Senin, 17 November 2025

Longsor di Cilacap

Cilacap Dilanda Longsor, BMKG Ungkap Faktor Pemicu dan Langkah Antisipasi

Longsor yang terjadi di Kabupaten Cilacap pada Kamis (13/11/2025) menyisakan kekhawatiran baru bagi warga. 

Tribun Banyumas/Permata Putra Sejati
EVAKUASI KORBAN - Tim SAR Gabungan melakukan proses evakuasi di lokasi tanah longsor Desa Cibeunying, Cilacap, Jumat (14/11/2025). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

 

Ringkasan Berita:
  • Longsor terjadi di Kabupaten Cilacap Kamis (13/11/2025).
  • Potensi cuaca ekstrem yang masih berlanjut dalam beberapa hari ke depan.
  • BMKG ungkap langkah antisipasi.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Longsor yang terjadi di Kabupaten Cilacap pada Kamis (13/11/2025) menyisakan kekhawatiran baru bagi warga. 

Bukan hanya karena material tanah yang menutup akses dan mengancam permukiman, tetapi juga karena potensi cuaca ekstrem yang masih berlanjut dalam beberapa hari ke depan.

Baca juga: Anjing Pelacak K9 Polri Diterjunkan Cari Korban Longsor Cilacap

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis penjelasan lengkap mengenai rangkaian peristiwa yang memicu longsor tersebut serta upaya penanganan yang saat ini disiapkan bersama berbagai pihak. 

Paparan BMKG menunjukkan bahwa kejadian ini bukan insiden tunggal.

Bencana longosr merupakan akumulasi kondisi cuaca basah berkepanjangan, fenomena atmosfer regional, hingga bibit siklon yang aktif di sekitar Indonesia.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa longsor di Majenang terjadi setelah wilayah Cilacap diguyur hujan intens selama beberapa hari berturut-turut. 

Observasi di Pos Hujan Majenang menunjukkan dua hari dengan curah hujan sangat tinggi, yakni 98,4 mm/hari dan 68 mm/hari pada 10–11 November.

Setelah itu, wilayah tersebut masih diguyur hujan ringan. Kondisi inilah yang membuat tanah jenuh air, mengurangi daya ikatnya, dan membuat lereng mudah bergerak.

“Rangkaian hujan tersebut membuat kondisi tanah semakin basah dan lereng menjadi lebih rentan terhadap pergerakan,” ujar Guswanto dalam siaran pers, Minggu (16/10/2025). 

Dalam konteks kebencanaan hidrometeorologi, tanah jenuh air adalah salah satu pemicu utama terjadinya longsor. 

Ketika struktur tanah melemah, getaran kecil, aliran air, atau tekanan dari bagian lereng lainnya bisa menjadi pemicu pergerakan massa tanah.


Fenomena Atmosfer yang Memperkuat Pembentukan Awan Hujan

HUJAN MIKROPLASTIK - Pengendara roda dua melintas saat hujan di Jalan Rasuna Said, Jakarta, Senin (3/11/2025). Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengimbau masyarakat memakai masker dan mengurangi aktivitas di luar ruangan setelah hujan karena air langit itu, menurut temuan Badan Riset dan Inovasi Nasional, mengandung mikroplastik. Bagi manusia, mikroplastik bisa menimbulkan pelbagai penyakit serius, seperti gangguan reproduksi, masalah hormonal, dan kanker. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
HUJAN MIKROPLASTIK - Pengendara roda dua melintas saat hujan di Jalan Rasuna Said, Jakarta, Senin (3/11/2025). Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengimbau masyarakat memakai masker dan mengurangi aktivitas di luar ruangan setelah hujan karena air langit itu, menurut temuan Badan Riset dan Inovasi Nasional, mengandung mikroplastik. Bagi manusia, mikroplastik bisa menimbulkan pelbagai penyakit serius, seperti gangguan reproduksi, masalah hormonal, dan kanker. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Tak hanya hujan harian, dinamika atmosfer skala besar juga berkontribusi. 

BMKG menyebut adanya pengaruh fenomena Madden Julian Oscillation (MJO) yang sedang aktif melintas di sekitar Indonesia. 

MJO dikenal sebagai sistem cuaca global yang dapat meningkatkan potensi pembentukan awan hujan.

Selain MJO, terdapat pula gelombang atmosfer lain yang ikut memperkuat proses konveksi. 

Pola angin berputar di barat Lampung dan selatan Bali, serta zona belokan angin (shearline) di sekitar Jawa, membuat pertumbuhan awan semakin intens.

“Kondisi atmosfer tersebut mendorong terbentuknya awan konvektif yang dapat menimbulkan hujan sedang hingga lebat, disertai kilat atau petir serta angin kencang,” lanjut Guswanto.

Situasi ini menjelaskan mengapa beberapa daerah di Jawa Tengah belakangan mengalami hujan lokal dengan intensitas tinggi meski durasinya tidak panjang.


Kelembapan Udara Menguat di Tiga Lapisan Atmosfer

Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, memaparkan bahwa pemantauan atmosfer menunjukkan kelembapan udara mencapai 70–100 persen pada lapisan 850 mb, 700 mb, hingga 500 mb. 

Ini menandakan udara sangat basah, sehingga sangat mudah terbentuk awan hujan dalam jumlah besar.

BMKG juga sudah mengeluarkan Peringatan Dini Cuaca Ekstrem untuk Cilacap pada periode 11–20 November 2025, yang menegaskan potensi hujan lebat kembali pada 19–22 November.

“Pada rilis tersebut juga disampaikan bahwa hujan sedang hingga lebat diperkirakan dapat terjadi kembali pada 19–22 November 2025,” ujar Andri.

Informasi ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat dan aparat di daerah rawan, khususnya yang masih dalam proses evakuasi pascalongsor.


Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) Disiapkan untuk Cegah Longsor Susulan

Pelaksanaan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di wilayah Jawa Tengah pada Sabtu (16/3/2024) kemarin.
Pelaksanaan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di wilayah Jawa Tengah pada Sabtu (16/3/2024) kemarin. (Foto: Humas BNPB)

BMKG bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kini menyiapkan kemungkinan pelaksanaan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC). 

Tujuan utamanya adalah menurunkan intensitas hujan sebelum mencapai wilayah rawan longsor agar evakuasi warga dapat berjalan aman dan risiko longsor susulan menurun.

Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG, Tri Handoko Seto, menegaskan bahwa OMC disiapkan sebagai solusi adaptif jangka pendek.

Ia menjelaskan bahwa pesawat dan posko operasi akan diusulkan di Banda Udara Husein Sastranegara, Bandung, karena lokasinya strategis dan jarak tempuhnya ideal menuju wilayah Majenang.

Di tingkat lokal, Kepala Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap, Bagus Pramujo, menyampaikan bahwa BMKG telah berada di lapangan sejak 15 November. 

Mereka memberikan data cuaca harian yang lebih detail untuk Desa Cibeunying, lokasi terdampak longsor.

Informasi yang presisi menjadi kebutuhan utama tim BASARNAS, BPBD, dan relawan dalam menentukan pola kerja di medan yang labil.

Bagus menegaskan bahwa pemutakhiran informasi cuaca terus dilakukan dari hari ke hari guna mengantisipasi pergerakan tanah susulan.


Dua Bibit Siklon Terpantau

Di luar faktor lokal Cilacap, BMKG juga mewanti-wanti aktivitas dua Bibit Siklon Tropis 97S dan 98S yang berada di sekitar Indonesia. 

Meski peluang berkembang menjadi siklon tropis dalam 72 jam ke depan rendah, efek tidak langsungnya sudah mulai terasa.

“Meskipun kedua bibit siklon tersebut diperkirakan memiliki peluang kecil berkembang menjadi siklon tropis, kondisi pendukung seperti suhu muka laut yang hangat serta aktivitas MJO yang meningkat tetap memicu dampak nyata berupa hujan lebat dan gelombang tinggi di sejumlah wilayah,” ujar Guswanto.

Bibit Siklon 97S membawa potensi hujan sangat lebat di NTT, sementara hujan sedang hingga lebat dapat terjadi di Jateng, DIY, Jatim, Bali, dan NTB. 

Angin kencang dan gelombang tinggi juga berpotensi terjadi di sejumlah perairan selatan Indonesia.

Sementara Bibit Siklon 98S berdampak pada tingginya gelombang di Samudra Hindia barat serta potensi hujan lebat di Bengkulu, Lampung, Banten, dan Jawa Barat.

 

Apa yang Bisa Dilakukan Warga Sekarang?

Dalam situasi penuh ketidakpastian cuaca, masyarakat di wilayah rawan longsor dianjurkan:

1. Menghindari area lereng terjal, retakan tanah, atau aliran air yang tiba-tiba berubah warna.

2. Tidak memaksakan evakuasi mandiri, terutama saat hujan intens karena kondisi tanah bisa berubah dalam hitungan menit.

3. Memastikan jalur komunikasi tetap aktif, mengingat akses jalan bisa tertutup material longsor.

4. Mengikuti seluruh peringatan dini dari BMKG, baik melalui aplikasi, media sosial, maupun grup resmi yang difasilitasi pemerintah daerah.

Melihat kejadian longsor di Cilacap dan berbagai daerah Jawa lainnya dalam beberapa hari terakhir, BMKG mengimbau pemerintah daerah, aparat, media, dan masyarakat untuk memperkuat koordinasi.

Cuaca ekstrem diperkirakan masih berlangsung, dan kesiapsiagaan kolektif menjadi modal utama untuk mencegah korban jiwa.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved