Wawancara Eksklusif
Ini Pengalaman Anak Blasteran Bule – Jawa, Sarat dengann Tragikomedi
Menjadi blasteran bule - Jawa itu sarat dengan tragikomedi. Mulai dianggap pinter sampai ayah yang bule beristri dua.
Editor:
cecep burdansyah
Setelah itu, saya di-DM (direct message), dan ditanya bagaimana bila tulisan saya itu dibikin buku.
Tapi, beliau bilang untuk tunggu, karena keputusannya akan lebih dulu dibahas dalam rapat.
Februari lalu, saya kemudian mendapat kabar kalau rencana tersebut di-acc, terus dari situlah awal buku Ich Komme aus Sewon ini dibuat
Menceritakan tentang apa sih buku Ich Komme aus Sewon ini?
Mirip dengan tulisan-tulisan saya yang sebelumnya ada di Mojok.co. Bicara tentang stereotip yang dialami keluarga pernikahan campuran di Indonesia, ya, anak blasteran.
Apa stereotip yang paling sering kamu rasakan selama ini?
Misal ketika saya bersekolah dulu, kebanyakan berpikir kalau 'bule' itu pasti bisa berbahasa Inggris gitu.
Jadi tiap kali nilai Bahasa Inggris saya jelek, saya diejek-ejek seperti itu. "Kowe kan londo, mosok ora iso bahasa Inggris," seperti itu.
Tetapi ketika nilai saya bagus, mereka katakan kalau itu kan hal yang wajar karena bapak saya bule.
Kemudian saya benar-benar belajar di situ. Toh bapakku itu orang Austria. Austria itu pakai bahasa Jerman bukan pakai bahasa Inggris.
Ada privilese yang kamu rasakan sebagai anak blasteran?
Mungkin privilese baru saya rasakan ketika baru lulus SMA. Misal ketika berada di kampus, lebih mudah mendapatkan teman dan berbaur.
Selebihnya saya tidak merasakan privilese apa-apa. Biasa saja.
Stereotyping yang banyak ada di sini adalah orang melihat saudara kita ras kaukasoid memiliki sesuatu yang lebih. Apakah itu juga kamu rasakan?
Sempat merasakan juga sih, kebanyakan waktu masih zaman-zaman sekolah.