Kamis, 28 Agustus 2025

Kualitas Internet di Jabotabek Turun Selama WFH, Jaringan 5G Didesak Segera Direalisasikan

Jangankan di wilayah remote, kualitas internet di wilayah Jabodetabek turun selama periode work from home selama pandemi Corona.

Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Choirul Arifin
Tribun Manado/Andreas Ruauw
Teknisi sedang bekerja di atas tower BTS (Base Transceiver Station) XL Axiata yang berlokasi di Kelurahan Tanjung Batu, Kecamatan Wanea, Kota Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (29/02/2020). 

Laporan Reporter Tribunnews, Hendra Gunawan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perangkat Internet of Think membutuhkan konektivitas agar bisa berjalan.

Saat ini yang menjadi masalah penerapan IoT secara masif adalah ketersediaan jaringan dan kapasitas jaringan di beberapa wilayah yang masih belum mencukupi.

Teguh Prasetya, Ketua Bidang Industri 4.0 Mastel mengakui, memang saat ini operator telekomunikasi sudah mengembangkan jaringan telekomunikasi hingga pelosok. Namun kualitas dan coverage masih belum merata.

Jangankan di wilayah remote, kualitas internet di wilayah Jabodetabek turun selama periode work from home selama pandemi Corona.

Teguh menegaskan, saat ini pengembang IoT yang ingin mengimplementasikan usahanya terkendala ketersediaan dan kualitas jaringan.

Baca: Tips Maksimalkan Fitur Kamera di Vivo V19 untuk Hasil Foto Lebih Maksimal

Oleh karena itu Teguh mendukung agar pemerintah segera mengimplementasikan 5G.

Teguh menilai kapasitas dan coverage jaringan telekomunikasi yang dikembangkan oleh operator sudah tak mencukupi lagi untuk kebutuhan masyarakat.

Baca: Samsung Rilis Galaxy S20+ BTS Edition, Berikut Spesifikasi dan Daftar Harga HP Samsung Juni 2020

Untuk daerah perkotaan dan industri seperti di Jabodetabek, layanan 4G sudah tidak cukup untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Karena teknologi 4G belum bisa menjanjikan koneksi yang banyak dan bandwidth yang besar.

Baca: Pre Order Galaxy S20+ BTS Edition Telah Dibuka, Ini Harga dan Tanggalnya

“Saat ini kebutuhan akan 5G sudah mutlak dan mendesak diimplementasikan di Indonesia. Karena teknologi 5G menjanjikan koneksi yang lebih banyak dengan bandwidth yang lebih besar.

Tantangannya di 5G juga membutuhkan frekuensi yang besar oleh sebab itu network sharing di teknologi baru mutlak dibutuhkan,” ujar Teguh dalam keterangan persnya, Kamis (18/6/2020).

Saat ini potensi yang paling mudah dilakukan pemerintah untuk menerapkan teknologi 5G ada di frekuensi 2600 MHz. Saat ini frekuensi tersebut masih dimanfaatkan oleh tv berbayar hingga tahun 2024.

Lanjut Teguh, seharusnya pemerintah bisa segera melakukan pembicaraan dengan penyelenggara tv berbayar yang masih menggenggam frekuensi tersebut agar dapat segera melakukan refarming. Tujuannya agar frekuensi 2600 Mhz tersebut dapat segera dimanfaatkan bagi 5G.

“Utilisasi dan pemanfaatan frekuensi 2600 MHz oleh televisi berbayar tersebut sangat rendah. Terlebih lagi PNBP di sektor tv berbayar dibandingkan dengan industri telekomunikasi juga jauh lebih kecil. Sehingga memanfaatkan frekuensi 2600 MHz juga akan membawa dampak positif bagi APBN,” kata Teguh.

Untuk menerapkan 5G yang efektif dan efesien, menurut Teguh dibutuhkan regulasi network sharing. Karena untuk mengimplementasikan 5G dibutuhkan lebar pita frekuensi yang besar.

Padahal saat ini ketersediaan frekuensi juga menjadi tantangan tersendiri. Selain itu karena membutuhkan frekuensi yang besar, maka jarak antar BTS juga akan semakin dekat sehingga investasi yang dibutuhkan untuk menggembangkan 5G juga tidak sedikit.

“Jika tidak melakukan network sharing maka akan sulit menerapkan 5G yang efisien dan efektif. Sehingga penerapan network sharing seharusnya di teknologi baru dan area baru untuk penggembangan jaringan telekomunikasi. Tujuannya agar digital economy di Indonesia dapat segera tumbuh dan menarik investasi asing,” terang Teguh.

Harapan Teguh agar network sharing ini dapat berjalan bisa ditempuh melalui RUU Cipta Kerja yang saat ini tengah di bahas antara Pemerintah dan DPR.

Teguh meminta agar pengaturan spectrum sharing untuk teknologi baru agar mendukung program strategis pemerintah dapat dicantumkan dengan jelas di dalam RUU Cipta Kerja.

“Kita ingin agar regulasinya benar-benar jelas. Kerangka hukumnnya harus ada terlebih dahulu. Tujuannya agar tidak ada lagi kasus pidana seperti yang pernah dialami oleh IM2. Selanjutnya Kemenkominfo harus segera membereskan frekuensi yang dapat dipergunakan untuk new technology.

Sehingga semua asset dan sumberdaya yang ada dapat didayagunakan secara maksimal. Semua ini ujung-ujungnya untuk mendukung perekonomian nasional” pungkas Teguh.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan