HUT Kemerdekaan RI
Jejak Proklamasi: Mesin Ketik, Teks Sakral, dan Kabar Kemerdekaan yang Telat Sampai Daerah
Jejak Proklamasi: Mesin ketik Jerman, rumah Maeda, dan kabar kemerdekaan yang baru sampai ke Pekanbaru sebulan setelah merdeka.
Editor:
Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM - Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia pada Minggu, 17 Agustus 2025, jejak Proklamasi kembali menggema dari sudut-sudut sejarah yang nyaris terlupakan.
Dari mesin ketik milik kedutaan Jerman yang digunakan Sayuti Melik di rumah Laksamana Tadashi Maeda, hingga pengibaran bendera merah putih pertama di Pekanbaru yang baru terjadi sebulan setelah kemerdekaan diproklamasikan, kisah-kisah ini menjadi pengingat bahwa kemerdekaan bukan hanya soal tanggal, tapi juga tentang perjuangan menyebarkan kabar merdeka ke seluruh penjuru negeri.
Tribunnews.com merangkum Jejak Proklamasi mulai dari mesin ketik untuk menulis Naskah Proklamasi, Teks Prokalamasi, dan kabar kemerdekaan yang terlambat sampai ke daerah.
Mesin ketik di rumah Laksamana Tadashi Maeda
Mesin ketik di rumah Laksamana Tadashi Maeda menjadi saksi sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Laksamana Tadashi Maeda adalah seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang memainkan peran penting dalam proses kemerdekaan Indonesia.
Maeda dikenal sebagai tokoh Jepang yang mendukung kemerdekaan Indonesia secara moral dan logistik.
Rumahnya dijadikan tempat perumusan naskah proklamasi: Pada malam 16 Agustus 1945, Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo menyusun teks proklamasi di rumah Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1, Jakarta. Rumah Maeda memiliki hak imunitas militer.
Hal ini, karena status diplomatiknya, rumah tersebut aman dari intervensi Angkatan Darat Jepang.
Dia tercatat dalam sejarah pernah membantu pencarian Soekarno-Hatta saat keduanya disembunyikan di Rengasdengklok oleh golongan muda, Maeda membantu Soebardjo menemukan dan membawa mereka kembali ke Jakarta. Sebagai bentuk dukungan pendidikan politik bagi pemuda Indonesia, Maeda mendirikan asrama ini pada 1944 di Kebon Sirih, Jakarta.
Rumah Maeda kini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Ia dikenang sebagai satu-satunya perwira Jepang yang secara aktif membantu proses kemerdekaan Indonesia tanpa pamrih
Mesin ketik di rumah Laksamana Maeda digunakan oleh Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi yang dirumuskan Soekarno, Muhammad Hatta, dan Ahmad Soebardjo.
Meski berada di rumah Laksamana Maeda, mesin tik itu rupanya bukan milik perwira tinggi Angkatan Laut Jepang yang simpati dengan perjuangan rakyat Indonesia itu.
Kata Karisa, pemandu di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, mesin tik itu bukan milik Maeda maupun milik Sayuti Melik.
"Mesin tik ini punya kedutaan Jerman, dulu kantornya di dekat sini," kata Karisa Minggu (3/8/2025).
Berdasarkan buku "17 Fakta Mencengangkan di Balik Kemerdekaan Indonesia" karya Hendri F. Isnaeni (2015), mesin tik tersebut dipinjam ke kantor militer Jerman oleh pembantu Laksamana Maeda bernama Satzuki Mishima.
Di rumah Laksamana Maeda memang ada mesin tik, tetapi menggunakan huruf kanji.
Sedangkan naskah Proklamasi malam itu harus diketik menggunakan bahasa Indonesia. Maka Satzuki Mishima berinisiatif meminjam mesin tik dengan huruf alfabet ke rumah kedutaan Jerman.
Karisa menuturkan, saat ini tidak ada informasi pasti mengenai di mana keberadaan mesin tik yang digunakan Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi.
Bisa jadi usai naskah proklamasi diketik, mesin tik tersebut kemudian dikembalikan lagi oleh Satzuki ke kantor militer Jerman.
“Yang ada di museum sekarang hanyalah replika, "jelas Karisa.
Lokasi Pertama Pembacaan Teks Proklamasi
Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) diketahui dibacakan oleh Ir Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945, di Jakarta.
Pembacaan teks proklamasi juga menandakan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.
Semua mengetahui lokasi pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia adalah: Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat
Teks proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB.
Rumah tersebut merupakan kediaman pribadi Soekarno dan dipilih karena dianggap aman serta representatif untuk momen bersejarah.
Kini, lokasi tersebut dikenal sebagai Jalan Proklamasi dan menjadi situs bersejarah nasional.
Namun, tahukah Anda bahwa teks tersebut ternyata sebelumnya sempat dibacakan di Kota Cirebon.
Ya, teks tersebut dibacakan di simpang empat Alun-alun Kejaksaan, tepatnya di tempat yang kini berdiri Tugu Pensil.
Pemerhati sejarah dan budaya Kota Cirebon Jajat Sudrajat mengatakan, pembacaan teks proklamasi itu dilakukan dua hari sebelum hari kemerdekaan, yakni tanggal 15 Agustus 1945.
Yang membacakannya ialah dr Sudarsono, yang saat itu dikenal sebagai Direktur Utama Klinik Orange, yang kini menjadi RSD Gunung Jati Cirebon.
"Waktu itu hari Rabu, bulan puasa pada saat ngabuburit, saat itu orang ramai tuh dengan terpaksa karena mendapatkan amanat, dokter Sudarsono membacakan teks itu, cuma saat itu orang gak tahu bahwa yang dibacakan itu teks proklamasi dan orang juga tidak tahu dokter Sudarsono itu siapa."
"Hanya dikenal kemudian hari bahwa dia Direktur Klinik Orange, saat itu juga tidak diketahui proklamasi itu apa maknanya yang dibacakan di kota kecil, yang membaca juga bukan tokoh pergerakan," ujar Jajat saat berbincang dengan Tribun, Rabu (16/8/2023).
Teksnya sendiri, kata dia, ditulis oleh sahabat kental dr Sudarsono, yang bernama Sutan Syahrir.
Sutan Syahrir membuat teks proklamasi itu di ruangan dr Sudarsono, sehari sebelum dibacakannya teks tersebut.
"Jadi kalau kita berbicara tentang detik-detik proklamasi, dari apa yang pernah saya baca, dari apa yang saya dengar penyampaian dari pelaku perjuangan, konon dokter Syahrir merupakan sahabat kental dokter Sudarsono yang pada waktu itu beliau merupakan Direktur Klinik Orange yang kini RSD Gunung Jati Cirebon."
"Ada catatan dan pitutur yang menjelaskan bahwa di malam tanggal 14 Agustus 1945 di ruangan Direktur Klinik Orange, Sutan Syahrir membuat oret-oretan, dia berpesan agar besok bakda Asar bacakan oleh Dokter Sudarsono," ucapnya.
Jajat menyampaikan, pembacaan teks proklamasi di simpang empat Alun-alun Kejaksaan sendiri dilaksanakan pada sore hari menjelang magrib.
Saat itu, masyarakat yang mendengar pembacaan teks proklamasi tersebut sedang melakukan ngabuburit, menunggu waktu berbuka puasa.
"Dibacakan bakda Asar menjelang Magrib, ketika orang ngabuburit, kenapa? Pada saat itu, bahwa tokoh ulama besar Cirebon, Habib Syekh bin Yahya, masih hidup, beliau saat itu tokoh karismatik yang sangat disegani," jelas dia.
Keyakinan bahwa teks yang dibacakan Soekarno-Hatta pada hari kemerdekaan tahun 1945 itu adalah adanya coretan dua.
Dimungkinkan, teks asli yang ditulis Sutan Syahrir ada sedikit yang direvisi dan kemudian terdapat coretan tersebut.
"Saya tanya waktu itu ke salah satu almarhum tokoh pergerakan, apa yang meyakini bahwa teks itu ditulis oleh Sutan Syahrir dan dibacakan dokter Sudarsono, ada coretan dua, karena aslinya tidak ada."
"Aslinya itu tidak ada, yang mungkin teks itu disempurnakan ya, oleh para pemimpin bangsa bahwa seharusnya begini, gak usah ada kata itu dan lain-lain."
"Terlebih diyakini teks itu tulisan tangan Syahrir, bukan ketikan. Konsep itu ditulis Sutan Syahrir di ruangan dokter Sudarsono Klinik Orange."
"Nah, dari situlah, para pejuang, tokoh Cirebon ketika mendengar teks proklamasi yang dibacakan oleh Soekarno atas nama bangsa Indonesia kaget, karena teks itu yang dibacakan di simpang empat alun-alun Kejaksaan, yang sekarang persis berdirinya Tugu Pensil," katanya.
Kabar Kemerdekaan Terlambat Sampai Daerah
Masyarakat di Pekanbaru ternyata baru mendapat kabar kemerdekaan Indonesia satu bulan pasca pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno.
Proklamator itu membacakan teks proklamasi di Pegangsaan Timur, Jakarta pada 17 Agustus 1945.
Namun masyarakat di Pekanbaru kala itu baru mendapat kabar kemerdekaan Indonesia pada 15 September 1945.
Para angkatan muda pada Jawatan PTT (Post, Telegraph dan Telephone) atau Kantor Pos di masa pendudukan Jepang mengibarkan bendera di atas atap Kantor PPT kala itu.
Posisi kantornya berada di areal RTH Tunjuk Ajar Integritas, Jalan Ahmad Yani, Kota.
Lokasi yang dulunya merupakan Kantor Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau terdapat prasasti.
Prasasti batu itu menandai lokasi pertama pengibaran bendera merah putih di Kota Pekanbaru.
Batu itu ternyata jadi penanda dan saksi bisu lokasi pengibaran bendera merah putih untuk pertama kalinya di Kota Pekanbaru.
"Berita kemerdekaan baru terdengar di Pekanbaru pada tanggal 15 September 1945, kabar itu tersampaikan lewat informasi dari Bukittinggi," jelas Kabid Pembinaan Seni dan Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pekanbaru, Zulnawirawan kepada Tribunpekanbaru.com.
Iwan memaparkan bahwa prasasti merah putih ini tidak lepas dari kekalahan Jepang pada Perang Asia Timur Raya tahun 1945.
Saat itu Sekutu menjatuhkan bom atom di Nagasaki dan Hiroshima.
Jepang pun menyerah tanpa syarat kepada sekutu.
Indonesia yang saat itu negara yang dalam penjajahan Jepang akhirnya memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1944.
Namun beritanya belum tersiar hingga ke seluruh negeri.
Kabar kemerdekaan Indonesia lambat terdengar di Kota Pekanbaru karena baru tersiar satu bulan pasca proklamasi kemerdekaan.
Para pemuda Jawatan PTT kala itu langsung mengibarkan bendera merah putih di atas atap kantornya.
Mereka mendapat bendera yang merupakan sumbangan dari Basrul Jamil.
"Kami merah putih dijahit oleh istrinya, ada juga yang bilang kakaknya menjahit," kenangnya.
Iwan menyebut sempat ada pergolakan ketika pengibaran bendera itu.
Apalagi posisi Kantor PTT waktu itu berada dekat Kantor Syucokan atau pemerintah Jepang tingkat provinsi di Riau.
Lokasi tersebut saat ini adalah Museum Siaran RRI Pekanbaru, Jalan Ahmad Yani.
Pekanbaru menjadi ibukota Riau yang dipimpin Syucokan Riau.
Pemerintah Riau pun akhirnya mendirikan prasasti sebagai bentuk penghormatan di lokasi pengibaran bendera ini pada tahun 1978.
Mantan Gubernur Riau, R.Soebrantas Siswanto meresmikan prasasti itu pada 10 November 1978.
Pemerintah Kota Pekanbaru juga menyatakan bahwa prasasti ini satu cagar budaya.
Dirinya mengatakan bahwa Gubernur Riau kala itu memerintahkan Azali Johan untuk mencari batu untuk prasasti tersebut.
Batu ini akhirnya menjadi prasasti yang jadi monumen sejarah kemerdekaan RI di Riau.
Lokasi prasasti tersebut merupakan satu cagar budaya di Kota Pekanbaru.
Ada juru pelihara yang secara rutin merawat cagar budaya yang ada.
Batu itu memiliki tulisan bahwa posisinya berada saat ini merupakan lokasi pengibaran bendera merah putih pertama di Kota Pekanbaru pasca Indonesia merdeka tahun 1945.
Artikel ini telah tayang di TribunPekanbaru.com dengan judul Baru Satu Bulan Pasca Proklamasi Masyarakat di Pekanbaru Dapat Kabar Indonesia Merdeka,
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Tugu Pensil Cirebon, Ini Lokasi Pertama Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan RI, Bukan di Jakarta,
Artikel ini telah tayang di TribunBanyumas.com dengan judul Misteri Mesin Tik untuk Menulis Naskah Proklamasi Terungkap, Bukan Milik Maeda,
HUT Kemerdekaan RI
Profil Andi Java Ibnu Hajar Sinjaya, Paskibraka Nasional Perwakilan Jawa Barat |
---|
Long Weekend, Pemeriksaan Tiket dan Pencocokan Identitas Penumpang Digelar di Pelabuhan Merak Banten |
---|
Susunan Acara Karnaval Kemerdekaan yang akan Dibuka Presiden Prabowo, Ini Kegiatan yang Ditampilkan |
---|
Cerita Warisan Tongkat Jenderal Soedirman: Berbau Mistis, Tenang Ketika Disimpan di Museum |
---|
3 Contoh Amanat Pembina Upacara 17 Agustus, Penuh Makna dan Pesan Positif |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.