Jurnalis Ini Ungkap Twitter Punya Daftar Hitam Rahasia untuk Batasi Pengguna
Publikasi materi yang dilakukan Weiss muncul setelah pemilik baru Twitter, Elon Musk, berbagi dokumen internal perusahaan dengan Weiss
Penulis:
Nur Febriana Trinugraheni
Editor:
Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Jurnalis Independen Amerika Serikat Bari Wais mengklaim Twitter membuat daftar hitam "rahasia" untuk membatasi visibilitas tweet yang tidak disukai dan akun berhaluan tertentu.
Pernyataan Weis yang diungkapkan hari ini, Jumat (9/12/2022), mengutip hasil penyelidikan yang diperoleh dari dokumen internal perusahaan media sosial tersebut.
Melansir dari Al Jazeera, Bari Weis, mantan editor di New York Times dan sekarang menjalankan situs media The Free Press, mengatakan manajemen platform media sosial itu sebelumnya membatasi jangkauan akun tertentu dengan “Daftar Hitam Tren/Trends Blacklist” dan “Daftar Hitam Pencarian/Search Blacklist” serta “Jangan Memperkuat/Do Not Amplify” tag.
Baca juga: Siap-Siap! Tarif Twitter Blue Naik Jadi 11 Dolar AS Per Bulan
Twitter, yang dibeli miliarder Elon Musk pada Oktober, di masa lalu secara terbuka mengakui membatasi jangkauan akun tertentu, sehingga telah menerima kritik karena tidak memberi tahu pengguna yang terpengaruh pembatasan tersebut atau bersikap transparan mengenai keputusannya.
Pembatasan itu membuat akun tertentu tetap terlihat oleh pengikut/followers mereka, namun membatasi visibilitas akun tersebut dalam hasil pencarian dan percakapan.
Melalui utasnya di Twitter, Weiss mengatakan tokoh yang masuk ke daftar hitam Twitter termasuk seorang profesor Universitas Stanford yang menentang penguncian Covid-19 Jay Bhattacharya, seorang aktivis konservatif Charlie Kirk, dan "Libs of TikTok" yaitu sebuah akun yang memposting ulang dan mengolok-olok konten yang diposting di platform lain oleh kaum liberal, dan akun orang-orang LGBTQ.
Weiss, yang mengutip sejumlah keterangan karyawan Twitter yang tidak disebutkan namanya untuk mendukung klaimnya, menyertakan tangkapan layar yang menunjukkan antarmuka yang digunakan Twitter untuk memasukkan akun tertentu ke dalam daftar hitam, termasuk tag yang menunjukkan status mereka yang dibatasi.
Baca juga: Karyawan Twitter Wajib Lembur, Elon Musk Beri Fasilitas Kasur Queen di Kantor
“Kami sedikit mengontrol visibilitas. Dan kami sedikit mengontrol amplifikasi konten Anda. Dan orang normal tidak tahu berapa banyak yang kita lakukan," kata Weiss mengutip keterangan seorang insinyur Twitter yang tidak disebutkan namanya.
Weiss mengatakan, keputusan yang paling sensitif secara politis dibuat oleh tim yang dikenal sebagai "Kebijakan Integritas Situs, Dukungan Eskalasi Kebijakan," yang mencakup kepala hukum, kebijakan, kepercayaan, dan keamanan Twitter saat itu Vijaya Gadde, dan kepala global kepercayaan dan keamanan Twitter Yoel Roth.
Al Jazeera telah menghubungi Gadde dan Roth di Twitter dan Linkedin untuk memberikan komentar mengenai hal ini.
Sementara mantan kepala produk Twitter, Kayvon Beykpour, membantah klaim yang diungkapkan Weiss, dengan mengatakan bahwa perusahaan tidak pernah menolak peringkat akun tetapi telah menolak klaim "pelarangan bayangan/shadow banning" atau membuat postingan tertentu dapat ditemukan oleh semua orang kecuali orang yang mempostingnya.
“Anda mencirikan de-amplifikasi apa pun yang disamakan dengan pelarangan bayangan yang merupakan interpretasi malas atau sengaja menyesatkan,” kata Beykpour di Twitter.
Publikasi materi yang dilakukan Weiss muncul setelah pemilik baru Twitter, Elon Musk, berbagi dokumen internal perusahaan dengan Weiss dan sesama jurnalis independen lainnya Matt Taibbi.
Musk, yang menggambarkan dirinya sendiri sebagai seorang absolutis kebebasan berbicara, menuduh manajemen lama Twitter bias terhadap sudut pandang liberal. Dia juga menyatakan, berbagi dokumen internal sebagai upaya untuk meningkatkan transparansi mengenai pengaruh platform media sosial itu atas pidato politik.
Baca juga: Amazon dan Apple Lanjutkan Beriklan di Twitter
Kritikus menuduh Musk mengorbankan keselamatan dan keamanan platform, dan mengantarkan lonjakan kefanatikan serta kebencian di platform media sosial tersebut.
Pada hari ini, Musk menulis di Twitter bahwa platform sedang mengerjakan pembaruan untuk 'menunjukkan status akun Anda yang sebenarnya, sehingga Anda tahu dengan jelas jika Anda telah dilarang, alasan mengapa dan bagaimana mengajukan banding.'
Klaim Weiss pada hari ini memicu pertentangan, dengan kaum konservatif memanfaatkan laporannya sebagai bukti bias liberal Twitter, sementara beberapa orang menuduh Weiss bertindak sebagai juru bicara Elon Musk, orang terkaya di dunia.
Beberapa pengguna Twitter juga mengungkapkan, Musk pada bulan lalu mengatakan bahwa tweet yang penuh kebencian dan negatif akan "dihapuskan" dan "demonetisasi" di bawah kepemimpinannya, menjadikan kebijakan baru platform tersebut sebagai kebebasan berbicara, tetapi bukan kebebasan untuk menjangkau.
Sementara Taibbi, mantan jurnalis Rolling Stone yang sekarang menulis di platform online Substack, menerbitkan korespondensi internal Twitter dari Oktober 2020 yang menunjukkan bagaimana para eksekutif membuat keputusan untuk membatasi penyebaran artikel New York Post mengenai materi yang ditemukan di laptop milik Hunter Biden, Putra Presiden AS Joe Biden.
Baca juga: Siap-Siap! Tarif Twitter Blue Naik Jadi 11 Dolar AS Per Bulan
Laporan itu menunjukkan petinggi Twitter mendiskusikan bagaimana menangani artikel tersebut, yang pada akhirnya artikel itu dibatasi karena pelanggaran terkait kebijakan platform terhadap materi yang diretas.
Keputusan Twitter untuk menyensor artikel tersebut, yang memicu perdebatan sengit mengenai peran media sosial dalam demokrasi, terjadi setelah mantan pejabat intelijen AS mengatakan materi pada laptop tersebut mengandung ciri disinformasi Rusia, meskipun tidak ada bukti keterlibatan Rusia yang ditawarkan.