Tribunners / Citizen Journalism
Utang Itu Cara Mudah Negara Atasi Problem Keuangan, Tapi Persulit Perekonomian Berikutnya
Akumulasi beban bunga utang negara selama kurun waktu lima tahun Rp 1.089 triliun, dan 2020 dianggarkan Rp 295 triliun.
Editor:
Setya Krisna Sumarga
Sebagian untuk hal lain juga boleh, demi layananan atau kesejahteraan umum. Dalam mengatasi kesulitan keuangan APBN tahun 2020 masa krisis berat sekarang, sebelumnya sedikit sudah saya terangkan (Koran Jakarta, 14-08-2020).
Pemerintah sebagai Obligor dapat menunda pembayaran bunga utang. Saya sependapat jika memang kebijakan mem-swap bunga obligasi menjadi 0 %, atau memperkecilnya.
Terlebih, kebijakan tersebut memiliki peluang terhadap eks-dana utang BLBI ke negara yang sudah terlalu lama, tidak jelas ujung pangkal penyelesaiannya.
Pemerintah memiliki kewenangan leluasa untuk mengambil kebijakan tersebut, dengan “UU-nya Covid 19”.
Langkah tersebut, jika mau ditempuh akan memperingan anggaran pendanaan ekonomi krisis, dari pada terus menggejot utang negara ke depan.
Berikutnya, Tim PEN harus mengevaluasi secara serius atas semua realisasi dana stimulan dan yang sedang direncanakan.
Program stimulan seharusnya dipisahkan substansinya yaitu antara kepentingan membantu konsumsi masyarakat yang “kesulitan makan”, dengan kepentingan pemberdayaan akselerasi ekonomi.
Secara teknik tidak perlu disebutkan pada kritisme pandangan ini, namun tentang program- program BLT dapat dijadikan bahan evaluasi.
BLT bagi masyarakat miskin adalah kewajiban negara dalam tanggung jawabnya menyelamatkan rakyatnya agar tidak ada yang kelaparan. Termasuk, masalah pembiayaan kesehatan karena pandemi Covid 19, itu sudah tepat sasaran.
Di luar itu, banyak BLT atau bentuk program subsidi yang dinilai tidak tepat sasaran. Secara teoretis program “konsumsi” tersebut memang dapat menstimulus perbaikan pertumbuhan ekonomi.
Tetapi sesaat saja, karena tidak mengagregasi produksi dalam waktu jangka pendek-menengah ke depan.
Jadi, disayangkan kalau dana stimulan yang tidak efektif demikian itu harus didanai dengan utang negara.
Dalam setiap kejadian krisis ekonomi, urgenitas fiskal dan keuangan adalah tentang likuiditas di berbagai sektor dan pemerintahan.
Artinya, realisasi APBN skala prioritasnya kepada masalah sirkuliasi ekonomi dan uang di pasar. Sedangkan biaya modal yang sifatnya tidak mendesak return ekonominya dapat ditunda terlebih dahulu.
Misalnya, belanja pembangunan infrastruktur umum, tetapi infrakstruktur pertanian yang terkait dengan ketahanan pangan dan energi justru harus diprioritaskan.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.