Sosok Budi Prasojo, Pakai Kostum Ledhek Gogik saat Hadiri Wisuda Menantunya di UGM, Ini Kisahnya
Sosok Budi Prasojo, pria asal Yogyakarta yang menghadiri wisuda S3 menantunya pakai kostum tradisional di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Penulis:
Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor:
Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Sosok Budi Prasojo, pria asal Yogyakarta yang menghadiri wisuda S3 menantunya pakai kostum tradisional di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Ya, pria paruh baya itu, mencuri perhatian lantaran mengenakan pakaian ala prajurit Kasultanan Yogyakarta, dilengkapi boneka unik diletakkan di depan dadanya (seperti digendong).
Momen Budi yang menghadiri wisuda sang menantu di Grha Sabha Pramana (GSP) UGM pada Rabu (23/4/2025), pun menarik perhatian.
Budi Prasojo (68) diketahui merupakan pensiunan guru dari Pandean, Umbulharjo, Yogyakarta.
Ia hadir sebagai ayah mertua dari wisudawan, dr. Sarly Puspita Ariesta, Sp.PD-KGer, yang baru saja menyandang gelar dokter subspesialis di bidang Geriatri.
Cerita Budi Kenakan Busana Ledhek Gogik
Dikutip dari TribunJogja.com, Budi Prasojo mengatakan, busana Ledhek Gogik yang ia kenakan merupakan wujud nazar yang telah lama diniatkan jika sang menantu meraih gelar doktor.
Hingga waktunya tiba, Budi mengenakan surjan biru bermotif bunga, blangkon, dua samir UGM, serta sebuah foto keluarga kecil sang menantu yang ditempel di dada boneka.
Kehadiran Budi dalam acara wisuda UGM itu, bukan hanya sebagai bentuk dukungan keluarga, namun juga sebagai upaya melestarikan budaya dan tradisi.
"Saat anak saya (suami Sarly) lulus S-3 waktu pandemi, saya belum sempat menunaikan nazar ini. Sekarang saya wujudkan untuk menantu saya," kata Budi.
Dalam kesempatan tersebut, Budi juga berpesan kepada sang menantu.
Baca juga: Fakta di Balik Video Viral Remaja Dampingi Jenazah Ayah Sendirian di Bandung, Warga Beri Penjelasan
“Bekerja yang baik, berkeluarga yang baik, berwarga negara yang baik,” pesan Budi.
Sebagai informasi, Ledhek Gogik merupakan seni pertunjukan tradisional. Kata ledhek merujuk pada penari, sedangkan gogik berasal dari makanan tiwul kering yang pernah menjadi sumber pangan utama era 60-an.
Dulunya, kesenian ini muncul sebagai ekspresi perlawanan atas kelaparan, dengan tari-tarian yang bisa mengikuti berbagai irama musik.
"Saya ingin masyarakat mengenal kembali seni ini. Tidak harus musik tradisional, apa pun bisa dipakai mengiringinya," tutur Budi.
Namun, kata Budi, pelestari seni ini kini tinggal segelintir orang, termasuk dirinya yang tergabung dalam Komunitas Desa Wisata Pandean, Yogyakarta.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.