Pembunuhan Berantai di Bogor
Kata Ahli soal Pembunuh Berantai di Bogor, Sudah Kehilangan Fungsi Otak hingga Mirip Skizofrenia
Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menanggapi soal pembunuh berantai di Bogor, ungkap sudah kehilangan fungsi otak.
Penulis:
Inza Maliana
Editor:
Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menanggapi soal hebohnya kasus pembunuhan berantai di Bogor yang terungkap baru-baru ini.
Dari hasil pengembangan polisi diketahui, pembunuh bernama Rian ini merupakan pecandu obat-obatan terlarang.
Menurut Reza, tindakan keji yang dilakukan Rian erat kaitannya dengan obat terlarang yang ia konsumsi.
Bahkan, lanjut Reza, obat terlarang itu telah membuat fungsi otaknya rusak hingga perilakunya mirip dengan pengidap skizofrenia.
Baca juga: Sosok Rian Pembunuh Siswi SMA & Janda di Bogor, Seorang Pemakai Narkoba hingga Ngaku Benci Wanita
"Pelaku pakai methamphetamine, ya. 'wajar'-lah kalau perilakunya menjadi sangat agresif. Lima puluh kali lebih dahsyat daripada kokain."
"Di samping memunculkan perasaan gembira (euforia) meluap-luap, meth juga merusak kimia dan fungsi otak."
"Bahkan bisa sampai memunculkan sifat paranoid yang ekstrem, juga perilaku mirip skizofrenia," kata Reza dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Jumat (12/3/2021).

Reza menjelaskan, jenis obat yang dikonsumsi oleh Rian, merupakan obat yang kuat dengan aksi pembunuhan.
Menurutnya, orang yang mengonsumsi methamphetamine memiliki rasa ingin membunuh lebih tinggi dibanding pecandu biasa.
"Meth adalah satu-satunya obat yang memiliki hubungan sangat kuat dengan aksi pembunuhan. Pecandu meth punya risiko membunuh sembilan kali lebih tinggi daripada bukan pemakai," katanya.
Untuk itu, Reza menegaskan, perbuatan pelaku yang membunuh dan juga pecandu narkoba benar-benar mengkhawatirkan.
Baca juga: Pola Pembunuhan Berantai di Bogor: Pelaku Ajak Kencan Korban di Hotel, Mayat Dibungkus di Ransel
"Pembunuh itu jelek. Pecandu juga jelek. Jika digabung, pembunuh sekaligus pecandu memunculkan sosok penjahat jelek sempurna."
"Tapi karena meth merusak otak, maka boleh jadi pembunuh tidak punya intensi dan kesadaran untuk membunuh," ujarnya.
Kendati demikian, Reza menuturkan, pembunuh dengan pengaruh methamphetamine tidak memberikan dampak apapun bagi ancaman pidananya.

Reza juga menyoroti seberapa berpengaruhnya penggunaan obat terlarang itu kepada hukumannya.
"Dengan gambaran sedemikian rupa pertanyaannya adalah apakah kondisi di bawah meth akan memberatkan atau justru tidak berdampak apa pun terhadap ancaman pidana bagi yang bersangkutan?"
"Dengan kata lain, membunuh saat berada di bawah efek meth tetap salah. Harus dihukum. Tapi tidak-serta pembunuh dengan kondisi seperti itu dapat dikenai pemberatan pidana," ujarnya.
Menurut Reza, penyelidikan polisi tentang tentang motif pelaku untuk membunuh korbannya harus didalami dengan penuh kehati-hatian.
Baca juga: Pembunuhan Berantai Dua Wanita di Bogor, Ini Pengakuan Pelaku saat Eksekusi Korban
Terlebih, jika ditemukan ternyata pelaku sudah tidak mengonsumsi obat-obatan terlarang .
"Apalagi jika pelaku diketahui sudah tidak lagi mengonsumsi meth. Namun dia bisa saja tetap melakukan kekerasan sebagai dampak kerusakan otaknya."
"Pada titik itu, pembunuhan yang dilakukan oleh orang yang otaknya rusak akibat meth tampaknya tak bisa disikapi laiknya pembunuhan yang dilakukan oleh orang tanpa kerusakan otak," pungkasnya.
Perjalanan Kasus Pembunuhan Berantai di Bogor
Sebelumnya diberitakan, Polisi akhirnya bisa mengungkap kasus pembunuhan berantai di Kota Bogor, Jawa Barat.
Rian (21), diketahui sebagai pelaku pembunuhan berantai di Bogor, Jawa Barat.
Kasus ini bermula saat ditemukan dua mayat perempuan di lokasi yang berbeda.
Pertama siswi SMA asal Cibungbulang berinisial DP yang tewas terbungkus plastik di Jalan Raya Cilebut pada 25 Februari 2021 lalu.
Baca juga: Selain Rian Bogor, Ini 6 Pembunuh Berantai yang Pernah Hebohkan Indonesia
Kedua adalah seorang janda beranak satu berinisial EL yang mayatnya ditemukan di wilayah Pasir Angin, Kabupaten Bogor.
Belakangan diketahui kedua penemuan mayat ini memiliki keterkaitan setelah ditangkapnya pria bernama Rian (21).
Pria bernama lengkap Muhamad Rian alias MRI merupakan pelaku dari pembunuhan dua wanita tersebut.

Rian sendiri berhasil diringkus polisi di tempat persembunyiannya di wilayah Depok pada Rabu (10/3/2021).
Pengungkapan kasus ini berhasil diungkap oleh tim gabungan dari Reserse Polresta Bogor Kota dibantu oleh Direktorat Reskrimum Polda Jawa Barat.
Dari hasil pengungkapan tersebut, polisi mengungkap sosok tersangka adalah seorang pedagang.
Sehari-harinya Rian menjalani rutinitas menjual berbagai barang dagangan melalui online.
Baca juga: Terungkap, Ini Pola dan Modus Si Pembunuh Berantai di Bogor: Cara Jerat Korban hingga Waktu Beraksi
Mulai dari barang elektronik hingga perlengkapan handphone dan barang fashion lainnya.
"Iya pekerjaan dari pelaku ini adalah jual beli online, iya jual beli online," kata Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro, dikutip dari TribunnewsBogor.com.
Meski demikian pihaknya tidak merinci platform apa yang digunakan rian untuk jual beli online.
Pencarian pelaku pembunuhan dua perempuan di Bogor ini pun sempat menyulitkan pihak kepolisian.
Pasalnya dari data yang dimiliki polisi, keberadaan Rian berpindah-pindah tempat.

Bahkan polisi sampai mencari ke wilayah Indramayu, Cirebon dan wilayah Jakarta.
"Pelaku MRI ditangkap di Depok setelah tim melakukan berbagai observasi di berbagai lokasi Jakarta Selatan sampai di Indramayu juga di daerah tempat-tempat lain yang kita duga sebagai persembunyian daripada pelaku tersebut," ujarnya Susatyo.
Dari hasil pengungkapan dan pengembangan juga polisi mendapati bahwa saat ditangkap, Rian sang pembunuh serial killer merupakan pecandu narkotika.
"Iya hasil tes urine ternyata yang bersangkutan tersangka juga positif narkotika," imbuh Susatyo.
Susatyo mengatakan, bahwa pelaku dijerat dengan pasal berlapis dengan ancaman hukuman mati.
"Kami menerapkan pasal berlapis baik itu dengan menggunakan pasal undang undang perlindungan anak karena korban masih berusia 17 tahun kemudian kami lapis dengan pembunuhan berencana kami juga melapis dengan pembunuhan biasa dengan ancaman hukuman mati atau serendahnya 15 tahun penjajara," ujarnya.
(Tribunnews.com/Maliana, TribunnewsBogor.com/Lingga Arvian Nugroho)