Kisah Tukang Becak di Solo, Meski Menabung Uang Receh, Tak Pernah Telat Bayar Iuran Bulanan JKN-KIS
Pengayuh becak bernama Subagyo membayar iuran BPJS lewat menabung uang kecil atau receh dari penghasilan setiap harinya.
Editor:
Pravitri Retno W
"Kenapa buat JKN-KIS ya untuk jaga-jaga, karena saya hidup di jalanan, tapi istri yang tak pernah sakit juga saya buatkan," aku dia.
Terlebih dia pernah mengalami, sebelum punya 'kartu sakti' itu, dia harus merogoh kocek banyak saat kondisi keuangan seret akibat pandemi Covid-19.
Dia harus mengeluarkan Rp300 ribu usai periksa dan tebus obat.
"Dari situ saya dan istri berpikir, sebelumnya juga diberi tahu tetangga 'mbok gawe BPJS wae' (ya buat BPJS saja) yang Kelas 3 'kan terjangkau," jelas dia.
Sisihkan Penghasilan Harian
Ternyata cara Pak Bagyo patut diacungi jempol, agar bisa membayar iuran setiap bulan, dia menabung dari uang recehan koin Rp1.000 hingga Rp2.000 per hari.
Namun, jika hari itu dapat banyak penumpang, ia bisa menabung Rp5.000.
"Receh-receh ada seribuan hingga lima ribu rupiah. Niku wajib tak celengi istilahe ben saget bayare (itu wajib ditabung istilahnya biar bisa bayarnya)," kata dia.
“Bisa, saya buktikan dua tahun ini 'kan,” akunya.
Hanya saja, menarik becak di tengah gempuran kendaraan pribadi dan ojol, tak mudah.
Dulu kata Pak Bagyo, mendapat Rp20.000 per hari adalah kebanggaan.
Karena dari becaklah dia bisa menghidupi dirinya, istri, biaya sekolah dua anaknya sampai lulus, hingga keperluan lain.
Kini itu tinggal cerita, sehingga kayuhan becak hanya untuk bertahan hidup.
"Sekarang disyukuri, meski kadang gak dapat penumpang, kalau dapat Rp50.000-Rp100.000 sudah bagus," aku dia.
Dia menceritakan, dua tahun jadi peserta JKN-KIS merasa tak terbebani, karena dengan menabung sedikit demi sedikit meringankan.