Kamis, 7 Agustus 2025

Bukan Sekedar Makam Biasa: Petilasan Ki Ageng Henis, Pusat Spiritual dan Legenda Tanah Jawa

Petilasan Ki Ageng Henis, yang terletak di area Masji Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, jadi pusat wisata sejarah dan religi.

Penulis: timtribunsolo
(mg/Kiki Ratnasari)
PETILASAN KI AGENG HENIS - Suasana di Petilasan Ki Ageng Henis, berlokasi di areaMasjid Laweyan Solo, Jawa Tengah. Masjid tertua di Solo, Rabu (6/8/2025). (mg/Kiki Ratnasari) 

TRIBUNNEWS.COM - Di balik keagungan arsitektur Masjid Laweyan yang merupakan masjid tertua di Surakarta, Jawa Tengah, tersimpan lokasi bersejarah yang tak banyak diketahui orang. 

Masjid Laweyan berdiri sejak tahun 1546 pada masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya dari Kerajaan Pajang.

Masjid ini terletak di Jalan Liris No 1, Belukan, Pajang, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah.

Selain arsitektur, terdapat keunikan lainnya dari Masjid Laweyan, yakni adanya Petilasan Ki Ageng Henis.

Petilasan Ki Ageng Henis merupakan pemakaman bersejarah, menjadi tempat peristirahatan dari tokoh-tokoh di Surakarta.

Sejarah Masjid Laweyan serta Petilasan Ki Ageng Henis

Nama Petilasan Ki Ageng Henis sendiri lantaran lokasi tersebut menjadi makam Ki Ageng Henis, sosok yang menjadi tonggak sejarah berdirinya kerajaan Islam dan cikal bakal Kota Surakarta.

Makamnya bukan sekedar batu nisan biasa, melainkan sebuah petilasan yang dipandang sebagai pusat spiritual dan sumber legenda bagi masyarakat Laweyan serta juga ditetapkan sebagai Cagar Budaya tahun 2012 melalui Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta.

Lokasi bersejarah yang kini dikenal sebagai Masjid Laweyan serta Petilasan Ki Ageng Henis ini berawal dari sebuah Pura Hindu yang dibangun oleh Ki Ageng Beluk.

Ki Ageng Beluk sendiri adalah pemuka agama Hindu yang pada zaman Kasultanan Pajang membangun sebuah pura di pinggir Kabanaran, sungai yang digunakan sebagai lalu lintas perdagangan batik. 

Lokasi bersejarah tersebut awalnya dibangun pada masa Sultan Hadiwijaya, salah satu Pemimpin di Kesultanan Pajang yang merupakan cikal bakal dari Kasunanan Surakarta dan Yogyakarta tahun 1546.

Sebelum di bangun menjadi masjid bangunan ini merupakan sebuah panggung tempat persembahyangan agama Hindu Jawa di bawah pengaruh Ki Ageng Beluk.

MASJID LAWEYAN - Suasana di depan Masjid Laweyan Solo, Jawa Tengah. Masjid tertua di Solo, Rabu (6/8/2025). (mg/Kiki Ratnasari)
MASJID LAWEYAN - Suasana di depan Masjid Laweyan Solo, Jawa Tengah. Masjid tertua di Solo, Rabu (6/8/2025). (mg/Kiki Ratnasari) ((mg/Kiki Ratnasari))

Dan sejarah berdirinya Masjid Laweyan ini bermula dari persahabatan Ki Ageng Henis dengan sosok bernama Ki Ageng Beluk. 

Lantas siapa Ki Ageng Henis?

Ki Ageng Henis merupakan putra dari Ki Ageng Selo dan juga guru spiritual dari Sultan Hadi Wijaya (Joko Tingkir) pada masa kerajaan Pajang.

Selain itu Ki Ageng Henis juga tokoh aktif dalam penyebaran agama Islam di wilayah Surakarta, dirinya merupakan putera dari Ki Ageng Selo.

Menurut Sri Hartini (67), Juru Kunci makam, bermula dari persahabatan inilah, kemudian Ki ageng Beluk memeluk agama Islam berkat Ki Ageng Henis dan Pura tersebut diserahkan ke Ki Ageng Henis untuk dijadikan sebuah masjid, yang sekarang terkenal dengan nama Masjid Laweyan.

“Dulu Ki Ageng Beluk bersahabat dengan Ki Ageng Henis, terus beliau memeluk agama Islam, pura nya di sahkan ki ageng henis jadi masjid,” ungkapnya, Selasa (5/8/2025).

Ki Ageng Henis juga mempunyai peran penting dalam perkembangan batik Laweyan.

“Ki Ageng Henis itu juga disebut Ki Ageng Lawe yang mengajarkan batik-batik Laweyan sekarang,” ungkapnya.

Menurutnya, masyarakat meyakini bahwa makam Ki Ageng Henis memancarkan energi spiritual yang kuat.

Tak heran jika banyak peziarah dari berbagai daerah datang untuk mendoakan mengenai jasanya.

Selain terdapat makam dari Ki Ageng Henis, tokoh penting penyebaran islam terdapat juga tokoh-tokoh bersejarah lain

Banyak tokoh bersejarah yang dimakamkan Petilasan Ki Ageng Henis, mereka adalah Nyai Pandanaran, Ki Ageng Pati, Ki Ageng Beluk, Pangeran Mangkubumi, Pangeran Widjil I, Kalilangu, Nyai Ageng Pati, Prabuwinoto, Dalang Keraton Kasunanan Surakarta.

Banyak Didatangi Peziarah dari Dalam atau Luar Kota

Suasana di Petilasan Ki Ageng Henis, berlokasi di areaM
PETILASAN KI AGENG HENIS - Suasana di Petilasan Ki Ageng Henis, berlokasi di areaMasjid Laweyan Solo, Jawa Tengah. Masjid tertua di Solo, Rabu (6/8/2025). (mg/Kiki Ratnasari)

Lantaran dianggap sebagai situs bersejarah yang kental akan nilai-nilai spiritual dan kebudayaan, Petilasan Ki Ageng Henis sering didatangi Peziarah.

Peziarah yang datang ke makam biasanya berasal dari sekitaran Solo Raya hingga luar kota.

Juru Kunci makam, Sri Hartini mengungkapkan peziarah biasanya ramai pada waktu-waktu tertentu, seperti mendekati bulan-bulan Ruwah atau sebelum Ramadhan.

“Biasanya paling banyak di bulan Ruwah atau Yada tapi nggak seramai ruwah biasanya ibu ibu pengajian dari luar kota,” jelasnya.

Hartini juga mengungkapkan tidak ada tarif khusus bagi peziarah yang mengunjungi makam namun ia berharap dari pengunjung tarif seikhlasnya untuk konsumsi tukang sapu dan penerangan yang ada di sekitar makam.

Hartini juga berharap jika mengunjungi makam tetap menjaga perilaku sopan-santun, memakai pakaian yang sopan, menjaga lisan serta jika ingin masuk juga izin ke pengurus makam terlebih dahulu agar lingkungan makam ini tetap terjaga.

Amara Raudhatul Jannah (22) mahasiswa asal Jakarta yang sedang melakukan observasi sejarah di Masjid Laweyan Surakarta mengaku baru pertama kali mengunjungi Petilasan Ki Ageng Henis.

“Menurut saya mengenai makam Ki ageng henis ini sangat penting bagi generasi muda karena dapat menjadi informasi sejarah masa kini, makam ini juga tidak hanya sebagai tempat peristirahatan tokoh penting dalam sejarah jawa tetapi juga sebagai warisan budaya yang merekam jejak peradaban nilai-nilai luhur leluhur,” jelasnya, Selasa (6/8/25)

Ia juga menambahkan makam ini harus dilestarikan karena memiliki historis, budaya dan spiritual yang tinggi.

“Melalui pelestarian ini, generasi muda dapat mengenal dan menghargai perjuangan para tokoh terdahulu, sekaligus menumbuhkan rasa cinta tanah air dan kepedulian terhadap warisan budaya bangsa,” tambahnya.

(mg/Kiki Ratnasari)

Penulis merupakan peserta magang dari Universitas Sebelas Maret(UNS)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan