Aksi Demonstrasi di Pati
Demo Ricuh 34 Orang Luka, 11 Ditangkap, Bupati Pati Sudewo Ngotot Ogah Mundur Siap Hadapi Pemakzulan
Unjuk Rasa 13 Agustus Ricuh, 34 Orang Luka, 11 Ditangkap, Bupati Pati Sudewo Ngotot Tidak Mundur Siap Hadapi Pemakzulan.
TRIBUNNEWS.COM, PATI - Bupati Pati Sudewo ngotot ogah mundur meski didemo warganya sendiri pada Rabu (13/8/2025) kemarin.
Kabupaten Pati berada di jalur pantura antara Semarang dan Surabaya sekitar 75 km sebelah timur Semarang. Wilayahnya didominasi dataran rendah dengan pegunungan kapur di bagian selatan dan perbukitan di barat laut.
Demonstrasi yang diikuti ribuan warga yang berlangsung di Alun-alun Kabupaten Pati, tepatnya di depan Kantor Bupati Pati ini menuntut Bupati Sudewo mundur dari jabatannya. Pasalnya, politikus Partai Gerindra itu sempat menantang warganya untuk berdemo.
Hal itu terkait kebijakan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang mengakibatkan kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
Sebelum akhirnya membatalkan kebijakan itu dan meminta maaf, awalnya Sudewo mengaku tak gentar meski harus menghadapi gelombang demonstrasi besar menolak kebijakan kenaikan tarif PBB-P2.
Baca juga: Gerindra Bina Bupati Pati Sudewo Usai Pernyataan Picu Gelombang Demo di Pati
Meski sudah meminta maaf dan membatalkan kenaikan tarif PBB, warga tetap melaksanakan demo dan menuntut Sudewo untuk mundur dari jabatannya.
Di tengah gelombang unjuk rasa yang mengakibatkan 34 orang dari massa dan polisi jadi korban luka serta 11 orang ditangkap Polda Jateng, diduga menjadi provokator dalam aksi demo lengserkan sang bupati, Sudewo nyatanya tetap ngotot ogah mundur.
Bupati Sudewo menegaskan dirinya akan menjadi pemimpin yang lebih baik lagi setelah didemo dan didesak warga agar mundur dari jabatannya sebagai orang nomor 1 di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Terkait sidang paripurna DPRD yang memutuskan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket untuk menyelidiki kebijakan PBB-P2, Sudewo mengaku menghormati langkah tersebut.
"Hak angket itu kan memang salah satu yang dimiliki DPRD, jadi saya menghormati hak itu yang dijalankan oleh DPRD," ujar Sudewo saat wawancara eksklusif dengan Pemred Tribunjateng.com, Ibnu Taufik Juwariyanto seusai kegiatan di Pendopo Kabupaten Pati, Rabu (13/8/2025).
Ia juga memastikan siap hadir jika sewaktu-waktu dipanggil dewan dan siap memberi keterangan.
Akui Kesalahan dan Minta Maaf Tapi Bupati Sudewo Ogah Mundur
Bupati Sudewo mengaku peristiwa demo ini menjadi pembelajaran penting, baik untuk dirinya maupun masyarakat Pati dan menegaskan sudah menyampaikan permohonan maaf secara terbuka.
"Saya sudah sampaikan tadi bahwa ini permohonan maaf saya, kemudian ini merupakan pembelajaran bagi saya," ucapnya.
"Ke depan, saya akan berbuat baik dan saya harapkan pembelajaran bagi seluruh rakyat Kabupaten Pati. Jangan sampai peristiwa semacam ini terjadi kembali," tambahnya.

Ia mengingatkan semua pihak untuk menjaga situasi kondusif dan tidak mudah terprovokasi.
"Jadi Kabupaten Pati ini adalah milik kita semua, milik seluruh rakyat Kabupaten Pati yang harus sama-sama kita jaga agar situasi kondusif," tuturnya.
Sudewo mengajak warganya untuk melupakan insiden kemarin dan kembali beraktivitas seperti biasa.
"Ini sudah berlalu, masyarakat saya minta fokus bekerja sehari-hari, beraktivitas seperti biasanya."
"Sama-sama fokus membangun Kabupaten Pati," pungkasnya
Bupati Sudewo juga buka suara membantah kabar bahwa dirinya akan mundur dari jabatan.
"Alhamdulillah situasi yang terkini sudah kondusif. Kericuhan yang terjadi sudah dilalui, dan ya ini kami harus segera bersih-bersih biar kondisi baik dinikmati oleh seluruh rakyat," kata Sudewo saat ditemui seusai kegiatan di Pendopo Kabupaten Pati, Rabu (13/8/2025).
"Kondisi normal, enggak ada yang berubah. (Info di media sosial yang menyatakan saya mundur) itu hoaks," tegasnya.
Baca juga: Alasan Polda Jateng Tembakan Gas Air Mata saat Aksi Demo di Kantor Bupati Pati
Terkait sidang paripurna DPRD yang memutuskan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket untuk menyelidiki kebijakan PBB-P2, Sudewo mengaku menghormati langkah tersebut.
"Hak angket itu kan memang salah satu yang dimiliki DPRD, jadi saya menghormati hak itu yang dijalankan oleh DPRD," ujarnya.
Ia juga memastikan siap hadir jika sewaktu-waktu dipanggil dewan dan siap memberi keterangan.
Proses Pemakzulan Bupati Pati Sudewo Makan Waktu 2-3 Bulan
Pemakzulan atau pelengseran Bupati Pati, Sudewo akan memakan waktu dua sampai tiga bulan apabila mengikuti aturan dan tahapan yang ada.
Diketahui, aksi demonstrasi di Pati pada Rabu, 13 Agustus 2025, mendesak Sudewo mundur dari posisi Bupati Pati.
Tetapi, Sudewo enggan untuk mundur dari jabatan orang nomor satu di Pati.
Pada konferensi pers di Pendopo Kabupaten Pati setelah demonstrasi mereda, Sudewo menegaskan bahwa tuntutan demonstran sudah disampaikan.
Namun, ia menilai bahwa jabatan sebagai kepala daerah yang diembannya saat ini dipilih oleh rakyat secara konstitusional dan demokratis.
Dengan dasar tersebut, dia tidak bisa mengabulkan tuntutan para pengunjuk rasa yang memintanya mundur dari kursi bupati.
"Saya kan dipilih oleh rakyat secara konstitusional dan secara demokratis. Jadi, tidak bisa saya harus berhenti dengan tuntutan itu. (Tidak bisa, red) harus mundur dengan tuntutan itu, semua ada mekanismenya," terang Sudewo, dilansir TribunJateng.com.
Karena Sudewo tidak mengundurkan diri, maka ada mekanisme hukum yang harus dilalui untuk melengserkan Bupati.
Baca juga: Muka Bupati Pati Sudewo Tegang Didemo Warga, Biduan Kiky Aprillia: Mental Masih Aman?
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Agus Riewanto menjelaskan mekanisme pemakzulan kepala daerah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pada Pasal 78 ayat (1), terdapat tiga alasan seorang kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yaitu karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan.
"Sehingga pemaknaan pemakzulan ada pada poin ketiga, yaitu diberhentikan. Sedangkan mengundurkan diri merupakan poin kedua," ungkap Agus saat dihubungi Tribunnews, Rabu (13/8/2025).
Kemudian pada ayat (2), seorang kepala daerah dapat diberhentikan dari jabatannya dengan sembilan alasan, yaitu:
1. Berakhir masa jabatannya
2. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan
3. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah
4. Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah
5. Melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah
6. Melakukan perbuatan tercela
7. Diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
8. Menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen, dan/atau
9. Mendapatkan sanksi pemberhentian
Tahap Pertama: DPRD Setujui Hak Angket
Agus menjelaskan, proses pertama, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menggunakan hak angket untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran sang kepala daerah.
DPRD nantinya dapat memilih mana dari sembilan alasan tersebut untuk dijadikan argumen.
"Bisa dipilih DPRD, mana yang akan dipilih sebagai alasan, apakah pada ketentuan melakukan perbuatan tercela misalnya, atau melanggar larangan, itu tergantung DPRD."
"Prosesnya harus rapat paripurna, kan sebelumnya menggunakan hak angket atau hak melakukan penyelidikan atau membuat pansus (panitia khusus) penyelidikan, dibuktikan dulu," ungkapnya.
Pansus memiliki waktu kerja maksimal 60 hari.
Apabila terbukti ada pelanggaran kepala daerah, DPRD dapat melanjutkan dengan penggunaan hak interpelasi, yaitu satu hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah yang diambil.
Kemudian keputusan pengusulan pemakzulan diambil melalui rapat paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 anggota DPRD, dengan persetujuan 2/3 yang hadir.
Apabila terbukti, DPRD dapat melanjutkan dengan penggunaan hak interpelasi, yaitu satu hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah yang diambil.
Keputusan ini diambil melalui rapat paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 anggota DPRD, dengan persetujuan 2/3 yang hadir.
Selanjutnya: Diusulkan ke Mahkamah Agung
Hasil rapat paripurna apabila memutuskan untuk memberhentikan kepala daerah dengan alasan yang telah disepakati, maka akan diusulkan ke Mahkamah Agung (MA).
"Mahkamah Agung yang menentukan, menilai dakwaan atau hak interpelasi DPRD itu yang menyatakan melanggar."
"Nantinya bupati yang dimakzulkan akan dikirimi surat, maksimal 15 hari kepada bupati untuk meminta keterangan tertulis semacam pembelaan," jelas Agus.

MA kemudian akan memeriksa dan memberikan putusan paling lambat 30 hari sejak menerima usulan dari DPRD.
"Keputusan MA itu tetap dan mengikat," ungkap Agus.
*Selanjutnya: Mendagri Memberhentikan Bupati apabila Pemakzulan Dikabulkan MA
Apabila MA mengabulkan usulan pemakzulan bupati/wali kota, maka Menteri Dalam Negeri (Mendagri) akan memberhentikan kepala daerah tersebut.
"Mendagri dalam 30 hari kemudian menerbitkan surat pemberhentian," jelas Agus.
Sedangkan jika usulan DPRD tidak dikabulkan MA, maka tidak terjadi pemberhentian.
Agus menjelaskan proses pemakzulan tidak bisa berjalan cepat.
"Lama prosesnya, bisa 2-3 bulan," ujarnya.
Profil Sudewo
Sudewo lahir di Pati, Jawa Tengah, pada 11 Oktober 1968.
Suami Atik Kusdarwati itu meraih gelar Sarjana di Universitas Sebelas Maret (UNS) pada 1993.
Ia kemudian melanjutkan pendidikannya ke jenjang S-2 Teknik Pembangunan di Universitas Diponegoro (UNDIP).
Setelah lulus kuliah, Sudewo memulai kariernya sebagai karyawan di PT Jaya Construction pada 1993–1994.
Ia juga pernah menjadi pegawai honorer di Departemen Pekerjaan Umum Proyek Peningkatan Jalan dan Jembatan Bali.
Pada 1997, ayah empat anak itu diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di Departemen Pekerjaan Umum Kanwil Jawa Timur dan kemudian menjadi PNS di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karanganyar.
Sudewo sempat menjadi wiraswasta selama 3 tahun.
Kemudian, ia mulai terjun ke dunia politik dengan bergabung bersama Partai Demokrat.
Sudewo terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk periode 2009–2013.
Pada 2019, ia kembali melenggang ke Senayan. Namun, kali ini melalui Fraksi Partai Gerindra.

Pada Pilkada Pati 2024, Sudewo berhasil terpilih untuk menduduki kursi Bupati.
Ia didampingi oleh Risma Ardhi Chandra sebagai Wakil Bupati.
Sebelum menjabat sebagai Bupati Pati, Sudewo sempat mencalonkan diri sebagai Bupati Karanganyar pada 2002, namun ia gagal terpilih.
Sudewo diketahui juga aktif dalam berorganisasi.
Riwayat Organisasi:
Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret (1991)
Ketua Keluarga Besar Marhaenis (2000)
Wakil Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (2001)
Koordinator Timses Pilkada Pacitan (2005)
Anggota Dewan Penasehat Fokerdesi (2007)
Koordinator Timses Pilgub Jawa Tengah (2008)
Ketua Bidang Pemberdayaan Organisasi DPP Partai Gerindra (2019–sekarang)
(tribun network/thf/TribunJateng.com/Tribunnews.com)
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Wawancara Eksklusif: Bupati Sudewo Bantah Mundur, Siap Hadapi Hak Angket DPRD Pati,
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.