Dokter PPDS Rudapaksa Anak Pasien
Dokter Residen Unpad Rudapaksa Anak Pasien, PPDS Anestesiologi RSHS Bandung Kena Imbas
Kemenkes minta RSUP Hasan Sadikin Bandung hentikan sementara kegiatan PPDS Anestesiologi FK Unpad usai salah satu pesertanya merudapaksa anak pasien
Penulis:
Nina Yuniar
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) di lingkungan RSUP Hasan Sadikin (RSHS) terimbas kasus rudapaksa yang menyeret salah satu pesertanya, Priguna Anugerah Prarama (31).
Pria yang sudah berkeluarga itu merudapaksa wanita inisial FH (21), anak dari pasien pria yang dirawat di RSHS Bandung pada Selasa (18/3/2025) lalu.
Menyusul kejadian ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menginstruksikan kepada RSHS Bandung untuk menghentikan sementara kegiatan PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Unpad di lingkungannya selama satu bulan.
Kemenkes menyampaikan, langkah ini diambil untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan pengawasan serta tata kelola setelah adanya tindak pidana kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Priguna.
"Penghentian sementara ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi proses evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola dan sistem pengawasan PPDS di lingkungan RSHS," kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, dikutip Tribunnews.com dari website resmi, Jumat (11/4/2025).
Baca juga: Kondisi Terkini Korban Rudapaksa Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung, sang Ayah Meninggal
Selain itu, Kemenkes juga meminta agar RSHS bekerjasama dengan FK Unpad untuk upaya-upaya perbaikan yang diperlukan.
Dengan harapan, insiden serupa atau tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan etika kedokteran tidak terulang kembali.
Kemenkes pun akan mewajibkan seluruh Rumah Sakit Pendidikan Kemenkes untuk melakukan tes kejiwaan berkala bagi peserta PPDS di seluruh angkatan.
Tes berkala diperlukan untuk menghindari manipulasi tes kejiwaan dan mengidentifikasi secara dini kesehatan jiwa peserta didik.
Kemenkes bahkan telah meminta Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk segera mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) Priguna.
Pencabutan STR ini secara otomatis akan membatalkan Surat Izin Praktik (SIP) Priguna.
"Kami akan terus memantau proses penanganan kasus ini dan mendorong seluruh institusi pendidikan serta fasilitas kesehatan untuk memperketat pengawasan, memperbaiki sistem pelaporan. Serta membangun lingkungan yang bebas dari kekerasan dalam bentuk apa pun," tandasnya.
Baca juga: 7 Fakta Priguna Dokter Cabul di RSHS Bandung: Sadar Punya Kelainan Seksual, Modusnya Bius Korban
Kronologi
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, menjelaskan modus Priguna yakni memanfaatkan kondisi kritis ayah korban dengan dalih akan mengecek darah untuk transfusi darah.
Peristiwa rudapaksa ini terjadi pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB dinihari.
Priguna yang saat itu memang sedang bertugas, meminta FH untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD RSHS Bandung ke Gedung MCHC lantai 7.
Bahkan, Priguna meminta korban FH agar tidak ditemani adiknya.
"Tersangka ini meminta korban FH untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7 RSHS. Korban sempat merasakan pusing dari cairan yang disuntikkan pelaku, dan selepas siuman korban merasakan sakit pada bagian tertentu," kata Hendra dalam konferensi pers di Polda Jabar, Bandung, Rabu (9/4/2025), dilansir TribunJabar.id.
Baca juga: Nasib Priguna Dokter Residen yang Rudapaksa Anak Pasien RSHS Bandung, Sempat Coba Akhiri Hidup
Untuk melancarkan aksinya, Priguna diduga membius korbannya terlebih dahulu.
"Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali," jelas Hendra.
Priguna lalu menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya.
Selang beberapa menit, korban FH mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.
Di saat itulah, korban dirudapaksa oleh Priguna.
"Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB," ungkap Hendra.
"Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu," sambungnya.
Baca juga: 2 Pasien Ngaku Jadi Korban Dokter PPDS Unpad Priguna yang Rudapaksa Anak Pasien di RSHS Bandung
Berdasarkan hasil visum, ditemukan sperma di alat vital korban yang kini masih diselidiki pihak kepolisian untuk dilakukan tes DNA.
Polisi kemudian berhasil menangkap Priguna di apartemennya di Bandung, pada 23 Maret 2025.
Hingga pada 25 Maret 2025, polisi akhirnya menetapkan Priguna sebagai tersangka kasus rudapaksa.
Atas aksi bejatnya, tersangka dijerat Pasal 6 C Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
"Pelaku dikenakan Pasal 6 C UU No 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun," ujar Hendra.
Selain menangkap tersangka, Polda Jabar juga mengamankan sejumlah barang bukti dari TKP, termasuk dua buah infus full set, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah kondom, dan beberapa obat-obatan.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul KRONOLOGI Dokter Predator Cabuli Keluarga Pasien di RSHS Bandung, Diminta Ganti Baju Saat Cek Darah
(Tribunnews.com/Nina Yuniar/Aisyah Nursyamsi) (TribunJabar.id/Muhamad Nandri Prilatama)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.