Senin, 18 Agustus 2025

Tribunners / Citizen Journalism

KDRT Marak, Sudahkah Para Perempuan di Negeri Ini Merdeka Seutuhnya?

Tahun ini, pada 2024, tepat 79 tahun sudah Negara Republik Indonesia merdeka dari kekangan penjajah. Apakah perempuan sudah benar-benar merdeka?

Freepik
Ilustrasi kemerdekaan RI 

Padahal dengan terpaksa bertahan dalam kesakitan, perempuan sedang menggerogoti psikologisnya sendiri. Inilah salah satu bukti dari ketidakmerdekaan seorang perempuan.

Selain kasus KDRT yang terjadi, praktik patriarki yang masih menyelimuti rumah tangga para pasangan menikah di negeri ini juga mengundang keprihatinan.

Sistem patriarki yang  mendominasi   kebudayaan   masyarakat menyebabkan     adanya     kesenjangan     dan ketidakadilan   gender   yang   mempengaruhi hingga  ke  berbagai  aspek  kegiatan  manusia (Sakina & Desi, 2017).

Seorang istri dan ibu dituntut untuk melakukan pekerjaan domestik dengan sempurna selain harus dapat mengurus anak dengan baik.

Sayangnya, masih banyak suami yang menganggap tugas pengasuhan dan urusan domestik hanyalah bertumpu di pundak istri.

Penganut patriarki menganggap bahwa tugas seorang suami hanyalah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan lahir anak dan istri.

Sedangkan kebutuhan batin anak untuk dijaga dan diajak bermain oleh ayah, kebutuhan batin istri untuk dibantu diringankan pekerjaan domestiknya belum menjadi prioritas bagi sebagian ayah di negeri ini.

Lagi-lagi, perempuan belum sepenuhnya terlepas dari budaya patriarki negeri ini.

Hal lain yang cukup memprihatinkan adalah seorang perempuan seringkali disalahkan jika sudah menikah namun dalam kurun waktu tertentu belum juga hamil.

Ada saja kasus dimana orangtua dari suami atau bahkan suaminya sendiri yang meminta ijin sang istri untuk menikah lagi karena sang istri belum juga hamil.

Padahal, kasus infelrtilitas bukan hanya ditemukan pada perempuan namun juga laki-laki. Hasil   penelitian membuktikan  bahwa  suami  menyumbang 25-40 persen dari angka kejadian infertil, istri 40-55 persen, keduanya 10 persen dan idiopatik 10 persen.

Hal ini dapat menghapus anggapan bahwa infertilitas  terjadi murni karena kesalahan dari pihak wanita/istri (Riyanti Imron, 2016).

Pihak laki-laki dan keluarganya, seringkali menyalahkan perempuan ketika dalam sebuah rumah tangga belum ada keturunan.

Biasanya dalam kasus seperti ini perempuan atau istri yang lebih “aware” untuk memeriksakan dirinya ke dokter kandungan untuk mencari tahu dimana masalah dalam organ reproduksinya.

Sementara itu, laki-laki atau suami, banyak yang tidak “aware” terhadap pemeriksaan fertilitas ini.

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan