Selasa, 30 September 2025

Bondan Winarno Meninggal Dunia

Cerita Seorang Sopir Taksi yang Berterima Kasih pada Bondan Winarno

Bagi saya pengalaman seperti itu benar-benar mengharukan. Ternyata apa yang saya lakukan, ada artinya untuk mereka.

kompas.com
Bondan Winarno. 

Ternyata ia adalah lulusan S1. Karena belum mendapat pekerjaan sesuai bidangnya, ia menjadi sopir taksi.

Kadang ia merasa malu karena hanya mampu makan makanan pinggir jalan. Padahal di Wisata Kuliner, saya malah kerap mempromosikan makanan-makanan khas yang ada di pinggir jalan.

Itulah yang membuatnya tak malu lagi makan makanan pinggir jalan. Ada juga beberapa pemilik rumah makan yang setelah masuk Wisata Kuliner, menjadi banyak dikunjungi tamu.

Mereka telepon saya. Wah, bagi saya pengalaman seperti itu benar-benar mengharukan.  Ternyata apa yang saya lakukan, ada artinya untuk mereka.

Bagaimana respons dari masyarakat ?

Saya sangat gembira, penggemar Wisata Kuliner ternyata datang dari berbagai lapisan dan profesi. Mulai dari anak usia dua tahun hingga orang tua. Bayangkan, setiap jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, ada saja anak-anak kecil yang ketika bertemu saya bilang: mak nyusss..Haha ha.

(Dalam tayangan Wisata Kuliner, Bondan memang sering berucap maknyus, untuk mengomentari kelezatan makanan yang dicicipi.)

Omong-omong sejak kecil apa Anda ingin jadi ahli kuliner?

Oh tidak. Sejak kecil saya hobi menulis. Di usia 10 tahun, saya memenangkan lomba mengarang di Majalah Si Kuncung. Saat SMP dan SMA ,tulisan saya dimuat di Harian Indonesia Raya, Angkatan Bersenjata, dan Majalah Varia.

Saya kemudian berpikir, memang inilah jalan hidup saya. Saya ingin menjadi penulis. Saat duduk di bangku kelas dua SMA saya ingin memilih bidang sosial budaya. Saya pun sudah bertekad masuk Fakultas Publisistik. Tetapi, saya malah masuk Arsitektur.

Kenapa begitu?

Ketika ibu tahu saya ingin jadi penulis, beliau malah menangis. Katanya, saya harus jadi dokter atau insinyur. Akhirnya, dengan ogah-ogahan saya daftar di Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro dan diterima.

Karena tidak minat, kuliah tidak saya selesaikan. Tahun 1970 saya malah nekat pindah ke Jakarta untuk bekerja.

Di mana Anda bekerja?

Saya sempat menjadi pegawai honorer di Dephankam dengan gaji Rp 2.500 perak. Lama-lama saya merasa bosan. Saya membutuhkan tantangan kerja yang lebih tinggi.

Halaman
1234
Sumber: Intisari
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved