Rabu, 27 Agustus 2025

Pahlawan nasional

Haru dan Syukur di Hari Lahir Soeharto, Keluarga Ziarah dan Sambut Usulan Jadi Pahlawan Nasional

Keluarga Soeharto ziarah dan dzikir di hari lahirnya, sambut usulan jadi pahlawan nasional dengan rasa haru dan syukur.

Editor: Glery Lazuardi
TRIBUN SOLO
APRESIASI USULAN PAHLAWAN NASIONAL - Keluarga dan jamaah dzikir Nurul Wathan berkumpul di makam Soeharto di Astana Giribangun untuk ziarah dan doa memperingati hari lahir Soeharto, Minggu (8/6/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, SOLO – Di Hari Lahir Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, keluarga besar menggelar ziarah dan dzikir bersama di makam Astana Giribangun, Kabupaten Karanganyar, Minggu (8/6/2025).

Suasana haru dan syukur menyelimuti peringatan ini, terlebih dengan adanya usulan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional yang terus bergulir.

Perwakilan keluarga Soeharto menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan luas masyarakat dan pemerintah terhadap usulan gelar pahlawan nasional tersebut.

"Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang mendukung pengusulan Pak Harto sebagai pahlawan nasional," ujar perwakilan keluarga, Abi Fatkhi Esmar pada Minggu (8/6/2025).

Baca juga: BMK 57 Dukung Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

Salah satu mantan ajudan Presiden Soeharto, Jenderal (Purn) Sunaryo, mengenang momen bersejarah bersama Presiden ke-2 Republik Indonesia dan Ibu Tien Soeharto.

Sunaryo berbagi pengalaman paling berkesan selama mendampingi Soeharto, khususnya saat menjalankan ibadah haji ke Tanah Suci.

"Saya ikut mendampingi beliau selama kurang lebih 25 tahun. Pengalaman yang paling membekas adalah ketika saya diminta Raja Arab Saudi membuka Ka'bah agar Presiden dan Ibu Negara bisa masuk dengan aman. Itu momen yang tak terlupakan," ungkap Sunaryo.

Acara ziarah dan dzikir ini digelar oleh Jamaah Dzikir Nurul Wathan Al Hambalanginwal-Khittoh-Indonesia sebagai bentuk penghormatan sekaligus dorongan agar pemerintah memberikan pengakuan resmi atas jasa besar Soeharto kepada bangsa.

Menurut Ketua Panitia Dzikir Bersama, Mayjen TNI (Purn) Hariyanto Saputra, Nurul Wathan merupakan inisiatif masyarakat yang diisi oleh ulama, kiai, cendekiawan, bahkan kalangan dalang dan aparat TNI.

Organisasi ini menjadi wadah perjuangan spiritual dan kebangsaan yang terbuka bagi siapa saja yang ingin membangun Indonesia demokratis dan sejahtera.

"Indonesia adalah negara besar yang menjunjung tinggi persatuan, kebhinekaan, serta bertujuan menumbuhkan kesejahteraan masyarakat," tambah Hariyanto.

Usulan Pemberian Gelar Pahlawan kepada Soeharto

Wacana pemerintah untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia Soeharto kembali mencuat dalam beberapa waktu terakhir.

Usulan Soeharto menjadi pahlawan nasional datang dari Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP).

Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau disapa Gus Ipul menjelaskan, usulan datang dari pemerintah daerah secara berjenjang yang kemudian diusulkan gubernur setiap provinsi ke Kemensos.

"Jadi memenuhi syarat melalui mekanisme. Ada tanda tangan bupati, gubernur, itu baru ke kita. Jadi memang prosesnya dari bawah," ucap Gus Ipul, dikutip dari laman resmi Kemensos.

Dalam proses pengusulan ini, setiap tahapan harus melewati kajian dan verifikasi yang ketat untuk memastikan bahwa calon pahlawan nasional benar-benar memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Hal ini bertujuan untuk menjaga kredibilitas dan kehormatan gelar pahlawan nasional agar tidak menimbulkan kontroversi di masyarakat.

Dalam pemberian gelar pahlawan nasional, Soeharto haruslah dinilai memenuhi syarat umum dan syarat khusus yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

File foto tertanggal 22 Mei 1998 ini menunjukkan mantan Presiden Indonesia Soeharto memberi hormat kepada para pengawal dan staf saat meninggalkan Istana Kepresidenan di Jakarta tak lama setelah mengumumkan pengunduran dirinya pada 21 Mei.
File foto tertanggal 22 Mei 1998 ini menunjukkan mantan Presiden Indonesia Soeharto memberi hormat kepada para pengawal dan staf saat meninggalkan Istana Kepresidenan di Jakarta tak lama setelah mengumumkan pengunduran dirinya pada 21 Mei. (AGUS LOLONG / AFP FILES / AFP)

Baca juga: Respons Ketua DPR Soal Aktivis Tolak Wacana Soeharto Diberi Gelar Pahlawan

 Apakah Soeharto memenuhi syarat umum dan syarat khusus tersebut sebelum menerima gelar pahlawan nasional?

Syarat Umum

Terdapat enam syarat umum pemberian gelar pahlawan nasional yang diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Syarat umum menjadi pahlawan nasional meliputi:

WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI;

Memiliki integritas moral dan keteladanan;

Berjasa terhadap bangsa dan negara;

Berkelakuan baik;

Setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan

Tidak pernah dipidana penjara.

Syarat Khusus

Setelah memenuhi syarat umum, Soeharto harus memenuhi enam syarat khusus yang diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Ketujuh syarat khusus tersebut adalah sebagai berikut:

Pernah memimpin dan melakukan perjuangan untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa;

Tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan;

Melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya;
Pernah melahirkan gagasan besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara;

Pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas; dan

Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi dan melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.

Masyarakat Mengusulkan

Setelah syarat umum dan syarat khusus tersebut terpenuhi, Soeharto harus diusulkan masyarakat secara berjenjang untuk menerima gelar pahlawan nasional. Usulan berjenjang tersebut dimulai dari masyarakat yang diserahkan kepada bupati/wali kota. Lalu, dari bupati/wali kota diserahkan kepada gubernur.

Melansir dari Indonesia.go.id, terdapat delapan tata cara pengusulan gelar pahlawan nasional, yaitu:

Masyarakat mengajukan usulan Calon Pahlawan Nasional yang bersangkutan kepada bupati/walikota setempat.

Bupati/walikota mengajukan usulan Calon Pahlawan Nasional yang bersangkutan kepada gubernur, melalui instansi sosial provinsi setempat;

Instansi sosial provinsi menyerahkan usulan Calon Pahlawan Nasional yang bersangkutan tersebut kepada Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) untuk diadakan penelitian dan pengkajian (melalui roses seminar, diskusi, maupun sarasehan);

Usulan Calon Pahlawan Nasional yang menurut pertimbangan TP2GD dinilai memenuhi kriteria, kemudian diajukan kepada gubernur yang akan merekomendasikan kepada Menteri Sosial RI;

Menteri Sosial RI Cq. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan/Direktorat kepahlawanan, Keperintisan dan Kesetiakawanan Sosial mengadakan verifikasi kelengkapan administrasi;

Usulan calon Pahlawan Nasional yang telah memenuhi persyaratan administrasi kemudian diusulkan kepada Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) untuk dilakukan penelitian, pengkajian dan pembahasan;

Usulan Calon Pahlawan Nasional yang menurut pertimbangan TP2GP dinilai memenuhi kriteria, kemudian oleh Menteri Sosial RI diajukan kepada Presiden RI melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan guna mendapatkan persetujuan Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional sekaligus Tanda Kehormatan lainnya;

Usulan Calon Pahlawan Nasional yang tidak memenuhi persyaratan dapat diusulkan kembali 1 (satu) kali dan dapat diusulkan kembali minimal 2 (dua) tahun kemudian terhitung mulai tanggal penolakan, sedangkan usulan Calon-Pahlawan Nasional yang ditunda dapat diusulkan kembali dengan melengkapi persyaratan yang diminta dan diajukan kembali kepada menteri;

Upacara penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional dilaksanakan oleh Presiden RI menjelang Peringatan Hari Pahlawan pada 10 November.

Baca juga: 4 Poin Penolakan Aktivis 98 terhadap Wacana Gelar Pahlawan Soeharto: Simbol Kekuasaan Represif

Soeharto Memenuhi Syarat?

Namun di samping jasa-jasanya sebagai Presiden ke-2 Republik Indonesia, sosok Soeharto juga diliputi kontroversi dan catatan hitam.

Terutama terkait pelanggaran hak asasi manusia, dugaan kolusi, hingga korupsi. 

Hal tersebut bahkan termaktub dalam Ketetapan (TAP) MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).

Dalam Pasal 4 TAP MPR 11/1998, secara khusus menyebut nama Soeharto yang harus secara tegas memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

"Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak, asasi manusia," bunyi Pasal 4 TAP MPR 11/1998.

Diketahui, terdapat nama lain yang juga diusulkan mendapatkan gelar pahlawan nasional seperti KH Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan K.H. Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat). Lalu, empat nama baru yang diusulkan tahun ini selain Soeharto adalah Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Prof. Dr. Midian Sirait (Sumatera Utara), dan K.H. Yusuf Hasim (Jawa Timur).

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan