Tribunners / Citizen Journalism
Menakar Polemik Kuota Haji 2024 Era Gus Yaqut
Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 menyisakan polemik besar yang kini bergulir di ranah hukum
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
Sementara itu, faktor internal seperti fokus pemerintah pada Pilpres 2024 membuat perhatian dan sumber daya terpecah. Di tengah semua tantangan ini, Kemenag berhasil mencatatkan capaian penting, yaitu penurunan angka kematian jemaah secara signifikan.
Hingga hari ke-44 penyelenggaraan haji 2024, jumlah jemaah Indonesia yang meninggal mencapai 276 orang. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2023 yang mencatatkan 773 kasus kematian, menjadikannya rekor terendah sejak 2015. Ini menunjukkan bahwa meskipun menghadapi tantangan regulasi, Kemenag tetap berhasil meningkatkan kualitas layanan dan keselamatan jemaah.
Analisis Kewenangan dan Diskresi Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2019, Menteri Agama memiliki kewenangan administratif untuk menetapkan kebijakan teknis operasional haji sesuai kondisi yang berkembang. Keputusan yang diambil Kemenag dapat dianggap sebagai bentuk diskresi, yaitu kebebasan pejabat publik untuk membuat keputusan di mana peraturan yang ada tidak memberikan panduan yang cukup.
Dalam hal ini, diskresi tersebut digunakan untuk menanggapi perubahan kebijakan zonasi yang tidak terduga dari Arab Saudi. Menurut teori hierarki peraturan perundang-undangan, sebuah keputusan di tingkat bawah (SK Dirjen) tetap sah selama tidak bertentangan dengan peraturan di tingkat yang lebih tinggi (Keppres).
Dalam kasus ini, SK Dirjen berfungsi sebagai pedoman teknis operasional yang diperlukan untuk mengimplementasikan penyelenggaraan haji di tengah tantangan baru, tanpa mengubah esensi dari Keppres itu sendiri. Pelaksanaan ini juga didukung oleh prinsip good governance yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas.
Kemenag telah melakukan upaya komunikasi, meskipun mungkin belum sepenuhnya sempurna, untuk memastikan keputusan dapat dipertanggungjawabkan. Penting untuk dicatat bahwa masalah serupa juga dialami oleh negara-negara lain, seperti India, Gambia, Nigeria, dan Malaysia, yang juga berjuang menyesuaikan diri dengan kebijakan zonasi baru di Mina.
Hal ini memperkuat pandangan bahwa isu yang terjadi bukanlah akibat dari kelalaian Kemenag semata, melainkan tantangan global yang memerlukan penyesuaian cepat dan strategis. Melanggar Konsitusi?
Berdasarkan data dan analisis yang ada, tidak terdapat bukti yang cukup kuat untuk menyimpulkan bahwa Kementerian Agama melanggar konstitusi dalam perubahan kuota haji 2024. Keputusan yang diambil merupakan respons sah terhadap perubahan kebijakan zonasi dari Kerajaan Arab Saudi, yang muncul setelah Keppres ditetapkan.
Meskipun terlihat adanya ketidaksinkronan administratif, tindakan tersebut adalah bentuk diskresi yang valid dan diperlukan untuk memastikan penyelenggaraan haji berjalan lancar, aman, dan tertib. Kemenag, melalui langkah-langkah adaptifnya, berhasil menjaga keselamatan jemaah dan menurunkan angka kematian secara signifikan.
(*)
Sumber: TribunSolo.com
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.