Kamis, 11 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Sritex Pailit

Pil Pahit dalam Kepailitan dan Perlunya Atensi Khusus dari Pemerintah

Sebagai pengacara, penulis mengamati adanya kelemahan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT No. 40 Tahun 2007) serta kebijakan pemerintah

|
Editor: Eko Sutriyanto
CEPR
ILUSTRASI PERUSAHAAN PAILIT - Kepailitan tidak dapat dielakkan karena berbagai faktor, seperti ketinggalan teknologi, pertikaian antardireksi, atau bahkan adanya rekayasa jahat dan banyak aspek di dalam negeri yang perlu dibenahi agar korporasi dapat berjalan dengan baik 

Oleh :  AR Henry Sitanggang SH, Konsultan Hukum Bisnis

DALAM kurun waktu lima tahun belakangan ini, baik di level nasional maupun internasional, banyak terjadi kepailitan korporasi.

Kepailitan adalah sebuah pil pahit yang bahkan dapat menimbulkan dampak sangat parah terhadap para pemangku kepentingan (stakeholders), terutama karyawan.

Kadang-kadang kepailitan tidak dapat dielakkan karena berbagai faktor, seperti ketinggalan teknologi, pertikaian antardireksi, atau bahkan adanya rekayasa jahat.

Tanpa pretensi untuk menghakimi, kasus PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menurut informasi media memiliki utang sebesar Rp26 triliun dengan jumlah karyawan sekitar 12.000 orang.

Namun, berdasarkan pantauan di media sosial, pengurusnya masih memiliki kekayaan yang melimpah.

Baca juga: Setelah Sritex, PHK Massal di Pabrik Sepatu Nike dan Adidas Banten, Apa Penyebabnya?

Meskipun harta pribadi berbeda dengan aset perseroan, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana utang bisa membengkak hingga angka tersebut? Apakah terjadi pembengkakan utang yang tidak wajar?

Menjadikan masuknya barang dari China sebagai penyebab utama kepailitan tidak dapat dikatakan sebagai satu-satunya faktor.

Banyak aspek di dalam negeri yang perlu dibenahi agar korporasi dapat berjalan dengan baik.

Jika korporasi sehat, maka peluang kerja terbuka luas dan pendapatan negara meningkat.

Sebagai pengacara, penulis mengamati adanya kelemahan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT No. 40 Tahun 2007) serta kebijakan pemerintah.

Dalam UU PT, tidak ada ketentuan yang melarang perusahaan untuk berutang dalam jumlah besar.

Oleh karena itu, diperlukan pengawasan dari Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Keuangan melalui pembentukan badan atau tim khusus yang dapat memantau kesehatan keuangan perusahaan sebelum mengizinkan sebuah PT berutang dalam jumlah besar.

Kami berpendapat bahwa perlu adanya tolok ukur kesehatan perseroan untuk menentukan kelayakan sebuah perusahaan dalam melanjutkan usahanya.

Misalnya, jika rasio utang telah melampaui 80 persen dari total aset perseroan, maka perusahaan hanya boleh menambah utang dengan persetujuan khusus dari badan pengawas.

Halaman
12

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan