Murid Dihukum Duduk di Lantai
Murid Nunggak SPP 3 Bulan: Guru di Medan Dihukum karena Tindakan Kontroversial
Insiden di sekolah Medan, ibu murid berdebat dengan guru soal hukuman duduk di lantai.
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.com - Seorang guru di Medan, Sumatra Utara, Haryati, menghukum muridnya, Mahesya Iskandar, yang berusia 10 tahun, dengan cara memaksa anak tersebut duduk di lantai karena menunggak SPP sebesar Rp180 ribu.
Peristiwa ini terjadi pada Rabu, 8 Januari 2025, dan memicu kontroversi setelah ibu Mahesya, Kamelia, mendatangi sekolah untuk menanyakan tindakan tersebut.
Kamelia mengaku terlibat perdebatan dengan Haryati saat melihat anaknya duduk di lantai dan tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan belajar.
"Haryati berkata, 'Kan sudah saya bilang, peraturan yang belum bayar dan lunas tidak dibenarkan ikut sekolah,'" ungkap Kamelia saat ditemui di kediamannya di Gang Jarak, Jalan Brigjen Katamso, Kota Medan, pada Jumat, 10 Desember 2025.
Haryati juga menyatakan bahwa ia sudah meminta Mahesya untuk pulang, namun anak tersebut menolak.
"Anak Ibu sudah saya suruh pulang tetapi tidak mau pulang," tambah Kamelia.
Setelah insiden tersebut, Kamelia menemui Kepala Sekolah SD Yayasan Abdi Sukma untuk menanyakan kebenaran aturan yang disampaikan Haryati.
Skorsing untuk Haryati
Akibat dari tindakan tersebut, Haryati kini tidak diperbolehkan mengajar untuk sementara waktu.
Ketua Yayasan Abdi Sukma, Ahmad Parlindungan, menegaskan bahwa hukuman duduk di lantai bukanlah kebijakan yayasan. "Kami sangat kecewa dengan kondisi ini yang menjadi viral seluruh Indonesia karena tidak ada aturan tertulis dihukum karena nunggak SPP," ujar Ahmad pada Sabtu, 11 Desember 2025.
Ahmad juga memastikan bahwa tidak ada masalah pribadi antara Kamelia dan Haryati, serta pihak sekolah telah meminta maaf kepada Kamelia atas insiden tersebut.
Penyebab Nunggak SPP
Kamelia menjelaskan bahwa tunggakan SPP disebabkan oleh dana Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebesar Rp450 ribu yang belum cair.
Ia mengandalkan dana KIP dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. "Kalau KIP cair, Rp450.000 itu saya habiskan untuk biaya sekolah, gak pernah saya ambil," jelas Kamelia.
Ia juga pernah meminta keringanan agar anaknya diizinkan mengikuti ujian meskipun belum membayar SPP, namun tetap tidak diperbolehkan mengambil rapor.
Insiden ini menyoroti pentingnya komunikasi antara pihak sekolah dan orang tua siswa dalam menangani masalah keuangan pendidikan.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.