Pengakuan Ismail Bolong
Penampakan Rumah Ismail Bolong, Pengusaha Tambang yang Ngaku Setor Miliaran Rupiah ke Petinggi Polri
Pengusaha batubara asal Kalimantan ini dalam sebuah video mengaku telah menyetor uang miliaran rupiah kepada petinggi Polri di Jakarta.
Editor:
Hasanudin Aco
Ia menilai, pengakuan Ismail Bolong itu, oleh Propam Polri zaman Ferdy Sambo menjadi Kadiv Propam memang disimpan sebagai alat sandera.
Hal ini menjadi nyata saat kelompok Ferdy Sambo masuk jurang dengan adanya kasus "Duren Tiga".
"Sehingga pengakuan terakhir Ismail Bolong sebagai serangan lanjutan dengan menyatakan dirinya saat itu ditekan oleh karopaminal Brigjen Hendra Kurniawan untuk mengakui soal uang setoran buat Kabareskrim Polri. Pembuatan videonya diakui dilakukan pada bulan Februari 2022," ujar Sugeng.
Yang pasti, adanya polemik dari yang semula Ismail Bolong menyetor dan kemudian meralatnya, menunjukkan apratur kepolisian terutama propam yang diberikan kewenangan untuk memberantas pelanggaran anggota polisi termasuk di level jenderal tidak jalan melalui mekanisme prosedural.
"Karena, dalam kasus ini, harusnya Ismail Bolong diajukan ke sidang komisi kode etik Polri. Dengan sebelumnya melakukan pemeriksaan terhadap semua pihak yang terlibat tidak terkecuali Kabareskrim Polri."
"Tetapi hal ini tidak pernah terjadi dan kasusnya tidak pernah diajukan ke sidang etik apalagi untuk pidananya. Karena, kasus pelanggaran ini dijadikan sandera dan saling sandera. Disamping, untuk melindungi diantara para jenderal polisi."
Padahal, menurut Sugeng, secara nyata kasus tersebut sudah ditangani oleh Propam Polri dan Bareksrim Polri.
Bahkan Kadiv Propam Polri telah mengirim surat ke Kapolri dengan nomor: R/1253/IV/WAS.2.4./2022/DIVPROPAM tanggal 7 April 2022.
Dinyatakan dalam surat itu:
Berdasarkan fakta-fakta diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut: huruf a. Bahwa di wilayah hukum Polda Kaltim terdapat beberapa penambangan batubara ilegal yang tidak dilengkapi ijin usaha penambangan (IUP), namun tidak dilakukan upaya hukum dari pihak Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim Polri karena adanya uang koordinasi dari pengusaha tambang batubara ilegal.
Sementara di huruf b dinyatakan bahwa adanya kebijakan dari Kapolda Kaltim Irjen HRN untuk mengelola uang koordinasi dari pengusaha tambang batubara ilegal di wilkum Kaltim secara satu pintu melalui Dirreskrimsus Polda Kaltim untuk dibagikan kepada Kapolda, Wakapolda, Irwasda, Dirintelkam, Dirpolaorud, serta Kapolres yang wilayahnya terdapat kegiatan penambangan batubara ilegal. Selain itu, adanya penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha tambang batubara ilegal kepada Kombes BH (saat menjabat Kasubdit V Dittipidter Bareskrim dan Komjen A A selaku Kabareskrim Polri, uang tersebut digunakan untuk kepentingan dinas yang tidak didukung oleh anggaran.
Sedang dalam huruf c ditegaskan ditemukan cukup bukti adanya dugaan pelanggaran oleh anggota Polri terkait penambangan, pembiaran dan penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha penambang batubara ilegal yang bersifat terstruktur dari tingkat Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim Polri.
"Tim khusus harus meminta keterangan semua pihak diantaranya mantan Kadivpropam Ferdy Sambo,mantan Karopaminal Hendra Kurniawan , aiptu ( purn) Ismail Bolong dan tindakan lain yang diperlukan termasuk membuka kembali dokumen-dokumen pemeriksaan Propam era Ferdi sambo yang menjadi dasar laporan Ferdi Sambo pada Kapolri."
"Masyarakat sangat menunggu janji Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang akan "memotong kepala ikan busuk" dan juga ucapan: "bagi siapa saja yang melanggar hukum dan tidak ikut gerbong perubahan akan dikeluarkan". Sebab, semua ini kalau dilakukan oleh Kapolri maka kepercayaan masyarakat terhadap Polri semakin meningkat," tandasnya.
Sumber: Tribun Kaltim/Tribunnews.com