Selasa, 19 Agustus 2025

Tahun Baru Islam 1447 H

Mengulik Ritual Berebut Kotoran Sapi Kyai Slamet di Malam 1 Suro, Dipercaya Membawa Berkah

Konon, kotoran yang dikeluarkan oleh kerbau keramat ini menjadi rebutan masyarakat yang hadir, karena dipercaya membawa berkah dan keselamatan.

|
Penulis: Bobby W
Tribunsolo.com/Andreas Chris
KIRAB KYAI SLAMET - Kebo Bule Kiai Slamet yang menjadi penunjuk jalan dalam kirab Malam 1 Suro saat berada di depan Kori Kamandungan Keraton Kasunanan Surakarta, Rabu (19/7/2023). Berikut penjelasan mengapa masyarakat Jawa khususnya bagi warga Surakarta memercayai dan berebut kotoran Kebo Bule. 

TRIBUNNEWS.COM - Jatuhnya Tahun Baru Islam yang kali ini tiba pada hari Jumat (27/6/2025) kerap menghadirkan berbagai macam tradisi unik khususnya bagi masyarakat Jawa.

Di wilayah Solo, Jawa Tengah, tiap tahunnya pihak Keraton Surakarta menggelar berbagai ritual tradisional di malam pergantian Tahun Baru Islam yang kerap juga dikenal dengan Kirab Malam Satu Suro.

Salah satu rangkaian paling dinantikan dalam tradisi Malam 1 Suro ini adalah prosesi penyambutan kirab Kebo Bule atau kerbau putih bernama Kyai Slamet.

Konon, kotoran yang dikeluarkan oleh kerbau keramat ini menjadi rebutan masyarakat yang hadir, karena dipercaya membawa berkah dan keselamatan.

Kenapa masyarakat Jawa khususnya bagi warga Surakarta memercayai hal berikut?

Berikut penjelasan selengkapnya:

Asal-usul Kirab Kebo Bule Kyai Slamet

Dikutip dari berbagai sumber, Kebo Bule merupakan simbol kesucian dan penjaga pusaka Keraton Surakarta.

Menurut cerita turun-temurun, kerbau ini dianggap sebagai salah satu komponen yang penting dalam kirab benda-benda sakral milik keraton.

Hal ini dibenarkan oleh Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Surakarta, Kanjeng Winarno Kusumo.

Menurut Winarno, Kebo Bule Kyai Slamet memiliki sejarah yang panjang.

Baca juga: Jadwal dan Rute Mubeng Beteng Malam 1 Suro 2025 Keraton Yogyakarta, Diawali dari Bangsal Ponconiti

Nama Kyai Slamet awalnya merujuk pada sebuah pusaka berupa tombak yang dimiliki keraton.

Pada masa Pakubuwono X (1893–1939), terdapat tradisi membawa pusaka tersebut keliling tembok Baluwarti setiap Selasa dan Jumat Kliwon, di mana kebo bule selalu mengikutinya. 

Tradisi ini terus dilanjutkan oleh kerabat keraton, hingga akhirnya kerbau tersebut diberi nama Kebo Kyai Slamet.

Winarno menjelaskan bahwa keberadaan kebo bule ini juga terkait sejarah pemberian dari Bupati Ponorogo sebagai persembahan setelah Pakubuwono II berhasil merebut kembali Keraton Kartasura dari pemberontak Pecinan pada 1745.

Setelah PB II memilih hijrah ke desa Sala, Bupati Ponorogo mengirim kerbau bule untuk dipotong, dan keturunannya berkembang hingga kini.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan