Jumat, 10 Oktober 2025

Mengenal Megamendung, dari Area Konflik Lahan Berubah Jadi Destinasi Ekowisata Bogor

Dari konflik agraria menuju harmoni alam, Megamendung kini bangkit sebagai destinasi ekowisata berbasis masyarakat.

Editor: Glery Lazuardi
(TribunnewsBogor.com/Naufal Fauzy)
KAWASAN MEGAMENDUNG BOGOR- Warga Desa Sukagalih, Megamendung, Kabupaten Bogor, menatap hamparan hijau hasil reboisasi lahan eks sengketa yang kini berubah menjadi kawasan ekowisata. Transformasi ini membuka lapangan kerja dan menumbuhkan harapan baru bagi warga lereng Gunung Gede Pangrango. 

Ridwan menilai pola investasi semacam ini sejalan dengan kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan hilirisasi dan penyerapan tenaga kerja.

“Hilirisasi investasi di sini salah satunya melalui sektor ketenagakerjaan. Itu membantu mengurangi pengangguran,” tambahnya.

Dari perspektif akademik, M. Yogie Syahbandar, pakar Perencanaan Wilayah dan Kota dari Universitas Pakuan (Unpak), menilai Kabupaten Bogor memiliki potensi besar dalam mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat.

“Bogor memiliki potensi wisata alam yang sangat beragam—mulai dari pegunungan, pertanian, gua, hingga hutan. Karakteristik pedesaannya yang kuat menjadikannya ideal untuk wisata berbasis pemberdayaan masyarakat lokal,” jelasnya.

Namun, Yogie menegaskan, pengembangan ekowisata tidak bisa dilakukan secara serampangan. 

“Harus diperhatikan aspek sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, serta tata kelola kelembagaan dan infrastruktur. Termasuk promosi dan pembentukan kelompok ekowisata sebagai penggerak lokal,” ujar Ketua Korwil ASPI Jabodetabek ini.

Menurutnya, keterlibatan korporasi seperti Eiger justru bisa mempercepat proses pengembangan ekowisata.

“Dalam konsep triple helix, harus ada sinergi antara masyarakat, pemerintah, dan pengusaha. Korporasi bisa berperan dalam inkubasi, percepatan, maupun pelaksanaan program ekowisata. Yang penting, koridor sosial, ekonomi, dan lingkungan tetap dijaga,” terang Yogie.

Ia menambahkan, brand besar yang memiliki kepedulian terhadap alam bisa menjadi pengungkit pembangunan berkelanjutan.

“Biasanya, perusahaan yang peduli terhadap lingkungan akan menjalankan usaha yang sejalan dengan prinsip konservasi. Namun tetap harus diawasi agar tidak menyalahi tujuan pelestarian,” pungkasnya.

Dari sisi kebijakan, anggota DPRD Kabupaten Bogor Fahirmal Fahim mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara penataan kawasan dan kesejahteraan masyarakat.

“Kawasan Puncak bukan hanya destinasi wisata, tapi juga sumber penghidupan bagi ribuan warga. Karena itu, kami berharap pemerintah memberi ruang transisi dan pendampingan bagi para pelaku usaha yang sedang melengkapi izin atau menyesuaikan dengan ketentuan,” ujarnya.

Fahirmal menegaskan, pihaknya akan terus mengawal agar kebijakan pembangunan tetap berpihak pada warga tanpa mengorbankan lingkungan.

“Kami percaya, kebijakan yang baik adalah yang mampu melindungi alam sekaligus menyejahterakan masyarakat,” tegasnya.

Kini, Megamendung mulai dikenal bukan sekadar tempat singgah menuju Puncak, tetapi sebagai kawasan ekowisata. Namun, di tengah geliat pembangunan, ada pula kekhawatiran dari warga akibat gelombang PHK menyusul penutupan sementara beberapa lokasi wisata.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved