Tribunners / Citizen Journalism
Sritex Pailit
Pil Pahit dalam Kepailitan dan Perlunya Atensi Khusus dari Pemerintah
Sebagai pengacara, penulis mengamati adanya kelemahan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT No. 40 Tahun 2007) serta kebijakan pemerintah
Editor:
Eko Sutriyanto
Oleh : AR Henry Sitanggang SH, Konsultan Hukum Bisnis
DALAM kurun waktu lima tahun belakangan ini, baik di level nasional maupun internasional, banyak terjadi kepailitan korporasi.
Kepailitan adalah sebuah pil pahit yang bahkan dapat menimbulkan dampak sangat parah terhadap para pemangku kepentingan (stakeholders), terutama karyawan.
Kadang-kadang kepailitan tidak dapat dielakkan karena berbagai faktor, seperti ketinggalan teknologi, pertikaian antardireksi, atau bahkan adanya rekayasa jahat.
Tanpa pretensi untuk menghakimi, kasus PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menurut informasi media memiliki utang sebesar Rp26 triliun dengan jumlah karyawan sekitar 12.000 orang.
Namun, berdasarkan pantauan di media sosial, pengurusnya masih memiliki kekayaan yang melimpah.
Baca juga: Setelah Sritex, PHK Massal di Pabrik Sepatu Nike dan Adidas Banten, Apa Penyebabnya?
Meskipun harta pribadi berbeda dengan aset perseroan, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana utang bisa membengkak hingga angka tersebut? Apakah terjadi pembengkakan utang yang tidak wajar?
Menjadikan masuknya barang dari China sebagai penyebab utama kepailitan tidak dapat dikatakan sebagai satu-satunya faktor.
Banyak aspek di dalam negeri yang perlu dibenahi agar korporasi dapat berjalan dengan baik.
Jika korporasi sehat, maka peluang kerja terbuka luas dan pendapatan negara meningkat.
Sebagai pengacara, penulis mengamati adanya kelemahan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT No. 40 Tahun 2007) serta kebijakan pemerintah.
Dalam UU PT, tidak ada ketentuan yang melarang perusahaan untuk berutang dalam jumlah besar.
Oleh karena itu, diperlukan pengawasan dari Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Keuangan melalui pembentukan badan atau tim khusus yang dapat memantau kesehatan keuangan perusahaan sebelum mengizinkan sebuah PT berutang dalam jumlah besar.
Kami berpendapat bahwa perlu adanya tolok ukur kesehatan perseroan untuk menentukan kelayakan sebuah perusahaan dalam melanjutkan usahanya.
Misalnya, jika rasio utang telah melampaui 80 persen dari total aset perseroan, maka perusahaan hanya boleh menambah utang dengan persetujuan khusus dari badan pengawas.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Sritex Pailit
Kejagung Periksa Sejumlah Saksi Dari Bank BUMD Terkait Kasus Dugaan Korupsi PT Sritex |
---|
Kejaksaan Agung Usut Dugaan Korupsi di PT Sritex: Terkait Pemberian Kredit Bank |
---|
Pekerja Sritex Sudah Tanda Tangan Kontrak untuk Dipekerjakan Kembali |
---|
Soal Tenaga Kerja, Wamenaker Dianggap Kerap Bertindak Blunder |
---|
Teka-teki Investor Baru Sritex, Forum Peduli Buruh: Belum Jelas, Malah Jadi Kegaduhan di Masyarakat |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.