Macan Kumbang Dibuntuti 2 Anak Beda Warna, Fakta Bukan Subspesies, Ini Penjelasannya
Seekor induk macan kumbang dibuntuti dua anaknya yang memiliki warna berbeda, satunya totol-totol macan tutul Jawa
Penulis:
Facundo Chrysnha Pradipha
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNEWS.COM - Sebuah momen langka dan menggembirakan berhasil terekam di Pegunungan Sanggabuana, Jawa Barat.
Seekor induk macan tutul Jawa melanistik (berwarna hitam, dikenal sebagai macan kumbang) terlihat membawa dua anaknya, satu berwarna hitam seperti induknya, dan satu lagi bermotif tutul khas macan tutul Jawa.
Dilansir indonesia.go.id, merujuk dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas) 2016 – 2026, kucing besar berwarna hitam yang lazim disebut macan kumbang ini termasuk spesies macan tutul Jawa.
Adanya variasi yang berwarna hitam bukanlah subspesies, melainkan spesies yang sama.
Perbedaan warna itu disebabkan oleh pigmen melanistik, sehingga membuat ada jenis macan ini yang memiliki warna dasar gelap.
Kasus perbedaan warna ini banyak dijumpai di Pulau Jawa, Indonesia, dan di Benggala, India.
Para ahli mengatakan, perbedaan warna itu disebabkan oleh pigmen melanistik sehingga membuat ada jenis macan ini yang memiliki warna dasar gelap.
Meskipun warna dominan hitam, jika dilihat dari dekat ternyata macan kumbang masih memiliki sejumlah totol-totol.

Pola totol-nya pun sama, yaitu berbentuk "rosette" atau corak kembang. Dari sisi genetika, fenomena melanisme dibawa oleh gen resesif.
Adapun temuan induk macan kumbang dengan dua anaknya tersebut terekam oleh kamera jebak yang dipasang oleh tim "Sanggabuana Javan Leopard Survei", kolaborasi antara Sanggabuana Conservation Foundation (SCF), Prajurit Menlatpur KOSTRAD TNI AD, dan Perum Perhutani KPH Purwakarta.
Kamera tersebut dilepas langsung oleh KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, M.Sc pada Februari 2025 lalu, sebagai bagian dari ekspedisi konservasi bertajuk Macan Tutul Jawa Sanggabuana.
Baca juga: 19 Macan Tutul Jawa dan Macan Kumbang Terekam Kamera Jebak di Pegunungan Sanggabuana
Update Penelitian
Hasil pemantauan visual dari 40 unit kamera jebak dipasang di kawasan hutan latihan tempur Menlatpur Kostrad, Pegunungan Sanggabuana, tercatat 198 aktivitas satwa liar, dikutip dari laman resmi TNI AD.
Jumlah ini termasuk keberadaan 19 individu macan tutul jawa dan macan kumbang, serta dua anak macan yang menjadi sorotan utama.
Ini merupakan kali pertama survei populasi macan tutul dilakukan secara sistematis dan berbasis protokol ilmiah di wilayah Sanggabuana.
Tak hanya macan tutul, kamera juga merekam kehadiran Elang Jawa, satwa endemik yang langka, menegaskan bahwa kawasan ini memiliki nilai ekologis tinggi dan layak dijadikan zona konservasi prioritas.
Jenderal Maruli menekankan, pelestarian lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab nasional.
Program "Bersatu Dengan Alam" menjadi wujud nyata komitmen TNI AD untuk menjaga keseimbangan ekosistem, terutama di kawasan hutan lindung yang juga digunakan sebagai area latihan militer.
"Kita semua memiliki peran dalam menjaga keberlanjutan hayati Indonesia. TNI AD akan terus mendukung upaya pelestarian lingkungan sebagai bagian dari bela negara," ujar Kasad, dalam keterangannya.
Koordinator survei dari Sanggabuana Conservation Foundation (SCF), Bernard T. Wahyu Wiryanta, menyampaikan, hasil tahap pertama ini memberikan gambaran penting bagi penyusunan kebijakan perlindungan satwa langka.
Selain mencatat jumlah individu macan tutul, survei juga mencakup pemetaan pola makan dan identifikasi potensi ancaman terhadap habitat.
"Data ini menjadi landasan penting untuk mengusulkan perubahan status hutan Sanggabuana menjadi kawasan konservasi resmi. Dengan perlindungan hukum yang jelas, upaya pelestarian bisa berjalan lebih optimal," kata Bernard, Sabtu (13/9/2025).
Bernard juga menyoroti kontribusi aktif prajurit Menlatpur Kostrad dalam kegiatan konservasi.
Selain membantu pemasangan kamera dan pengumpulan data, mereka turut menjaga agar aktivitas latihan tempur tidak mengganggu habitat satwa.
Bahkan, kehadiran mereka terbukti efektif dalam menekan angka perburuan liar dan mencegah perambahan hutan.
Memasuki Agustus 2025, survei tahap pertama telah selesai dan kamera jebak dipindahkan ke titik-titik baru dalam grid pemantauan lanjutan.
Indikasi populasi yang masih bertahan di area seluas 10.000 hektar menjadi kabar baik, sekaligus pengingat bahwa habitat ini perlu perlindungan lebih ketat agar tidak mengalami tekanan ekologis.
Melalui kolaborasi antara SCF, TNI AD, dan pemangku kepentingan lainnya, ekspedisi ini diharapkan mempercepat proses penetapan Pegunungan Sanggabuana sebagai kawasan konservasi resmi.
Lebih dari sekadar menjaga kedaulatan, TNI AD kini menunjukkan peran strategis dalam menjaga warisan alam Indonesia untuk generasi mendatang.
Mereka akan kembali lagi pada November 2025 mendatang untuk memperbarui data dari hasil pengamatan. Termasuk penangkapan rekaman video kamera jebak yang telah disebar.
Dalam unggahannya di Instagram @gunungsanggabuana, kamera jebak yang menangkap gerak-gerik macan tutul Jawa tersebut mendapat respons positif dari warganet.
Banyak di antaranya mengaku senang atas pemandangan indah bisa menyaksikan hewan langka dilindungi dalam kondisi sehat di ekosistemnya.

Berikut contohnya:
@bung_daman mantap
@suaka_margasatwa_pulau_rambut Alhamdulillah..ini kabar baik. Makasih min sudah berbagi video yg sangat berharga ini
@reiza_oscar_rachman long life the king
@saefudinreza11 Alhamdulilah gemuk gemuk banget
(Tribunnews.com/ Chrysnha)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.