Pemilihan Presiden Amerika Serikat
Twitter Akan Serahkan Akun @POTUS kepada Joe Biden di Hari Pelantikan, Bahkan Jika Trump Tak Setuju
Akun Twitter presiden @POTUS akan secara otomatis dialihkan kepada Presiden terpilih Joe Biden saat ia dilantik pada Hari Pelantikan 20 Januari 2020
Penulis:
Tiara Shelavie
Editor:
Gigih
TRIBUNNEWS.COM - Akun Twitter presiden @POTUS akan secara otomatis dialihkan kepada Presiden terpilih Joe Biden saat ia dilantik pada Hari Pelantikan 20 Januari 2020 mendatang.
Transisi akun akan tetap dilakukan terlepas dari apakah Presiden Donald Trump mengakui hasil pemilu atau tidak, ujar Twitter kepada POLITICO pada hari Jumat (20/11/2020).
Hal yang sama berlaku pula untuk akun @whitehouse, @VP, @FLOTUS, serta akun resmi lainnya yang berkaitan dengan kepresidenan.
"Twitter secara aktif bersiap untuk mendukung transisi akun Twitter institusional Gedung Putih pada 20 Januari 2021," kata juru bicara Twitter Nick Pacilio melalui email.
"Seperti yang kami lakukan saat transisi presiden 2017 lalu, proses ini dilakukan dengan konsultasi erat dengan National Archives and Records Administration (NARA)."
Baca juga: Seperti Dihalang-halangi, Joe Biden Tegur Trump karena Tak Mau Kerja Sama dalam Vaksin Covid-19
Baca juga: Donald Trump Jr Dinyatakan Positif Covid-19 dan Tak Tunjukkan Gejala
Penyerahan akun tersebut tidak memerlukan pembagian informasi antara tim Trump yang keluar dan tim Biden yang masuk, menurut Twitter.
Semua tweet yang ada di akun tersebut akan diarsipkan dan Twitter akan mentransfer akun (reset ke nol tweet) ke Biden di hari pelantikan.

Mengapa penting?
Donald Trump masih memprotes kemenangan Biden, meskipun hasil yang dikeluarkan oleh pejabat pemilu jelas-jelas menampilkan kemenangan Biden.
GSA, badan federal yang bertanggung jawab untuk memulai proses transisi presiden secara resmi, sejauh ini masih menolak untuk melakukannya.
Tindakan tersebut otomatis menghambat akses tim Biden ke segala hal mulai dari ruang kantor dan alamat email pemerintah.
Tim Biden bahkan belum bisa menggunakan domain .gov untuk menghosting situs web transisi resmi.
Namun, bahkan jika Trump terus membantah kekalahannya dan melawan pemecatannya dari Gedung Putih pada 20 Januari mendatang, ia tidak bisa bergantung pada salah satu aset digital utama kepresidenan.
Mengapa tidak penting?
Presiden Donald Trump sendiri lebih sering menggunakan akun pribadinya, @realDonaldTrump, untuk sebagian besar tweetnya bahkan saat menjadi presiden.
Trump, sebagai warga negara biasa nantinya, akan tetap mengelola akun itu.
Meski begitu, akun tersebut akan kehilangan perlindungan yang dimilikinya dengan label "pemimpin dunia".
Apa selanjutnya?
Twitter mengatakan perwakilannya akan bertemu dengan pejabat transisi Biden-Harris dalam beberapa waktu mendatang untuk membahas rincian tentang bagaimana pemerintahan baru akan menggunakan Twitter.
Dulunya, sebelum hari pemilihan pada tahun 2016, Obama menerbitkan rencana yang kuat untuk transisi aset digitalnya ke Presiden Amerika Serikat berikutnya, yaitu Donald Trump.
Ketika Presiden Barack Obama meninggalkan jabatannya pada tahun 2017 untuk diberikan kepada Trump, akun Gedung Putih Obama dialihkan ke akun yang diarsipkan di bawah manajemen NARA.
Cuitan Presiden Obama yang pernah ada di @POTUS dialihkan ke @POTUS44, dan akunnya dikunci.
Namun kali ini, Gedung Putih Trump sejauh ini masih menolak untuk terlibat dalam diskusi publik tentang rincian transisi kepresidenan, termasuk apa yang akan terjadi dengan aset digital seperti akun Twitter pemerintah.
Donald Trump Tidak Lagi Terima Perlakuan Spesial Twitter Jika Kalah dalam Pilpres Periode Ini
Kalah Pilpres, Donald Trump tak hanya kehilangan jabatannya sebagai presiden, tapi juga perlakuan khusus yang didapatnya dari Twitter.
Dilansir The Guardian, Twitter telah mengkonfirmasi, saat Trump meninggalkan Gedung Putih, ia tidak lagi mendapat perlakuan khusus yang disebut "newsworthy individual" atau individu yang layak diberitakan.
Kebijakan Twitter mengenai kelayakan berita melindungi orang-orang tertentu - seperti pejabat terpilih dengan lebih dari 250.000 pengikut - dari penangguhan atau pemblokiran akun.
Kebijakan itulah yang menyebabkan Twitter membungkam, tetapi tidak menghapus, setidaknya 12 tweet dari presiden AS selama seminggu setelah pilpres.
Padahal, cuitan-cuitan itu dianggap memicu keraguan masyarakat pada proses demokrasi.
Baca juga: Berkicau di Twitter, Donald Trump: Biden Jangan asal Klaim Jabatan Presiden
Baca juga: Joe Biden Menuju Kemenangan, Berpotensi Raih 42 Suara Elektoral Lagi, Donald Trump Kehabisan Langkah

Namun kini, Twitter telah memastikan, kebijakan tersebut tidak berlaku bagi mantan pejabat.
Mereka harus mengikuti aturan yang sama seperti orang lain.
Jika tweet melanggar aturan itu, tweet itu akan dihapus.
Jika Trump terus melanggar aturan Twitter pasca-kepresidenan, akunnya dapat ditangguhkan.
"Pendekatan Twitter terhadap para pemimpin dunia, kandidat, dan pejabat publik didasarkan pada prinsip bahwa orang harus bisa memilih untuk melihat apa yang dikatakan pemimpin mereka dengan konteks yang jelas," kata seorang juru bicara kepada Guardian.
"Ini berarti bahwa kami dapat menerapkan peringatan dan label, dan membatasi keterlibatan pada Tweet tertentu."
"Kerangka kebijakan ini berlaku untuk para pemimpin dunia saat ini dan kandidat untuk jabatan, tapi bukan untuk warga negara ketika mereka tidak lagi memegang jabatan itu."

Sementara itu, anggota parlemen dan kelompok hak asasi manusia telah memperbarui seruan untuk menangguhkan akun Donald Trump bahkan sebelum kemungkinan transisi jabatan pada bulan Januari.
Perwakilan Demokrat Gerry Connolly dari Virginia sempat meminta Twitter untuk menangguhkan akun Trump.
"Ini adalah disinformasi murni. Suara yang valid sedang dihitung. Ini Amerika, bukan Rusia," katanya menanggapi tweet Trump yang berisi dugaan kecurangan pemilu.
David Cicilline, seorang perwakilan dari Partai Demokrat dan Rhode Island, juga meminta Twitter untuk menangguhkan akun Trump karena "memposting kebohongan dan informasi yang salah dengan video yang dibuat-buat".
Sementara itu, Komite Pengacara untuk Civil Rights Under Law dan kelompok pengawas Common Cause mengirimkan surat untuk Jack Dorsey, CEO Twitter.
Mereka meminta akun Trump ditangguhkan sementara untuk mencegah penyebaran informasi yang salah tentang pemilu.
"Kami khawatir, jika tidak ada tindakan oleh Twitter, presiden mungkin berhasil dalam tujuannya untuk mendelegitimasi integritas proses demokrasi," tulis kelompok tersebut.
"Ini demi banyak orang, dan bukan hanya pengguna Twitter tetapi pemilih lain dan anggota masyarakat."
"Menabur ketidakpastian tentang pemungutan suara dan proses pemilihan, berpotensi memicu kekerasan terhadap pegawai negeri atau orang lain."
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)