat dekat di permukaan, sehingga kita menunggu kapan magma ini membentuk kubah di permukaan.

Metode lain yang dapat diterapkan untuk data satelit citra radar adalah Interferometric Synthetic-Aperture Radar (InSAR).

Baca juga: BPPTKG Melihat Adanya Potensi Guguran Erupsi Gunung Merapi ke Arah Hulu Kali Senowo dan Kali Lamat

Metode ini memberikan gambaran deformasi secara 3 dimensi dari perubahan fase gelombang radar yang dipancarkan ke obyek dan kembali ke satelit. Prinsip kerjanya mirip seperti metode Electronic Distance Measurements (EDM), namun dengan jumlah sinar yang jauh lebih banyak.

Kekurangan dari metode InSAR adalah resolusi yang tidak terlalu tinggi sehingga agak sulit untuk mendapatkan resolusi orde sentimeter pada deformasi di gunung api. Berbeda dengan metode EDM yang bisa mencapai orde milimeter meskipun hanya diukur dari 1 titik.

"Metode InSAR ini berguna jika ada suplai magma yang besar, sehingga orde deformasinya mampu terekam oleh satelit," jelas Agus.

Pendakian ke Puncak tidak Dibenarkan

Menyinggung tentang misi pendakian ke puncak Gunung Merapi, Agus menegaskan, metode visual sudah cukup memadai sehingga tidak diperlukan misi ke puncak yang sangat berbahaya.

"Kejadian kemarin, ada teman kita yang mendaki ke puncak, itu tidak bisa dibenarkan karena dapat membahayakan diri sendiri," ujarnya.

Hal ini diperkuat dengan kejadian pada Minggu (22/11/2020) lalu saat terjadi guguran dinding kawah di Lava 1954 yang disebut sebagai kejadian luar biasa karena volume yang runtuh cukup besar dan kejadian tersebut merubah morfologi puncak.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan