Kisah Solehuddin Bersama Anak-anaknya Tinggal Nomaden: dari Emperen Toko hingga di Pos Kamling
Di dalam Poskamling tak ada kasur empuk, yang ada hanya tumpukan baju, makanan ringan maupun beras.
Editor:
Erik S
Untuk memenuhi kebutuhannya, dia bekerja serabutan. Seperti membuat layang-layang untuk dijual hingga membantu tukang bengkel.
“Kadang anak saya ikut kalau bekerja,” tutur dia.
Ketika tinggal di Pakusari, kedua anaknya sempat sekolah. Namun karena sudah sering berpindah-pindah, akhirnya sekolah mereka sudah tidak jelas.
”Apalagi sekarang daring, sudah lama tidak belajar,” tutur dia.
Bercita-cita menjadi dokter
Zahra Fitriani (9), bocah yang tinggal di Poskamling mengaku memiliki cita-cita ingin menjadi dokter.
Sedangkan saudaranya, Putri ingin menjadi pesilat. Namun, keduanya tidak bisa belajar dan tidur dengan nyaman. Sebab tempat yang mereka tinggali kini sangat terbatas.
“Kalau saya ingin jadi dokter,” kata dia.
Baca juga: Ajak Dua Anaknya, Wanita Muda di Jember Gerebek Suami yang Selingkuh di Kamar Kos
Dua bocah itu juga tak bisa berbuat banyak. Sebab, mereka tak memiliki buku untuk belajar.
Selain ikut sang ayah bekerja, mereka juga kerap bermain dengan teman-teman di sekitar lokasi Poskamling.
Pengakuan warga
Sementara itu, Anang Bahtiar Dwi Utomo, warga setempat mengatakan, M Solehuddin juga sempat menumpang tinggal di rumah warga di dekat rumahnya.
Namun karena rumah itu sudah dibangun, akhirnya Solehuddin pindah ke Poskamling yang tidak dipakai tersebut.
“Dia izin pada pemilik tanah, ternyata diperbolehkan,” tutur dia. Setiap harinya, Solehuddin bekerja sebagai buruh kasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dia mengatakan, kedua anak Solehuddin tidak sekolah karena keterbatasan biaya. Untuk itu, dia berharap kondisi keluarga tersebut mendapat perhatian dari pemerintah.