Minggu, 14 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Guru, Puasa, dan Doa

Dengan berpuasa, orang mengorbankan kesenangan dan keuntungan sesaat, dengan penuh syukur atas kelimpahan karunia Tuhan.

Editor: Hasanudin Aco
Net
Ilustrasi berdoa 

Nah, setelah panjang lebar, aku jelaskan padamu, muridku, sudah paham bukan mengapa kita semua umat beragama—apa pun agamanya, tanpa kecuali—perlu berpuasa dan berdoa bersama-sama.

Dalam kondisi seperti sekarang ini, ketika dunia “dikuasai” oleh pandemi Covid-19, jalan yang terbaik setelah segala cara dan usaha dilakukan untuk mengatasinya, adalah kembali kepada-Nya.

Bukan berarti kita putus asa. Bukan! Doa yang seharusnya adalah minta diberi kekuatan untuk menerima apa saja yang Allah rencanakan dan kehendaki untuk kita.

Bukankah ajaran leluhur jelas mengingatkan kepada kita semua, “Gusti iku sambaten naliko sira lagi nandhang kasangsaran. Pujinen yen sira lagi nampa kanugrahaning Gusti.” 

Mohonlah kepada Tuhan jikalau engkau sedang menderita sengsara. Dan lambungkanlah pujian  syukur kepada Tuhan jikalau engkau diberi anugerah-Nya.

Kalau kita semua percaya pada-Nya, Hyang Agung, kekuatan puasa dan doa kita semua, seluruh umat beragama akan mampu mengatasi rasa bimbang, rasa takut, rasa khawatir, rasa tercekam, rasa putus-asa, rasa kesepian yang umumnya sekarang dirasakan oleh banyak orang karena pandemi Covid-19.

Pepatah luhur mengatakan, Gusti Allah mboten sare; Allah tidak tidur. Jadi, semua yang dilakukan oleh manusia tidak lepas dari pengamatan yang Maha Kuasa.

Tentu, dalam usaha mengatasi pandemi Covid-19, termasuk doa dan berpuasa yang dijalankan secara sungguh-sungguh sebagai simbol keprihatinan dan praktek asketik, sebagai sarana penguatan batin, sebagai ibadah.

Akhirnya sambil memejamkan mata dan bersedakap, menyilangkan tangan di dada, Guru berkata lirih, “Ketika kamu memanggil Tuhan lewat doa dan puasa, Tuhan akan menjawab. Ketika kamu berteriak minta tolong lewat doa dan puasa, Tuhan akan menjawab:  Ini Aku. Maka saat itu, terangmu akan terbit dalam gelap, dan kegelapanmu akan seperti bintang rembang tengah hari.”

“Lanjutkanlah puasa dan doamu, dengan sepenuh hati, jiwa, dan raga,” kata Guru sebelum masuk ke sanggar pamudyan untuk menemui Sang Aku. 

 *Trias Kuncahyono: Peneliti Middle East Institute Jakarta dan eks jurnalis senior harian KOMPAS

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan