Tribunners / Citizen Journalism
Cak Nun, Kurang Piknik Kurang Baca!
Emha Ainun Najib, manusia yang “didewakan” oleh Jamaah Ma’iyah, berulang kali tergelincir lidah
Cak Nun, Kurang Piknik Kurang Baca!
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc., M.A*
TRIBUNNEWS.COM - Menasir al-Quran menggunakan akal sembrono berbahaya bagi keimanan, juga persoalan akademik.
Menyebut Malam Lailatul Qadar tidak ada menyalahi logika dan tradisi ilmiah.
Rasulullah saw bersabda, “man fassaral Qurana bi ra’yihi fal yatabawwa’ ma’adahu minan nar.” Barang siapa menafsir al-Quran dengan akalnya maka bersiaplah tempat duduknya di neraka (At-Thabari, Tafsir at-Thabari, Juz 1, h. 77).
Imam at-Thabari memberi catatan, jika akal digunakan secara sembrono dan hasilnya salah maka bersiaplah masuk neraka.
Jika akal digunakan secara ilmiah dan hasilnya benar maka pahalanya ada di tangan Allah.
Emha Ainun Najib, manusia yang “didewakan” oleh Jamaah Ma’iyah, berulang kali tergelincir lidah, sehingga publik merasa yakin ada kesengajaan di balik “kepongahan” intelektualnya itu.
Disebut kepongahan intelektual, sebab Ibnu Abbas ra., telah berkata: “innahu unzila ilas sama’id dunya fi romadon fi lailatil Qadr.” Al-Quran diturunkan dari Tuhan pada Malam Lailatul Qadar ke Baitul Izzah dari Juz 1 sampai Juz 30.
Dari Baitul Izzah ini, al-Quran diturunkan lagi ke Nabi Muhammad saw secara berangsur-angsur selama 23 tahun lamanya, tepatnya sejak Nabi berusia sekitar 40 tahun hingga wafat di usia 63 tahun.