Cerita Hamish Daud Tentang Nilai Ekonomi Sampah, Menghidupi Pemulung hingga Korban PHK
Hamish Daud menunjukkan kepeduliannya terhadap lingkungan. Yang menjadi perhatiannya, yakni bagaimana cara mengatasi masalah sampah.
Editor:
Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Hamish Daud menunjukkan kepeduliannya terhadap lingkungan. Yang menjadi perhatiannya, yakni bagaimana cara mengatasi masalah sampah.
Menurut suami penyanyi Raisa Andriana ini, sampah bisa dikelola dan dimanfaatkan.
Bahkan, lanjut dia, bisa bernilai ekonomi tinggi jika diperlakukan dengan benar sejak awal, yaitu mulai dari rumah tangga.
Sebagai solusi, Hamish mengenalkan aplikasi Octopus.
Dengan aplikasi itu, memungkinkan pengguna atau konsumen mengirimkan kemasan bekas pakai untuk didaur ulang menjadi produk yang bernilai jual.
Baca juga: Pemprov DKI Cari Solusi Terkait Habisnya Kontrak Pembuangan Sampah di TPST Bantargebang
“Kami menyediakan layanan penjemputan untuk kemasan pascakonsumsi melalui aplikasi Octopus,” jelas Hamish, Co-Founder Octopus.
“Mimpi kami adalah Octopus menjadi solusi paling efektif untuk Industri dalam mengatasi masalah suplai material daur ulangnya” ujar Hamish.
Hamish yang bertindak sebagai Chief of Partnership Octopus menjelaskan, Octopus memiliki 3 mobile apps, yaitu untuk Pengguna (konsumen), Pelestari (kolektor sampah), dan Checkpoints (Usaha Jual Beli Kemasan Bekas).

“Ketiga aplikasi ini telah bersinergi dengan sangat baik,” ujarnya.
Hamish menambahkan, Octopus menyediakan data yang berguna untuk industri FMCG (Fast
Moving Consumer Goods), serta menyediakan solusi bagi industri kemasan.
Karena memiliki 3 mobile apps yang mensinergikan tiga pihak, Octopus diyakini akan memiliki nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat.
Lebih lanjut Hamish menjelaskan, 3 aplikasi Octopus memiliki mekanisme kerja sesuai dengan target sasaran pengguna, yaitu:
1. Aplikasi untuk Customer/Konsumen (ibu rumah tangga/masyarakat) yang akan mengumpulkan sampah kemasan dan diserahkan ke Pelestari (pemulung) dengan mendapatkan insentif sesuai dengan nilai sampah yang terkumpul.
2. Aplikasi untuk Pelestari, yang akan mengambil barang dari konsumen selanjutnya dijual ke Checkpoints.
3. Aplikasi untuk Checkpoints (bank sampah/pengepul). Pihak ini akan membeli sampah dari
Pelestari dan dijual ke Industri yang telah bekerja sama dengan Octopus.
Lebih lanjut Hamish mengatakan, mayoritas Pelestari ini dulunya pemulung yang diberi pelatihan cara memakai aplikasi dan mengenali sampah kemasan yang sesuai dengan standar industri daur ulang.
Selain pemulung, banyak juga mahasiswa, korban PHK akibat pandemi Covid-19, dan sopir ojek online yang tak sanggup membayar cicilan motor karena lesunya order di tengah wabah virus corona yang kini ikut bergabung menjadi Pelestari.
Baca juga: 5 Alasan Pentingnya Penyu bagi Lingkungan dan Perannya dalam Kehidupan Sekitarnya
“Pelestari bekerja dengan jam kerja bebas. Kapan saja mereka ingin bekerja, maka tinggal menyalakan aplikasinya lalu merespons permintaan dari pengguna Octopus yang ingin mengirimkan kemasan daur ulangnya,” imbuh Hamish.
Hamish mengisahkan bagaimana Octopus dapat mengubah kehidupan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Mhilina adalah seorang karyawan hotel di Makassar.
Dia kehilangan pekerjaannya karena situasi Covid-19. Setelah berbulan-bulan menganggur, perempuan ini mendengar tentang Octopus dan bergabung sebagai Pelestari. Di bulan ke-4, ia mendapatkan penghasilan sebesar Rp 4 juta per bulan.
Sementara itu, sebelum bergabung di Octopus, Rosmini sudah menjalankan bisnis pengumpulan sampahnya sendiri.
Arus kasnya kacau dan keuntungannya hanya 3-5%. Dia mendengar bahwa ada aplikasi baru yang dapat membantunya menjalankan bisnis.
Segera setelah bergabung dengan Octopus, dia dapat melacak setiap transaksi dan memantau setiap item stok di Collection Point-nya.
Saat ini Rosmini memiliki margin keuntungan 10-12% per bulan, ia juga mendapat pinjaman modal dari bank untuk mengembangkan usahanya dan dapat membeli lebih banyak produk pasca-konsumsi dari Pelestari.
Hamish menambahkan, di aplikasi Octopus juga memuat cara kelola sampah tertentu, misalnya popok bekas, kaca, dan sebagainya.
“Kita bantu konsumen untuk mengubah gaya hidupnya,” tuturnya.
Guna menarik minat anak muda kalangan millennial untuk bergabung dalam mengelola sampah
melalui Octopus, aplikasi ini telah menjalin kolaborasi dengan pihak lain yang relevan dengan gaya hidup kekinian.
“Sekarang kami kerja sama dengan Kopi Soe, UMKM, juga sejumlah tempat popular di Bali," lanjutnya.
Tak lama setelah dibentuk, Octopus telah menarik perhatian sejumlah perusahaan multinasional, mulai dari industri kemasan hingga merek-merek FMCG.
Hingga akhir tahun 2021, sebut Hamish, Octopus berharap dapat mengelola 1 miliar post consumed products (sampah kemasan yang telah digunakan oleh konsumen) menjadi materi yang dapat didaur ulang dan digunakan kembali (umumnya terdiri dari botol plastik atau kertas kemasan).
Guna meluaskan jangkauan dalam solusi penanganan sampah, Octopus juga berkolaborasi dengan pemerintah.
“Saat ini kami bermitra dengan provinsi Jawa Barat dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi,” terang Hamish.
Hamish mengajak segenap pemangku kepentingan untuk ikut bergabung di Octopus dan bersama-sama mengatasi masalah sampah.
“Sangat mudah bergabung dengan ekosistem kami jika mau berkontribusi dalam melestarikan alam. Tersedia insentif bagi pengguna dan pendapatan yang lebih baik bagi Pelestari, serta membantu memberdayakan Pelestari agar menikmati hidup yang lebih baik bersama keluarganya,” pungkas Hamish.
Tentang Octopus, Si Gurita dari Timur
Aplikasi Octopus murni dibuat oleh anak-anak Indonesia dengan beragam keahlian dan memiliki kepedulian tinggi terhadap masalah sampah di Tanah Air.
Octopus Indonesia berdiri di Makassar pada 2020. Kini tim Octopus Indonesia terdiri dari tujuh orang dengan beragam latar belakang, ada lulusan kampus Amerika Serikat seperti Massachusetts Institute of Technology.
Octopus merupakan platform ekonomi sirkular yang membantu produsen melacak dan mengumpulkan produk bekas konsumsi, baik yang dapat didaur ulang maupun yang tidak dapat didaur ulang.
Platform Octopus memungkinkan produsen untuk memberikan insentif langsung kepada para konsumen dan juga Pelestari yang terlibat dalam pengiriman sampah kemasan ke
industri daur ulang.
Octopus memastikan ekosistem pengumpulan yang etis, dilengkapi teknologi yang menyediakan model penetapan harga yang efektif untuk industri daur ulang dan model pengumpulan dilakukan secara transparan untuk memberi manfaat bagi pemangku .kepentingan.
Extended Producers Responsibility (EPR)
Ekosistem Octopus membantu produsen/merek memenuhi target EPR tahunan mereka. Octopus selalu memastikan ekosistem pengumpulan yang etis. Octopus memverifikasi semua pihak yang terlibat dalam ekosistem nya, mulai dari konsumen, pengumpul sampah, dan bisnis
pengumpulan sampah.
Keuntungan dari Mekanisme EPR Octopus
1. Verifikasi Standar Tinggi
Kolektor terlatih akan memverifikasi semua produk/kemasan pasca-konsumsi yang dikumpulkan untuk memenuhi standar industri.
2. Lacak & Kumpulkan
Ekosistem Octopus dapat melacak dan mengumpulkan produk/kemasan pasca-konsumsi tertentu langsung dari konsumen ke industri daur ulang
3. Program Insentif
Produsen/merek juga dapat memberikan insentif kepada pemangku kepentingan sampah lokal (Pelestari dan Checkpoints) melalui platform Octopus sebagai bagian dari strategi EPR
merek/produsen.