Penjara di Rumah Bupati Langkat
Sosok Dewa Peranginangin, Anak Bupati Langkat Diduga Siksa Tahanan di Kerangkeng sang Ayah, Kader PP
Berikut ini sosok Dewa Peranginangin, putra Bupati Langkat nonaktif yang diduga ikut menyiksa tahanan di kerangkeng manusia milik sang ayah.
Penulis:
Pravitri Retno Widyastuti
Editor:
Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Inilah sosok Dewa Peranginangin, putra Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin yang diduga terlibat penyiksaan di kerangkeng manusia milik sang ayah.
Dugaan ini muncul usai Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melakukan pemeriksaan dan menemui ada empat korban mengalami jari tangan putus.
Keempatnya diketahui merupakan korban Dewa.
“Iya, DW atau DP (Inisial anak Terbit),” kata Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi, pada Kompas.com, Selasa (15/3/2022).
Lantas, siapakah sosok Dewa Peranginangin?

Baca juga: Soal Kerangkeng Manusia, LPSK Ungkap Sosok Anak Bupati Langkat yang Disebut Punya Senjata Api
Mengutip Wikipedia, ia adalah anak pertama Terbit Rencana dari dua bersaudara.
Dewa memiliki saudara perempuan bernama Ayu Jelita br Peranginangin.
Menurut Edwin, Dewa menjabat sebagai Wakil Ketua dalam struktur pengurusan kerangkeng manusia.
Sementara, Terbit Rencana sebagai Ketua.
Saat ini, Dewa tengah menduduki jabatan sebagai Ketua Satuan Pelajar dan Mahasiswa (SAPMA) Pemuda Pancasila (PP) Kabupaten Langkat periode 2017-2022, sebagaimana diberitakan Tribun-Medan.com.
Ia juga menjadi Bendahara SAPMA PP Sumatera Utara.
Kekejaman Dewa Peranginangin

Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi, mengklaim apa yang dilakukan Dewa Peranginangin termasuk kekerasan sadis.
Menurut Edwin, baru kali ini ia menemui aksi sesadis ini selama puluhan tahun dirinya bekerja.
"Semuanya sadis. Puluhan tahun saya berkerja, belum pernah menemukan kekerasan sesadis ini," ujar Edwin dalam konferensi pers, Rabu (9/3/2022), dikutip dari Tribun-Medan.com.
Baca juga: Polda Sumut Ungkap Sudah Ada Calon Tersangka Kasus Penyiksaan di Kerangkeng Bupati Langkat
Baca juga: Temuan LPSK: Bupati Langkat Dapat Keuntungan Lebih dari Rp 177 Miliar terkait Praktik Perbudakan