Kamis, 9 Oktober 2025

Tak Punya Seragam, Anak di Maluku Putus Sekolah Meski SMP Beberapa Meter dari Rumah

Kisah pilu ibu di Maluku Tengah, anaknya putus sekolah karena tak mampu beli seragam, kini kembali belajar lewat Sekolah Rakyat.

Editor: Glery Lazuardi
freepik
SEKOLAH - Sumiati (33), warga Dusun Amdua, Maluku Tengah, menatap anaknya yang kini kembali bersekolah lewat program Sekolah Rakyat Terintegrasi setelah sempat putus sekolah karena tak punya seragam. 

TRIBUNNEWS.COM - Potret pendidikan di Indonesia mengundang keprihatinan.

Sejumlah permasalahan masih dialami mulai dari ketimpangan akses pendidikan, kualitas guru yang belum merata, tingginya angka putus sekolah, infrastruktur sekolah yang rusak dan ketimpangan digital.

Salah satu cerita dari Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Sumiati (33), orang tua di Maluku Tengah, menceritakan bagaimana anaknya harus putus sekolah karena tidak mampu beli seragam. Anaknya bersekolah di Sekolah Rakyat Terintegrasi 73 Maluku Tengah.

Sekolah Rakyat Terintegrasi adalah program pendidikan inklusif berasrama yang dirancang untuk anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem, dengan pendekatan holistik yang menggabungkan pendidikan formal, pengasuhan, dan pembinaan karakter.

Namun, anak Sumiati tidak dapat sekolah karena tidak mempunyai uang membeli seragam.

Seragam merupakan salah satu kebutuhan primer anak sekolah.

Harga satu set seragam bisa mencapai ratusan ribu rupiah. Jika ada lebih dari satu anak sekolah, beban biaya makin berat.

Beberapa sekolah menegakkan aturan ketat soal seragam, sehingga siswa yang tidak patuh bisa dilarang masuk.

Dalam keluarga miskin, kebutuhan makan dan kesehatan lebih mendesak daripada seragam. Akibatnya, pendidikan jadi pilihan terakhir, bukan prioritas.

Momen pembukaan Masa Perkenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dan Pemeriksaan Kesehatan siswa di Masohi, Senin (6/10/2025).

‎Sumiati bercerita, saat anaknya hendak masuk ke jenjang SMP, sang anak tak punya pakaian seragam sekolah. Alhasil, anaknya lebih memilih putus sekolah. ‎

‎Ibu dari tujuh anak itu berdomisili di Dusun Amdua, Negeri Sepa, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah.‎

‎Mama Sumiati (37), mengisahkan anaknya terlambat sekolah, bahkan tidak lagi berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan.‎

‎"Jadi anak saya tidak masuk sekolah SMP karena tidak ada baju sekolah SMP, jadi dia tidak mau masuk sekolah lagi. Anak saya malu hati (canggung) dengan teman-teman seusianya," jelas Sumiati. 

‎Kemudian dirinya menerima informasi dari Pendamping PKH untuk Sekolah Rakyat

Sumber: Tribun Ambon
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved