Jumat, 12 September 2025

Pimpinan Ponpes di Lombok Jadi Tersangka Pencabulan Santriwati, Dilakukan sejak 2015 hingga 2021

Pimpinan ponpes di Lombok Barat ditetapkan sebagai tersangka pencabulan santriwati. Aksinya dilakukan sejak 2015 hingga 2021 dengan dalih agama.

Penulis: Faisal Mohay
Editor: Nuryanti
Grafis Tribunwow/Kurnia Aji Setyawan
ILUSTRASI PELECEHAN - Santriwati di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) melaporkan oknum pimpinan yayasan pondok pesantren (Ponpes) atas dugaan kekerasan seksual. Para korban berani speak up setelah menonton serial drama Malaysia berjulul Bidaah. 

TRIBUNNEWS.COM - Polresta Mataram menetapkan pimpinan pondok pesantren berinisial AF sebagai tersangka kasus pencabulan santriwati.

Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili, mengatakan ada dua laporan yang masuk yakni kasus pencabulan serta persetubuhan.

Penetapan tersangka dilakukan setelah sejumlah saksi diperiksa dan hasil visum korban keluar.

"Kita sudah tingkatkan ke penyidikan dan sudah menetapkan tersangka dengan kasus persetubuhan," ungkapnya, Kamis (24/4/2025), dikutip dari TribunLombok.com.

Ia menambahkan lima santriwati di Lombok Barat mengaku disetubuhi, sementara lima santriwati lainnya dicabuli AF.

"Pagi tadi ada tiga orang lagi yang melapor, kami belum pastikan (korban pencabulan atau persetubuhan)," imbuhnya.

Kasus kekerasan seksual dilakukan AF dengan modus mensucikan rahim korban.

"Jadi berbagai cara untuk memanipulasi para korban, untuk melakukan tindakan pencabulan dan persetubuhan," terangnya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, AF mengaku telah melancarkan aksinya sejak 2015 hingga 2021.

Korban Diancam

Perwakilan Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB, Joko Jumadi, meminta pelaku pencabulan dihukum mati atau penjara seumur hidup.

Baca juga: Nasib Ponpes di Lombok Barat yang Pimpinan Yayasannya Lecehkan Santriwati

Sebanyak sembilan santriwati telah melapor dan lima di antaranya menjadi korban rudapaksa.

"Sejauh ini belum ada yang hamil," paparnya, Rabu (23/4/2025), dikutip dari TribunLombok.com.

Setelah mendapat kekerasan seksual, para korban diancam oleh pelaku.

"Ada oknum-oknum yang mencoba mengancam (korban), ada juga yang mencoba menawarkan untuk dinikahkan dan dibiayai," imbuhnya.

Kini, pihaknya sedang mengupayakan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Sanksi dan Korban (LPSK).

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan