Jumat, 8 Agustus 2025

DPR Terima Aduan dari Masyarakat soal Keterbukaan Dana CSR Perusahaan Tambang Nikel di PBD

Sikap Robert ini menyusul banyaknya aduan yang masuk dari masyarakat sekitar tambang yang merasa Program CSR perusahaan tambang tidak memberi dampak.

Penulis: Hasanudin Aco
Istimewa
DORONG KETERBUKAAN - Anggota Komisi IV DPR Robert Joppy Kardinal di Jakarta beberapa waktu lalu. Politisi dari dapil Papua ini mendorong keterbukaan dana CSR perusahaan tambang di Papua. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR Robert Joppy Kardinal mendorong transparansi atas alokasi pembagian dana Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial dan  Lingkungan (TJSL) dari perusahaan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya (PBD).

Sikap Robert ini menyusul banyaknya aduan yang masuk dari masyarakat sekitar tambang yang merasa Program CSR perusahaan tambang yang berlokasi di Pulau Gag ini, tidak memberi dampak signifikan kepada kehidupan masyarakat Papua Barat Daya.

Baca juga: Kasus Korupsi CSR BI, KPK Panggil Staf Administrasi Komisi XI DPR dan Kades Panongan

“Soal keterbukaan tentang dana CSR ini harus dibuka transparan. Karena patut diduga, alokasi dan penggunaan dana CSR ini tidak sesuai fakta di lapangan,” kata Robert di Kompleks Parlemen, Rabu (5/2/2025).

RK, sapaan akrab Robert Kardinal, mengingatkan setiap perusahaan wajib menyisihkan dana perusahaannya untuk program tanggung jawab sosial.

Baca juga: KPK Temukan Dugaan Penyelewengan Dana CSR BI Anggota DPR Satori di Cirebon

Besaran dana CSR adalah minimal 2 sampai 4 persen dari total keuntungan yang diperoleh dalam setahun.

Besarnya anggaran dana CSR tersebut sesuai Peraturan Undang-Undang Nomor  40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2012 tentang TJSL. 

“Setiap daerah juga mengeluarkan aturan seberapa besar dana CSR yang harus dikeluarkan, namun tidak melebihi 4 persen,” tegasnya.

RK mempertanyakan komitmen komitmen perusahaan nikel  dalam membangun ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas masyarakat dan lingkungan yang bermanfaat, sebagaimana diatur dalam UU PT. 

Sebab berdasar laporan yang diterimanya dari masyarakat Raja Ampat, perusahaan nikel tidak melibatkan banyak tenaga kerja lokal sebagai karyawannya.

”Kontraktor yang dilibatkan juga kurang melibatkan pengusaha lokal Raja Ampat. Laporan masyarakat Raja Ampat kontraktor yang dipakai PT. GAG Nikel kebanyakan berasal dari luar Papua. Untuk itu, saya minta  transparansi berupa keuntungan perusahaan pertambangan tahunannya,” wantinya.

Dalam kesempatan itu, RK juga mempertanyakan kebijakan perusahaan dalam memberdayakan masyarakat lokal dan kontribusi perusahaan tersebut di bidang pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan.

Dia pun mengingatkan kewajiban perusahaan tambang mengembangkan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat sekitar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Minerba dan Undang-Undang Migas.

 “Jadi kami mendesak pihak perusahaan menyampaikan secara transparan dan terbuka kepada publik,” tuturnya.

Atas keluhan masyarakat Papua, politisi senior Fraksi Golkar ini mendesak perusahaan lebih transparan tekait alokasi dana CSR ini. 

Dia juga mendesak perusahaan lebih optimal lagi dalam memberdayakan masyarakat asli.

Dan paling penting, perusahaan wajib melaksanakan Program Kemitraan dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.

 “Sebab kontraktor maupun pekerja saat ini semua dari luar (Papua Barat Daya). Banyak kok pelaku usaha maupun perusahaan daerah yang siap juga untuk bangun,” tegasnya. 

Baca juga: Politikus PDIP Tanggapi Usulan Biaya Makan Bergizi Gratis dari Dana Zakat: Lebih Tepat APBN atau CSR

Terakhir, dia meminta agar perusahaan tambang lebih perhatian lagi kepada isu-isu lingkungan. 

Sebab apapun itu, dampak penambangan sudah tentu akan merusak lingkungan, tidak hanya hutan, tetapi juga laut.

"Dengan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) nikel mencapai 3 juta ton per tahun, tidak ada jaminan terhadap perbaikan lingkungan sehingga bukan hutan saja yang rusak, lautnya pun akan rusak,” katanya.

Sebagai tindaklanjut atas keluhan masyarakat Papua, RK memastikan akan sesegera mungkin melakukan pemantauan atas operasi kerja perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan nikel di Pulau Gag ini. 

“Sebagai anggota Komisi IV DPR yang bermitra dengan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, akan melakukan peninjauan langsung ke lapangan bersama dengan pihak kementerian dan terkait lainnya,” pungkasnya.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan