Dedi Mulyadi Pimpin Jabar
Mengenal Gerakan 'Rereongan Sapoe Sarebu' Dedi Mulyadi hingga Pro Kontra Warga Jawa Barat
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi telah memperkenalkan program Poe Ibu atau gerakan menyisihkan uang seribu rupiah per hari.
TRIBUNNEWS.COM – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi telah memperkenalkan suatu program baru yang bernama Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu pada awal Oktober 2025.
Dalam Bahasa Sunda, rereongan berarti gotong royong atau saling membantu, sapoe berarti satu hari, dan sarebu artinya seribu. Sehingga bisa diartikan sebagai gerakan gotong royong dengan menyumbang seribu rupiah setiap hari.
Melalui Gerakan ini, Dedi Mulyadi ingin mengajak seluruh aparatur sipil negara (ASN), pelajar, dan masyarakat untuk meningkatkan rasa kesetiakawanan sosial serta memperkuat pemenuhan hak dasar di bidang pendidikan dan kesehatan yang masih terkendala keterbatasan anggaran maupun akses.
Tak hanya itu, Rereongan Poe Ibu juga menjadi wadah donasi publik resmi untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang sifatnya darurat dan mendesak dalam skala terbatas, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan.
Meski begitu, program tersebut menuai pro dan kontra dari sejumlah masyarakat Jawa Barat.
Berikut Tribunnews sajikan pengertian Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu hingga pro dan kontra dari sejumlah warga Jawa Barat.
Baca juga: Ini Alasan Dedi Mulyadi Ajak Warga dan ASN Jabar Sisihkan Rp1.000, Pengumpulan Uang Mirip Jimpitan
Pengertian Poe Ibu
Dikutip dari laman resmi Pemprov Jabar, gerakan Rereongan Sapoe Sarebu atau Poe Ibu memiliki makna sebagai gerakan partisipatif berbasis gotong royong yang mengusung nilai kearifan lokal "silih asah, silih asih, silih asuh".
Dalam hal ini, seluruh elemen masyarakat, baik ASN, pelajar dan seluruh pemangku kepentingan di Jawa Barat mendapat tugas untuk menyisihkan uang seribu rupiah per hari
Gerakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
SE ini ditujukan kepada Bupati/Wali Kota se-Jawa Barat, Kepala Perangkat Daerah di lingkungan Pemda Provinsi Jabar, serta Kantor Wilayah Kementerian Agama Jabar.
Prinsip dasar pelaksanaannya adalah dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat.
Lingkup Program
Gerakan ini dilaksanakan di lingkungan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, instansi pemerintah maupun swasta, sekolah dasar hingga menengah, serta di lingkungan masyarakat RT dan RW.
Sistem Pengumpulan Dana
Dana Rereongan Poe Ibu dikumpulkan melalui rekening khusus Bank BJB dengan format nama rekening Rereongan Poe Ibu, nama instansi/sekolah/unsur masyarakat.
Pengumpulan, pengelolaan, penyaluran, pencatatan, dan pelaporan dana dilakukan oleh pengelola setempat yang bertanggung jawab penuh terhadap akuntabilitasnya.
Tuai Pro dan Kontra
Meski hanya menyisihkan uang Rp1.000 per hari, namun nyatanya warga Jawa Barat masih ada yang setuju dan tidak setuju dengan Gerakan tersebut.
Beberapa warga menilai program ini membebani masyarakat yang sudah dikenai pajak. Ada juga yang mempertanyakan transparansi dan potensi unsur paksaan, terutama bagi pelajar dan ASN.
Sebagian mengaku pasrah. Sebagian mengaku mendukung. Namun, ada juga yang mengaku ragu.
Satu di antara warga asal Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Edi Kusnaedi (35) mengaku sangat mendukung program rereongan ini meski masih ragu dengan pelaksanaannya.
"Seribu rupiah itu kan kecil sekali. Tapi kalau dikumpulkan banyak orang, pasti hasilnya besar. Bisa bantu anak-anak sekolah atau orang sakit yang tidak mampu," ujar Edi kepada Tribun Jabar, Sabtu (4/10/2025).
Sementara itu, Enung (40) justru keberatan dengan program baru ini. Menurutnya, program tersebut rawan disalahgunakan.
"Terus terang saya kurang setuju. Seribu memang kecil, tapi kalau tiap hari dikumpulkan se-Jawa Barat kan jumlahnya besar sekali. Kalau tidak ada pengawasan ketat, ya rawan dikorupsi," ujar Enung, warga Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung.
Berbeda dengan Edi dan Enung, warga Kecamatan Katapang, Wisnu (29), memilih pasrah. Menurutnya, selama uangnya sampai ke orang yang membutuhkan, ia tidak keberatan.
"Saya sih ngikut saja apa kata pemerintah. Seribu per hari tidak akan bikin miskin, malah bisa jadi amal kalau betul dipakai membantu orang susah," katanya.
"Tapi kalau ujung-ujungnya ada kebocoran atau diselewengkan, ya rugi juga masyarakat. Jadi kuncinya pemerintah harus jaga amanah. Kalau benar-benar untuk kebaikan, saya siap ikut,” sambungnya.
Baca juga: Program Sisihkan Rp1.000 Dedi Mulyadi Sudah Dimulai di Purwakarta, Dana Terkumpul Bakal Diaudit
Bersifat Tak Wajib
Menanggapi berbagai respons dari sejumlah warga Jawa Barat, Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Herman Suryatman buka suara terkait program iuran Rp1.000 per hari.
Menurutnya, kebijakan iuran Rp1.000 per hari tidak bersifat wajib, kecuali Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ia mengatakan, kebijakan Poe Ibu diperuntukkan bagi yang mampu.
Herman meyakini ASN di Pemprov Jabar termasuk mampu sehingga diwajibkan untuk iuran Rp1.000 per hari.
"Rereongan Sapoe Sarebu itu bagi yang mampu, yang tidak mampu menjadi pihak yang akan dibantunya. Kalau ASN kan pasti mampu ya," kata Herman, dikutip dari TribunJabar.id, pada Senin (6/10/2025).
Lebih lanjut, Herman menjelaskan kebijakan iuran Rp1.000 dilaksanakan untuk menggugah rasa gotong-royong warga Jabar.
Sebab, gotong-royong adalah budaya bangsa yang harus dijaga.
(Tribunnews.com/David Adi/Glory Lazuardi) (TribunJabar.id/Nazmi Abdurrahman)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.